AMBON, Siwalimanews – Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dimiliki pihak PT.PLN (Persero) Maluku-Malut diatas lahan eks Hotel Anggrek yang terdapat di kawasan Batu Meja Kecamatan Sirimau Kota Ambon patut di­per­tanyakan.

Pasalnya, lahan eks Hotel Anggrek sudah di­eksekusi  berdasar­kan  keputusan peng­a­di­lan berkekuatan hu­kum tetap pada 2011 yang lalu. Kini, PLN mengklaim memiliki SHGB tersebut diduga kuat telah ber­konspirasi dengan BPN Maluku.

Kasus kepemilikan SHGB diatas lahan  seluas 14.266 M2 itu bukan baru kali ini diklaim milik PLN. Perusahaan Daerah (PD) Panca Karya pernah juga mengklaim memiliki SHGB atas lahan milik ahli waris janda Anthonetta Muskita/Natary tersebut.

Lantaran menggunakan dokumen palsu, ahli waris yang sah proses hukum pihak Panca Karya hingga akhirnya mantan Direktur Utama Panca Karya, Yopie Huwae dijeb­loskan ke penjara berikut mantan Kepala BPN Kota Ambon, Alexius Anaktototy juga dijebloskan ke penjara.

Kepemilikan SHGB lahan eks Hotel Anggrek yang diklaim milik Panca Karya secara perdata maupun pidana gugur demi hukum. Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Ambon, dimana putusan perkara perdata No 103/pdt.G/2012/PN.AB jo No 12/pdt/2014/PT.Amb jo No 3055 K/pdt/2014 jo No 828 PK/Pdt/2017.

Baca Juga: BPKP Mulai Audit Kasus Dugaan Korupsi Taman Kota KKT

Sedangkan putusan pidana yang  yang menyeret mantan Direktur Utama Panca Karya, Yopie Huwae dan mantan Kepala BPN Kota Ambon, Alexius Anaktototy sudah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan pidana No 139/Pid.B/2014/PN.Amb.

Kuasa Hukum ahli waris eks lahan Hotel Anggrek, Elizabeth Tutupary mempertanyakan dasar kepemilikan SHGB milik PLN diatas lahan yang berada di wilayah Dusun Dati Sopiamaluang, Kecamatan Sirimau Kota Ambon itu.

“Jika gardu hubung tersebut me­miliki sertifikat, maka patut diper­tanyakan dasar kepemilikan apa yang dipunyai oleh PLN,” ujar Tutupary.

Dikatakan, SHGB milik PLN bermasalah secara hukum, sebab jika ditilik dari kasus PD Panca Karya, dimana lokasi tersebut merupakan lokasi yang sama dengan gardu milik PLN tersebut.

“Dan patut dipertanyakan jika gardu hubung PLN memiliki serti­fikat, berarti sertifikat tersebut bera­da didalam SHGB NO 99/1990 yang secara hukum PD Panca Karya telah kalah dalam proses peradilan dan sertifikat tersebut diterbitkan di atas lahan milik ahli waris yang telah mempunyai putusan yang berke­kuatan hukum tetap berdasarkan putusan No 21/1950,” tegasnya.

Sebelumnya Humas PLN Maluku-Malut, Ramli Malawat yang dikon­firmasi perihal SHGB membenarkan kalau pihaknya punya SHGB atas lahan eks Hotel Anggrek. Namun Malawat mengaku lupa nomor SHGB tersebut. “Iya benar kami punya SHGB atas lahan itu juga tapi maaf saya lupa nomor SHGB-nya,” jelas Malawat kepada Siwalima, Rabu (20/1).

Iya juga mengaku terkait lahan eks Hotel Anggrek yang diatasnya berdiri Gardu PLN pihak ahli waris sudah melakukan pertemuan silatu­rahmi dengan PLN.

Inti dari pertemuan itu membahas soal keberadaan gardu PLN diatas lahan tersebut.

“Jadi kami memang yang meng­inisiasi pertemuan dengan pihak ahli waris, pertemuan itu sifatnya sila­turahmi dan kami akan membahas keberadaan gardu PLN di atas lahan.eks Hotel Anggrek itu dengan ahli waris secara kekeluargaan. Kenapa..? Karena kami juga punya SHGB,” ungkap Malawat.

Sebagaimana diketahui, ahli waris keluarga Muskita/Lokollo yang me­rupakan pemilik sah atas sebidang tanah di wilayah Dusun Dati So­piamaluang, Kecamatan Sirimau Kota Ambon, hingga kini belum juga mendapatkan keadilan.

Ahli Waris pemilik lahan yakni Marthen Muskita, Daniel Lakollo dan Novita Muskita, sesuai dengan putusan pengadilan Ambon No.21/1950 tertanggal 25 Maret 1950, dinyatakan sebagai pemilik sah dari lahan yang diserobot PLN untuk pembangunan Gardu Hubung A4 sejak puluhan tahun lalu.

Pengadilan Ambon juga sudah mengeluarkan surat penetapan eksekusi No.21/1950 tertanggal 25 Maret 2011 dan berita acara pengo­songan tertanggal 6 April 2011. Namun hingga pertengahan 2018, gardu hubung A4 tersebut tak kun­jung dipindahkan oleh PLN.

Pihak Ahli Waris telah mengi­rimkan surat kepada pimpinan PLN wilayah Maluku dan Maluku Utara pada 5 Desember 2018, dan surat tersebut juga telah ditanggapi pada 28 Maret 2019, yang intinya PLN menyanggupi untuk memindahkan gardu hubung tersebut. Namun lagi-lagi, PLN meminta waktu, yang pada akhirnya hingga 2020 ini, PLN tak juga memindahkan gardu tersebut.

Pihak Ahli Waris melalui Tutupary kemudian memutuskan untuk ber­kirim surat kepada Executive Vice President Operasi Regional Maluku, Papua dan Nusa Tenggara melalui surat nomor 13/LO.ET/VII/2020 tertanggal 8 Juli 2020, untuk meminta bantuan pemindahan gardu hubung A4 tersebut. Surat itu bahkan telah ditanggapi oleh Executive Vice President Operasi Regional Maluku, Papua dan Nusa Tenggara, Indradi Setia­wan yang pada intinya me­nyerahkan permasalahan tersebut kepada unit Maluku dan Maluku Utara untuk menyelesaikan.

Berkaca pada rumit dan ber­belitnya kasus tersebut, ahli waris kemudian memutuskan untuk me­ngirim surat kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI H Moeldoko, untuk membantu proses mediasi agar pemindahan gardu tersebut bisa segera dilakukan.

Meski demikian, hingga saat ini pihak ahli waris masih menunggu jawaban selanjutnya dari surat terse­but. Ahli waris sendiri sebenarnya sudah memberikan tenggang waktu hingga 30 November 2020 kapada PLN untuk menyelesaikan pembo­ngkaran gardu hubung A4 tersebut.

Jika hingga batas akhir yang diberikan, tidak juga diindahkan oleh PLN, maka ahli waris melalui kuasa hukum telah menyiapkan tindakan hukum selanjutnya.

“Deadline waktu sampai tanggal 30 November 2020, kalau pun belum dilaksanakan oleh pihak PLN, maka ahli waris akan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundang undangan, baik secara hukum pidana maupun hukum perdata,” tutur Elizabeth. (S-32)