Karamnya Tiga Kasus Korupsi APBD Malteng
Tiga kasus dugaan korupsi APBD Maluku Tengah yang diusut Polres Maluku Tengah sejak tahun 2017, tak jelas penanganannya.
Ketiga kasus tersebut adalah dugaan mark up dana operasional Kecamatan Leihitu tahun anggaran 2015 senilai Rp 17 miliar, pembangunan gedung SMAN 3 Masohi tahun 2015 sebesar Rp 1,5 miliar dan pengadaan kapal fiberglass 30 GT tahun 2010 yang dibiayai anggaran Rp 1,3 miliar.
Diantara ketiga kasus itu, hanya kasus pembangunan gedung SMAN 3 Masohi yang naik penyidikan, itupun hingga kini belum ada penetapan tersangka.
Karamnya tiga kasus korupsi tersebut memberikan indikasi, Polres Mateng tidak seruis dalam mendukung program pemerintah memberantas korupsi. Padahal sebagai aparat penegak hukum, Polres Malteng harus mampu tunjukan taringnya memberantas korupsi. Dan bukan sebaliknya membiarkan tiga kasus korupsi tersebut tak jelas penanganannya.
Ketidakseriusan penanganan tiga kasus korupsi ini, memunculkan opini publik, Polres Malteng diduga melindungi oknum-oknum yang diduga terlibat dalam kasus tersebut dan terkesan menghambat penuntasan ketiga kasus itu.
Baca Juga: Sayur Mengandung e-Colli, Pemda Harus SikapiMiris, kasus yang sudah naik ditingkat penyidikan sampai saat ini belum jelas penanganannya. Mestinya Polres Malteng transparan. Kasus yang sudah ditingkat penyidikan harus diupayakan agar bisa sampai ke pengadilan, dan bukan didiamkan.
Karena itu wajar jika kemudian sejumlah kalangan menilai, Polres Malteng tidak serius atau patut diduga sengaja membiarkan kasus-kasus itu hilang dan tidak lagi dituntaskan.
Masyarakat juga meminta, Polres Maluku Tengah jujur soal kasus-kasus dugaan korupsi yang ditangani. Dan jika tidak menemukan bukti penanganan kasus tersebut maka sebaliknya transparan dan bukan sebaliknya.
Sangat disayangkan sudah dua tahun kasus-kasus dugaan korusi diusut, namun belum satupun tuntas. Polres Malteng haruslah lebih serius dan komitmen menanggani kasus-kasus korupsi. Janganlah kasus-kasus pidana umum yang menjadi prioritas, cepat penanganannya dan sampai ke pengadilan. Sementara kasus pidana khusus terlebih korupsi sengaja didiamkan, apalagi jika dalam kasus tersebut terlibat sejumlah pejabat pemerintah daerah. maka sudah menjadi rahasia umum, ketajaman polisi akan semakin kurang, lalu diam-diam kasus korupsi itupun menjadi hilang, apalagi misalnya jika ada intervensi. Maka independensi polisi sebagai aparat penegak hukum diragukan.
Inilah yang sangat dikhawatirkan, intervensi kekuasaan begitu kuat, yang justru dengan mudah melemahkan penanganan kasus-kasus korupsi yang diusut Polres Malteng.
Apakah dugaan ini benar atau tidak?, itu sangatlah tergantung dari kepolisian itu sendiri untuk serius mengusut kasus ini. Mengapa sampai para pagiat anti korupsi, LSM yang konsen dengan masalah-masalah korupsi maupun pemerhati penegakan hukum lebih mempercayai lembaga anti rusuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus korupsi?, karena komitmen dan keserius lembaga ini sudah sangat teruji dalam menanggani kasus-kasus korupsi.
Mustinya taring lembaga aparat penegak hukum yang lainnya seperti kepolisian sama seperti itu, mengiring siapapun yang terlibat dalam kasus korupsi sampai ke meja hijau. Tetapi sayangnya hal itulah yang belum ditunjukan secara maksimal oleh Polres Malteng. Buktinya tiga kasus korupsi yang ditangani belum satu kasuspun yang tuntas dan sampai di pengadilan.
Inilah catatan kritis bagi Polres Malteng untuk lebih serius, lebih profesional dan menjaga kepercayaan masyarakat dengan menangani kasus-kasus korupsi tersebut dengan maksimal dan sampai ke pengadilan. Masyarakat berhak mengawasi, sikap kritis masyarakat terhadap kinerja Polres Malteng dalam penanganan kasus korupsi, merupakan bagian dari dorongan bagi lembaga penegak hukum ini untuk bisa serius dan profesional menangani kasus-kasus korupsi. (*)
Tinggalkan Balasan