AMBON, Siwalimanews – Kapolda Maluku Irjen Lotharia Latif diminta untuk merespon tindakan yang dilakukan anak buahnya. Pasalnya, selain kapasitasnya sebagai ajudan Gubernur Maluku, I Ketut Ardana juga merupakan seorang anggota Polri yang bertugas di jajaran Polda Maluku.

Untuk itu, tindakan ajudan gubernur yang merampas handphone milik wartawan Molluca TV, yang mana karya jurnalistiknya sebagian telah dihapus, itu jelas merupakan tindakan melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999, khususnya BAB II pasal keseluruhan dari pasal 2-6, dan BAB III pasal 8.

Khusus di pasal ini, jelas tertulis, bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Artinya, bukan sebaliknya, seorang ajudan yang adalah anggota Kepolisian, justru melakukan tindakan seperti itu kepada wartawan yang melekat pada dirinya profesi yang notabene harus dilindungi, bukan malah karya jurnalisnya dihilangkan.

“Selain itu, tindakan itu juga bertentangan dengan Undang-Undang ITE Nomor 11 tahun 2008, BAB III Pasal 5 ayat (2), pasal 6, 7. Ini semoga bisa dimaknai oleh setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dan jika benar ajudan itu dari Polda Maluku, saya berharap Kapolda Maluku juga jangan diam, segera panggil anggotanya itu untuk dimintai pertangungjawaban atas perbuatannya,” ujar wartawan Senior Maluku Vonny Litamahuputty, kepada Siwalimanews, Selasa (12/7).

Ia juga mendukung langkah rekan-rekan Jurnalis yang berada dibawah naungan AJI dan IJTI Maluku, yang memproses kasus tersebut ke rana hukum. Namun dia mengingatkan, bahwa sebagai sesama rekan seprofesi, agar persoalan tersebut dapat ditindaklanjut secara profesional sesuai aturan dan UU yang berlaku, hingga tuntas dan jangan hanya menggertak saja.

Baca Juga: Otoritas Perhubungan Bursel Diingatkan Taati Peringatan BMKG

“Jika teman-teman ingin melanjutkan ke proses hukum, lakukan saja selama semua sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Itu agar menjadi pembelajaran bagi setiap orang agar berhati-hati dalam bersikap,” cetusnya.

Sementara terkait persoalan dimaksud, ia juga minta organisasi profesi wartawan, seperti PWI, agar melaporkan masalah ini ke Dewan Pers.

“PWI Maluku juga harus mensupport teman-teman yang sedang mengalami persoalan seperti ini. IJTI Maluku juga harus segera ambil langkah terkait masalah ini,” tukasnya.

Sementara terkait pernyataan Penjabat Bupati Buru, dirinya meminta agar sebaiknya diikonfirmasi langsung ke penjabat bersangkutan. Jika benar, itu kalimat yang dikirimkannya pada WhatsApp grup OPD, lalu kemudian beredar, dan sudah diketahui publik, terutama wartawan, maka minta pertanggungjawabnya yang disampaikan secara terbuka ke publik, apa maksud dari pernyataan tersebut.

“Saya menduga, dari peristiwa itu, bisa saja hal itu dilakukan untuk menunjukkan jika dia membela atasannya (Gubernur). Tetapi pembelaan itu apakah harus dengan cara memaki  profesi orang lain, saya kira kawan-kawan Pers harus mendesak minta klarifikasi dari yang bersangkutan. Apalagi seorang pejabat publik, jadilah contoh yang baik bagi masyarakat Maluku,”tegasnya.

Tindakan itu lanjut diaa, telah mencoreng nilai-nilai dan etika sebagai seorang pejabat. Hanya karena emosi, hanya karena ingin membela berlebihan, sampai terkesan mencari muka, kemudian lupa diri dan lakukan hal-hal diluar kesopanan dan etika.

Wartawan Senior lainnya Novi Pinatoan menegaskan, dari peristiwa kunjungan Gubernur Maluku Murad Ismail ke Kabupaten Buru, dimana terjadi salah satu insiden yakni ajudan gubernur menghapus video seorang wartawan yang mengambil gambar saat gubernur mengajak warga yang demo berkelahi serta perkataan penjabat Bupati Buru yang menyebut wartawan dengan kata yang tak senonoh di grup WA OPD menandakan sang ajudan maupun penjabat bupati ini “buta” terhadap tugas dan fungsi Pers atau wartawan.

Hal ini kata Novi, tentu sangat disesalkan, karena ajudan gubernur dan penjabat bupati, sebagai pendamping gubernur dan pejabat publik, mestinya harus tahu dan paham, bahwa pers atau wartawan bekerja berdasarkan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers Nasional.

Dalam UU Pers pada Bab 1 pasal 1 berbunyi Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia, serta yang dimaksud wartawan, adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.

“Kemudian di BAB II tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers, pada pasal 2 disebutkan, kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum, dan pasal 3 dijelaskan, Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Itu jelas,” jelasnya.

Sementara pada pasal 4 lanjut Novi, juga disebutkan bahwa,  kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, terhadap Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran dan untuk menjamin kemerdekaan Pers, maka Pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Sedangkan di pasal 6, Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

“Kemudian di BAB III tentang wartawan, di pasal 8 dijelaskan, wartawan dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Sedangkan di BAB VIII tentang ketentuan pidana pada pasal 18 dijelaskan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,” urainya.

Dengan demikian, maka sesuai UU Nomor 40 tahun 1999 sudah jelas, bahwa wartawan dalam bekerja, dilindungi oleh UU. Karena itu, seharusnya semua pihak paham dan jangan sok berkuasa.

“Jelas ajudan Gubernur Maluku dan Penjabat Bupati Buru keliru dan dapat diproses hukum. Pers itu mitra pemerintah. Fungsinya kontrol. Jangan alergi pers seperti orde lama atau orde baru. Sekarang orde reformasi dan informasi. Ubahlah pola pikir usang itu,” pintanya. (S-25)