AMBON, Siwalimanews – Kebijakan Badan Urusan Lo­gistik yang tidak membeli beras lokal dinilai telah memiskinkan petani padi di Maluku.

“Kadang kala kebijakan pe­merintah pusat dalam hal ini Bulog dengan kebijakan tidak bisa dieksekusi oleh Bulog di daerah sehingga memiskinkan petani di Maluku,” ujar Ketua Ko­misi II DPRD Provinsi Malu­ku, Johan Lewerissa kepada Si­walima di Baileo Rakyat Karang Panjang, Rabu (30/8).

Lewerissa menjelaskan, kebi­jakan pemerintah untuk impor beras dari luar negeri memang ada baiknya guna menutupi kapasitas stok beras dalam negeri kurang.

Namun, kebijakan impor beras tersebut telah membuat petani lokal menjadi gigit jari apalagi dengan sejumlah syarat kualitas yang harus dipenuhi oleh petani

Faktanya kata Lewerissa, di Maluku sekitar dua tahun lalu pasca panen petani di Buru dan Seram Utara tidak dibeli oleh Bulog karena berkaitan dengan kualitas beras yang katanya kandungan air lebih tinggi.

Baca Juga: Produk UMKM Ambon Bakal Punya Hak Cipta

Hal ini bertolak belakang dengan kondisi daerah Maluku yang hingga saat ini belum juga memiliki alat untuk menguji hasil produksi petani, sehingga pengujian dilakukan di Sulawesi Selatan.

Dengan rentan kendali yang cukup jauh secara tidak langsung dapat berpengaruh juga terjadi sampel bahan pokok yang harus diuji.

“Kita berulang kali sudah minta kepada pemerintah pusat agar supaya dibangun laboratorium uji hasil produksi, agar bisa diketahui kualitas produk petani gabah sebab petani sangat dirugikan setelah panen dilakukan,” kesal Lewerissa.

Lewerissa mencontohkan tahun 2022 petani  Maluku menghasilkan 5000 ton gabah tetapi tidak bisa dibeli oleh Bulog dan dijual ke daerah sekitar pulau Buru, seperti Maluku Utara dan Sorong.

“Di satu sisi pemerintah mencanangkan Buru sebagai salah satu lumbung pangan nasional tetapi disisi lain hasil produksi petani tidak dibeli oleh pemerintah, ini kan tidak logis,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah di seluruh Indonesia dicanangkan untuk segera menanam padi guna mempersiapkan stok cadangan beras tahun-tahun kedepan, namun lagi-lagi persoalan mutu produk menjadi kendala dan akhirnya impor harus dilakukan.

Lewerissa berharap pemerintah pusat melalui Badan Pangan Nasional dapat membangun laboratorium uji hasil produksi sehingga gabah petani di Maluku dapat menguji hasil pertanian untuk menjadi cadangan beras di daerah Maluku.

Ribuan Ton Beras Diimpor

Guna menekan laju inflasi di Kota Ambon, pemerintah mengimpor beras dari Vietnam sebanyak 4.750 ton.

Pimpinan Wilayah Bulog Maluku-Maluku Utara, Saldi Aldryn mengatakan, beras merek dari Vietnam ini berkualitas medium.

Ribuan ton beras ini akan ditampung di gudang Bulog yang berlokasi di Halong, dan selanjutnya didistribusikan hanya dalam Kota Ambon.

“Ini kita persiapkan hanya untuk Kota Ambon. Ini untuk menjaga laju inflasi yang terjadi di Kota Ambon. Harga dari Bu¬log masih tetap Rp8.900/kg sama seperti yang kita salurkan untuk Kota Ambon dan Maluku pada umumnya,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela penjemputan beras Vietnam yang berlangsung di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, Kamis (3/8)

Dikatakan, selain beras Vietnam juga masuk beras dari Thailand sebanyak 3.500 ton, dan akan dibongkar setelah izin Bea Cukai.

Dengan stok itu, lanjutnya, dimungkinkan akan mencukupi stok beras 2 sampai 3 bulan kedepan. Dan pada September mendatang juga akan masuk sebanyak 5.000 ton. (S-25)