AMBON, Siwalimanews – Maluku masuk dalam daf­tar lima provinsi di Indonesia dengan inflasi tertinggi yakni mencapai 6,7 per­sen.

Provinsi  Maluku berada diurutan ke-4 setelah Jambi uratan pertama dengan tingkat inflasi 7,7 persen, kedua, Sumatera Barat (7,1) persen, Ketiga Kalimantan Tengah (6,9) persen.

Setelah Maluku urutan keempat, selan­jutnya Papua, (6,5) persen berada diurutan kelima, keenam, Bali ( 6,4) persen, Tujuh, Bangka Belitung (6,4) persen, delapan, Aceh (6,3 per­sen) Sembilan, Sulawesi Tengah (6,2) persen dan sepuluh, Kepu­lauan Riau dengan inflasi 6 persen.

Tingginya tingkat inflasi pada 10 Provinsi ini diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo saat memberikan arahan mengenai pengendalian inflasi dengan seluruh kepala daerah di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, (12/) sebagaimana dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta

Jokowi memberikan sentilan itu karena menginginkan inflasi di Indonesia berada di bawah angka lima persen meskipun terimbas kenaikan harga bahan pokok akibat melonjaknya harga BBM.

Jokowi menegur 10 provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat inflasi tertinggi dan meminta agar pemerintah setempat segera melakukan intervensi agar inflasi dapat ditekan.

DPRD Minta Kerjasama

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Aziz Sangkala meminta seluruh pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Maluku untuk bekerja sama mengintervensi lajunya inflasi.

Hal ini disampaikan Sangkala saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (13/9) merespon masuknya Maluku kedalam sepuluh daerah dimana Maluku berada di urutan keempat dengan tingkat inflasi tertinggi di Indonesia.

Presiden Joko Widodo, kata Sangkala, telah mengarahkan Pemda untuk dapat mengintervensi agar laju inflasi ini tidak meningkat terus dengan memberikan subsidi pada sektor yang menjadi sumber inflasi.

Sektor yang masih menyumbang inflasi di Maluku kata Sangkala diantaranya, kenaikan harga cabai dan harga bawang yang tidak dapat dihindari akibat masih tingginya cuaca pada beberapa daerah penghasil.

Intervensi lapangan ini mestinya dilakukan secara bersama oleh Pemerintah Provinsi Maluku maupun kabupaten dan kota, sebab inflasi yang terjadi akibat dari meningkatnya harga barang ditengah menurunnya daya beli masyarakat.

“Ini juga harus sharing antara Pemprov dan kabupaten/kota karena inflasi bukan punya provinsi atau kabupaten   sendiri, tetapi disebabkan oleh daya beli masyarakat yang lagi menurun ditengah harga barang yang cukup tinggi,” tegas Sangkala.

Lanjut Sangkala, arahan presiden sangat jelas agar pemda menggunakan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk dapat mensubsidi sektor yang menyumbang inflasi artinya cadangan Dana BTT juga harus memadai.

Sementara persoalan yang terjadi Dana BTT selama ini dialokasikan dalam konteks penanggulangan bencana, baik dalam maupun sosial maka dikhawatirkan ketersediaan cadangan Dana BTT pun                 mulai menipis bila diarahkan untuk bisa mengcover persoalan ini.

Menurutnya, jika cadangan Dana BTT sudah menipis maka harus dibuka ruang dalam perubahan APBD agar pemerintah daerah menambah dana BTT, guna membantu mengintervensi agar inflasi tidak jauh meningkat.

“Prinsip mendukung belanja tak terduga untuk menekan inflasi tetapi arahan presiden itu dikuatkan dengan regulasi tertulis dari Kementerian Dalam Negeri, sehingga menjadi dasar hukum bagi Pemda untuk bertindak,” ujar Sangkala.

Sangkala juga mendesak Disperindag Provinsi maupun kabupaten/kota untuk gencar melakukan operasi pasar dengan tujuan, untuk mengimbangi dan membantu masyarakat yang kesulitan akibat kenaikan harga barang.(S-20)