AWAL Juni 2023 suasana libur panjang nasional begitu meriah di Jakarta dengan antusiasnya warga menyaksikan ajang balap mobil listrik Jakarta E-Prix atau Formula E tanggal 3 dan 4 Juni 2023 yang lalu. Penyelenggaraan balapan Formula E tahun ini dirasakan berbeda dari sebelumnya, yakni para pihak yang selama ini menghujatnya sekarang justru berada pada barisan pendukung. Terselenggaranya perhelatan Formula E untuk kedua kalinya dengan nakhoda yang berbeda secara tersirat mengirim pesan kepada KPK tidak mungkin terjadi peristiwa korupsi dalam pengelolaan Formula E. Suksesnya penyelenggaraan Formula E sebanyak dua kali ternyata belum bisa membuat Anies Baswedan bernapas lega. KPK ternyata masih kukuh menggunakan instrumen hukum sebagai sandera yang diharapkan dapat menghentikan langkah Anies sebagai calon presiden. Kendati Formula E yang telah menelan korban 1 deputi, 2 direktur, dan 1 koordinator wilayah pada KPK, pimpinan KPK tetap berkeras melanjutkan proses penyelidikan Formula E. Tampaknya Anies Baswedan harus melalui jalan terjal dan berliku dari segala penjuru menuju kursi kepresidenan antara lain menyematkan kasus hukum kepadanya. Banyaknya jerat yang dipasang, dan berbagai jalan yang ditempuh untuk menjadikan Anies Baswedan tersangka menimbulkan kesan kepada publik, bahwa KPK tidak percaya diri terhadap tindakan yang dilakukan dalam menangani perkara korupsi Formula E.

Enam skenario yang dimainkan KPK Argumentasi berikut ini mencoba menganalisis enam skenario berada pada jalur yang sesat yang dimainkan KPK untuk menersangkakan Anies Baswedan. Pertama, menggunakan asumsi yang menyatakan perbuatan pidana telah dilakukan Anies Baswedan dalam pelaksanaan Formula E karena tidak dianggarkan pada APBD. Faktanya, ternyata telah dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2019. Proses penganggarannya sudah sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kedua, pembayaran uang muka biaya penyelenggaraan Formula E mendahului Perda APBD. Dalam kenyataannya, pembayaran belanja biaya penyelenggaraan Formula E justru dilakukan setelah rancangan Perda APBD disetujui DPRD dalam proses evaluasi Kemendagri. Pembayaran biaya penyelenggaraan diatur dalam klausul perjanjian/perikatan dengan organisasi/badan internasional yang dikecualikan dari pengaturan Perpres No 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah cukup disesuaikan dengan perjanjian kedua belah pihak. Pembayaran tersebut merupakan persyaratan untuk dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang disepakati. Perpres No 16/2018 yang membolehkan pembayaran ini sesuai kesepakatan menepis sangkaan adanya perbuatan korupsi. Ketiga, penggunaan utang mendanai Formula E dinilai menyimpang dari regulasi pengelolaan keuangan. Menurut PP No 56/2018 tentang Pinjaman Daerah, pinjaman jangka pendek tidak tergolong sebagai penerimaan dan pengeluaran pembiayaan APBD. Dengan demikian, pinjaman untuk biaya penyelenggaraan Formula E tidak perlu dianggarkan dalam APBD, tidak perlu persetujuan DPRD, dan tidak melanggar regulasi yang ada. Keempat, pelaksanaan balapan Formula E tahun 2023 dan 2024 yang melewati masa jabatan Gubernur DKI dinilai menyalahi regulasi tidak benar. Awalnya perhelatan Formula E dilaksanakan sebelum masa jabatan Anies Baswedan berakhir, tetapi tertunda menjadi 2022, 2023, dan 2024 karena terjadinya keadaan darurat (kahar) pandemi covid-19. Kondisi pandemi covid secara yuridis, yang menjadi dasar penundaan melewati masa jabatan Anies Baswedan tidak menyalahi ketentuan. Kelima, dugaan kemungkinan adanya kickback pembayaran biaya penyelenggaraan Formula E dari Formula E Operation kepada Anies Baswedan diduga mendorong KPK melakukan pengecekan dan konfirmasi, dalam proses penyelidikan ke pihak Formula E Operation Limited. Padahal, standar audit dan standar akuntansi untuk Formula E Operation Limited sebagai perusahaan publik di Inggris diterapkan demikian ketat sesuai tuntutan transparansi dan akuntabilitas.

UK Bribery Act UU antikorupsi di Inggris memberikan yurisdiksi ekstrateritorial untuk mengejar pelanggaran yang dilakukan di luar negeri. Mengingat sanksi larangan melakukan penawaran dan kontrak penyelenggaraan balapan, maka rasanya tidak mungkin pihak Formula E Operations Limited yang menyelenggarakan puluhan kali balapan di seluruh dunia mau melakukannya. Keenam, mempertimbangkan kerugian yang diderita PT Jakpro dalam penyelenggaraan Formula E sebagai event organizer perhelatan balapan Formula E dimasukkan ke delik pidana. Keuntungan dan kerugian merupakan konse­kuensi logis dalam pengelolaan perusahaan sepenuhnya wilayah hukum perdata. Dengan de­mikian, perhitungan laba rugi akuntansi pertanggungjawaban keuangan PT Jakpro atas penyelenggaran balapan Formula E tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti hukum perbuatan tindak pidana korupsi. Argumentasinya ialah kerugian perusahaan apabila tidak berkaitan perbuatan melawan hukum tidak memenuhi unsur pidana korupsi seba­gaimana diatur dalam UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seba­gaimana diubah dengan UU No 20/2001.

Untuk menghitung keuntungan dari penyelenggaraan balapan Formula E tidak dapat diperoleh dari laporan keuangan PT Jakpro karena tujuan penyelenggaraan balapan ini bukan mengejar keuntungan komersial yang bersifat bisnis, tetapi keuntungan sosial untuk perekonomian daerah dan kemaslahatan masyarakat. Kajian dampak ekonomi penyelenggaraan Formula E di Jakarta oleh INDEF membuktikan dampak penye­lenggaraan Formula E terhadap perekonomian daerah dan nasional sebesar Rp2,63 triliun. Sebagai perbandingan, dampak ekonomi yang dihasilkan Formula E berada jauh di atas Motor GT Mandalika yang diselenggarakan pada tahun yang sama. Dari ke­enam skenario di atas, kenya­taannya tidak memenuhi unsur pidana korupsi. Saksi ahli pidana, juga telah dihadirkan untuk mendukung delik pidana yang akan disematkan kepada Anies Baswedan. Gelar perkara pena­nganan kasus dugaan korupsi Formula E telah belasan kali ternyata belum menemukan dua alat bukti yang cukup dan sah.

Penuh rekayasa Dugaan rekayasa penanganan kasus semakin merebak, terbuka, dan sulit menepis opini publik bahwa KPK tidak lagi independen dan objektif. Konflik internal di tubuh KPK dan pelanggaran etik pim­pinan KPK yang mencuat ke publik memunculkan kesan du­gaan kasus ini penuh rekayasa. BPK yang biasa tiap melakukan pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) tidak menemukan peristiwa pelanggaran hukum. Perlu dicatat, transaksi keuangan mengenai Formula E tercatat dalam Laporan Keuangan Pemprov (LKPD) tahun 2019 sd 2022 yang telah dinyatakan WTP dalam LHP BPK. Pemeriksaan BPK atas LKPD DKI Tahun 2022 dilaksanakan di tengah gencar­nya pengusutan kasus dugaan korupsi Formula E, yakni Ketua KPK dan dua komisioner me­minta BPK melakukan audit investigasi pada penghujung tahun 2022 yang silam.

Baca Juga: Mengukur Untung dan Rugi Dedolarisasi

Pada saat kedatangan pim­pinan KPK itu ke BPK, proses audit atas LKPD DKI tahun 2022 belum dilaksanakan. BPK menilai KPK tidak dapat menyampaikan bukti yang cukup sebagai dasar pelaksanaan audit investigasi sesuai Peraturan BPK No 1/2020 yang mengatur ketentuan menerima atau menolak audit investigasi atas permintaan instansi penyidik. Apabila BPK menilai KPK dapat menunjukkan adanya pelanggaran hukum, tentunya menerima permintaan KPK dan melakukan audit investigasi. Faktanya bukti penyimpangan tidak ada dan BPK juga tidak menemukan penyimpangan dan kesalahan yang cukup material sehingga opini WTP atas LKPD Tahun 2022 kembali diraih Pemprov DKI enam kali berturut-turut setelah lima tahun sebelumnya mendapat WDP.

Dari uraian di atas, KPK menghadapi kenyataan keenam skenario yang dijalankan untuk menjerat Anies Baswedan menemukan jalan buntu. Hal ini sebagai pertanda KPK telah memilih jalan sesat dalam penanganan korupsi Formula E. Perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK alih-alih menya­darkan mereka untuk menangani perkara korupsi secara profe­sional, adil, dan tidak tebang pilih. Malahan, makin menambah sesatnya penanganan dugaan korupsi Formula E. Saran terbaik untuk pimpinan KPK ialah meng­hentikan penanganan perkara ini dan fokus menuntaskan beberapa kejahatan luar biasa yang aroma korupsinya mengusik rasa keadilan di masyarakat. Sudah saatnya menangani setiap kasus korupsi secara profesional, objektif, dan independen dan kembali ke jalan yang benar bagaikan dewi keadilan dalam mitologi Yunani.Oleh: Hamdani Akademisi Departemen Akuntansi FEB Universitas Andalas/Pakar Keuangan Daerah Staf Ahli Mendagri Tahun 2014-2022. (*)