AMBON, Siwalimanews – Tiga Terdakwa kasus ko­rupsi alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) Karlutukara, Ke­camatan Seram Utara Barat, Kabupaten Malu­ku Tengah yakni mantan Raja Negeri Karlutukara, Matheos Erbabley, ben­dahara Theo Hengky Aliputy serta sekertaris Hengky Rumawagtine dituntut masing masing empat tahun penjara.

Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum Asmin Hamja dalam si­dang lanjutan yang di­laksanakan secara virtual di Pengadilan Negeri Ambon Selasa (6/4) yang dipimpin Hakim Felix R Wuisan.

Dalam tuntutan terse­but, JPU mengungkap­kan tuntutan empat tahun penjara layak diberikan kepada tiga terdakwa, karena ketiganya terbukti melakukan perbuatan melawan hukum meng­gu­nakan ADD dan DD tanpa didukung bukti dan tidak ada realisasi kegiatan atau pengadaan barang sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberan­ta­san tindak pidana korupsi seba­gaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang peru­bahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH pidana jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

“Meminta majelis hakim menja­tuhkan hukuman empat tahun penjara dipotong masa tahanan kepada masing masing terdakwa karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara,” pungkas Hamza.

Selain hukuman kurungan pen­jara, tiga terdakwa juga dituntut membayar denda Rp. 5 juta subsi­der satu bulan serta uang peng­ganti Rp.215 juta. Jika para terdakwa tidak mampu membayar, maka diganti dengan hukuman enam bulan kurungan penjara.

Baca Juga: Jaksa Terus Genjot Pemeriksaan Korupsi MTQ Bursel

Usai menyampaikan tuntutan, hakim kemudian mengakhiri sidang untuk dilanjutkan kembali pekan depan dengan agenda pembelaan dari terdakwa.

Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa menyebutkan, pada pertengahan bulan Juni sekitar tahun 2015, Karlutukaara mendapatkan DD sebesar Rp 271 juta dan ADD Rp. 87,7 juta. Totalnya senilai Rp. 360  juta.

Selanjutnya pada tahun 2016, Karlutukara mendapatkan DD sebesar Rp 608 juta dan ADD sebesar Rp 102 juta. Totalnya Rp. 711 juta. Uang itu dicairkan secara bertahap.

Pada tahun 2015 uang dicair­kan sebanyak tiga tahap. Tahap pertama sebesar 40 persen, ta­-hap kedua 40 persen, dan tahap ketiga sebesar 20 persen. Se­-dangkan pada tahun 2016, pe­-nya­luran DD dilakukan dua tahap yakni tahap pertama 60 persen dan tahap kedua 40 persen.

“Terdakwa Matheos secara sepihak mencairkan dana desa, tanpa melibatkan badan saniri negeri. Padahal dana desa harus dilakukan sesuai dengan permusyawaratan,” beber jaksa.

Hal itu diketahui, karena pada tahun 2015 dan 2016 tidak ada berita acara musyawarah antara pejabat pemerintahan negeri dan perangkat saniri negeri Karlutukara, Kecamatan Seram Utara Barat.

“Alasan para terdakwa karena mereka belum percaya kepada kepala seksi dari masing-masing bidang untuk mengelola anggaran DD. Sehingga hanya bendahara dan sekretaris yang diperintahkan untuk mengelola dana tersebut untuk dibelanjakan mata kegiatan,” ujar jaksa.

Para terdakwa memiliki uang yang bersumber dari DD dan mereka tidak mencatat dalam buku kas umum dan buku kas pembantu. Juga tidak ada bukti penyerahan uang tersebut, karena

mereka belum mengetahui terkait administrasi keuangan negeri.

Berdasarkan hasil audit dari BPKP Maluku, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus tersebut senilai Rp. 215 juta. Selain itu, tidak ada bukti realisasi penggunaan anggaran dana desa dan alokasi dana desa, yang mana tidak sesuai dengan pihak-pihak penerima kegiatan atau belanja barang sebagaimana tertuang dalam rancangan anggaran belanja (RAB), sehingga terjadi penggelembungan harga barang.

“Jadi nota didalam pembuatan laporan pertanggungjawaban anggaran tersebut dilakukan seolaholah ada kegiatan pernyataannya tidak pernah dilakukan atau kegiatan yang fiktif,” kata jaksa.

Para terdakwa juga menulis jumlah barang dan jumlah harga belanja barang yang kenyataannya seluruhnya tidak benar, karena jumlah barang harga tidak sesuai dengan harga yang ada di toko. Juga tidak pernah diterima oleh pihak penerima toko.

Para terdakwa membuat mark up harga belanja pada kuitansi dan nota belanja dan membuat kuitansi dan nota belanja yang belum tertulis jumlah uang kepada para penerima untuk tanda tangan.

Sesuai RAB uang itu harusnya dilakukan untuk pembangunan jalan setapak sepanjang 300 meter pembangunan sarana dan prasarana serta pembangunan jalan tani. Namun pekerjaan itu tidak selesai. (S-45)