BULA, Siwalimanews – Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur kembali akan mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus penyalahgunaan Dana Desa Rarat tahun 2017-2019, dengan terduga Bendahara Desa Ahmad Lapang Rumalean.

“Kasus dugaan korupsi Dana Desa Rarat, saya pastikan dalam minggu ini surat perintah dimulainya penyidikan diterbitkan, karena dalam kasus ini bendahara Ahmad Lapang Rumalean masuk sebagai unsur penyertaan dalam dakwaan jaksa,”  ungkap Kajari SBT Muhammad Ilham, kepada Siwalimanews di ruang kerjannya, Senin (14/2).

Menurut Kajari, kasus ini penjabat desa M Yusuf Rumalean telah menjalani persidangan dan telah divonis bersalah sehingga telah memiliki putusan tetap atau inkrah.

Namun karena dalam fakta-fakta selama persidangan terungkap ada lagi oknum-oknum dibalik kasus ini, maka pihaknya akan kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan.

“Minggu ini kita akan segera ambil tindakan hukum terhadap unsur penyerta yakni Ahmad Lapang Rumalean,” janji Kajari.

Baca Juga: Pemkab Bursel Didesak Fungsikan Dermaga Wasalai

Sebelumnya, Kuasa Hukum Penjabat Negeri Rarat Ali Rumauw, minta pihak Kejari SBT untuk menetapkan Bendahara Negeri Rarat Ahmad Lapang Rumalean sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan angaran DD Rarat tahun 2017 hingga 2019.

Pasalnya, dalam fakta persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Ambon yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Christina Tetelepta, sejak 3 Juli 2021 sampai dengan penetapan tersangka pada 9 Juli 2021, telah disebutkan bahwa, Bendahara Negeri Rarat Ahmad Lapang Rumalean juga terbukti bersalah dan dibebankan denda sebesar Rp300 Juta.

“Dalam fakta persidangan yang menghadirkan saksi dari kaur pemerintahan itu sudah jelas, disitu tertuang bahwa pejabat negeri dan bendahara masing-masing mengganti kerugian negara sebesar Rp300 juta, karena total kerugian negara Rp600 Juta. Dari aspek hukumnya telah terbukti, bahwa bendahara turut serta korupsi ADD maupun DD, sehingga dalam persidangan membebankan kepada mereka berdua,” ungkap Rumauw kepada Siwalimanews di Bula, Jumat, (29/1).

Dalam amar putusan tersebut kata Rumauw, tentunya si bendahara turut serta terlibat dalam penyelahgunaan ADD. Olehnya itu, pihak Kejari SBT jangan tebang pilih dalam menetapkan tersangka di kasus ini.

Pasalnya, dalam tuntutan JPU juga demikian, bahwa harus pejabat negeri beserta bendahara mengembalikan kerugian negara masing-masing sebesar Rp300 juta.

“Ini sudah jelas, dimana tuntutan jaksa juga demikian, sebab bendahara juga masuk dalam pasal 55 ayat 1 ke 1, karena turut serta melakukan kejahatan bersama. olehnya itu jangan tebang pilih dalam menetapkan tersangka, apalagi sudah jelas dalam tuntutan JPU maupun putusan pengadilan Tipikor Ambon,” tandasnya.

Jika pihak kejaksaan diam dan tak bersikap, maka tentu akan ada mosi tidak percaya terhadap kinerja Kejari SBT maupun Kejaksaan Negeri Cabang Geser. (S-19)