AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku sementara menyiapkan dokumen audit Rumah Sakit Haulussy ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku.

Dokumen-dokumen audit itu menyangkut dugaan korupsi jasa medical check up di RS Haulussy. Kuat dugaan anggaran untuk jasa medical check up itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga mencakup dugaan penyimpangan anggaran pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS milik daerah tersebut.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengungkapkan, tim penyidik Kejati Maluku intens melakukan koordinasi dengan pihak BPKP Perwakilan Maluku dalam rangka audit perhitungan kerugian negara pada kasus dugaan korupsi di RS Haulussy Ambon.

“Dalam rangka proses perhitu­ngan dugaan perhitungan kerugian, tim audit BPKP Maluku intens me­lakukan koordinasi, klarifikasi dan upaya lainnya,” ungkap Wahyudi kepada Siwalima di Ambon, Selasa (13/9).

Baca Juga: Jaksa Ungkap Peran Terdakwa Korupsi Puskesmas Karaway

Dikatakan, saat ini dokumen audit sementara dilengkapai sesuai dengan permintaan auditor. “Semua­nya sementara disiapkan termasuk juga diantaranya dokumen yang dibutuhkan oleh tim audit,” ujarnya.

Periksa Belasan Nakes

Seperti diberitakan sebelumnya, Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku bersama dengan Badan Peng­awasan Keuangan dan Pemba­ngunan (BPKP) Perwakilan Maluku telah memeriksa belasan tenaga medis RS Haulussy Ambon.

Pemeriksaan tersebut merupakan bentuk klarifikasi untuk kepentingan perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP Perwakilan Maluku, terkait dugaan korupsi jasa medical check up di RS Haulussy.

Kuat dugaan anggaran untuk jasa medical check up itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga mencakup dugaan penyimpangan anggaran pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS milik daerah tersebut.

Permintaan audit jaksa dimaksud­kan untuk mengungkap dugaan kebobrokan aparatur di RS tertua di Maluku itu.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang dikonfirmasi membenarkan, belasan tenaga medis pada Selasa (6/9) telah diperiksa.

Kata dia, pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejati Maluku antara BPKP dan tim penyidik Kejati.

“Kemarin itu klarifikasi terhadap saksi yang telah dilakukan pemerik­saan sebelumnya, klarifikasi dimak­sud terhadap tenaga medis, dokter, perawat dan staf administrasi, be­lasan orang,” ujarnya sembari eng­gan berkomentar lebih jauh soal kasus tersebut.

Untuk diketahui, pemeriksaan terhadap belasan tenaga medis ter­masuk para dokter itu karena mere­kalah yang melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Calon Kepala Daerah (Calkada) dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Pro­vinsi Maluku tahun 2016-2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilaksa­nakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Ha­lussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, ter­catat empat kabupaten yang melak­sanakan Pilkada, dimana seluruh­nya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk mengetahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu peme­riksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa diantara­nya, dua mantan petinggi Dinas Ke­sehatan Maluku dan RS Haulussy adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Di­nas Kesehatan Provinsi Maluku, ku­run waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, penyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuankotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pembayaran jasa pemeriksaan ke­sehatan, salah satunya pelaksanaan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2016 hingga 2020.

Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan pra­sarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah mem­veri­fikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah veri­fikasi barulah Kementerian Kese­hatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus ter­sebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terve­-rifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)