Jaksa & Polisi Diminta Usut PT Bipolo Giding
AMBON, Siwalimanews – PT Bipolo Giding perusahaan daerah milik Pemkab Bursel ternyata menyimpan banyak masalah. Salah satunya utang bahan bakar minyak (BBM) pada PT Samudera Pratama Jaya (SPJ) sampai sekarang belum terbayarkan.
Hal ini membuat anggota DPRD Maluku dapil Kabupaten Buru dan Buru Selatan, Michael Tasane meminta, aparat penegak hukum mengusut PT Bipolo Giding.
Tasane menyayangkan sikap PT Bipolo Giding dan Pemerintah Kabupaten dibawah kepemimpinan Bupati Safitri Malik Solisa yang enggan membayar hutang kepada PT Samudera Pratama Jaya.
Akibat dari sikap PT Bipolo Giding dan Pemkab Buru Selatan, lanjut Tasane telah menyengsarakan masyarakat yang ingin melakukan perjalanan karena tidak dapat menggunakan sarana angkutan laut KMP Bipolo Giding, karena tidak ada anggaran operasional
Dijelaskan, pihak PT Bipolo Giding maupun Pemerintah Kabupaten Buru Selatan mestinya kooperatif dan beretikat baik untuk membayar hutang kepada PT SPJ sebagai penyuplai BBM kepada KMP Bipolo Giding, sebab selama ini telah banyak membantu operasional pelayaran dengan memberikan kompensasi.
Baca Juga: Jaksa Koordinasi Inspektorat Hitung Kerugian Negara Kasus InamosolBukan sebaliknya menunjukkan sikap tidak terpuji dengan tidak membayar hutang yang mencapai 530 juta rupiah. Artinya, jika anggaran telah tersedia maka harus dibayar sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak ketiga.
“Kita sangat sesalkan kalau kejadian seperti ini terjadi, kenapa karena sangat menggangu aktivitas pelayanan dan masyarakat yang dirugikan, mestinya perusahaan maupun Pemkab harus tegas dan membayar,” ungkap Tasane kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (28/11).
Menurutnya, jika PT Bipolo Giding tidak ingin melunasi hutang kepada PT SPJ maka salah satu jalan hanya aparat penegak hukum melakukan pengusutan terhadap persoalan ini, karena berkaitan langsung dengan keuangan daerah yang diduga disalahgunakan.
Pihak PT SPJ jangan tinggal diam, artinya jika PT Bipolo Giding melakukan wanprestasi maka unsur perbuatan melawan hukum sudah ada dan harus ditindaklanjuti dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum, agar pihak-pihak yang terlibat dapat dimintakan pertangungjawaban
“Kalau persoalan demikian maka lebih baik dilaporkan saja kepada aparat penegak hukum, agar diketahui oknum-oknum yang mengatur persoalan ini, jangan tinggal diam,” tegas Tasane.
Lanjut Tasane, Pemerintah Kabupaten Bursel tidak boleh menutup mata dan melepas tangan dari persoalan ini, sebab hutang yang dilakukan PT Bipolo Giding terjadi atas persetujuan bupati maka pertangungjawaban hukum mesti ada dari pihak pemerintah.
Tasane pun berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara arif dan bijak oleh PT Bipolo Giding maupun Pemerintah Kabupaten Bursel, agar tidak merugikan masyarakat apalagi menjelang natal dan tahun baru.
Utang BBM tak Dibayar
Seperti diberitakan sebelumnya, PT.Bipolo Giding, perusahaan daerah milik Pemkab Bursel ternyata menyimpan banyak masalah. Salah satunya utang bahan bakar minyak (BBM) pada PT Samudera Pratama Jaya (SPJ) sampai sekarang belum terbayarkan.
Celakanya, akibat hutang yang menumpuk, KMP Bipolo Giding tidak beroperasi. Kapal ferry itu seharusnya dijadwalkan berangkat dari Pelabuhan Galala menuju Namrole Jumat (25/11).
Kapal batal berangkat lantaran tidak ada BBM. Kapal tersebut bergantung pada suplay BBM dari PT SPJ yang mengantongi lisensi dari Pertamina. PT.SPJ sendiri tidak mau menyuplay BBM sebelum hutang mereka dibayarkan.
Pantauan Siwalima, warga Bursel yang hendak pulang ke Namrole menggunakan jasa KMP Bipolo ngamuk. Mereka memprotes kinerja kapal tersebut. Salah seorang warga yang enggan dikorankan mengaku kecewa.
“Kami kecewa, kapal ini informasinya harus operasi hari ini (Jumat-red), tapi ternyata kapal tidak jalan, seng ada BBM. Kami ini mau Natal, kalau kapal ini tidak jalan, kami harus gunakan angkutan apa lagi. Dengan pesawat kami tidak ada uang,” ungkap sejumlah penumpang dengan raut wajah sedih.
Kabarnya, dana operasional KMP Bipolo Gidin diduga diselewengkan. Alhasil kapal ferry yang bernaung dibawah Pemerintah Kabupaten Bursel dan dikelola langsung oleh BUMD PT Bipolo Giding itu bermasalah.
Dana operasional ratusan juta yang seharusnya disetor ke PT.SPJ guna melunasi hutang BBM diduga diselewengkan oknum-oknum perusahaan daerah tersebut. Akibatnya, kapal tidak beroperasi lantaran tak ada BBM.
Usut punya usut, kapal milik Pemkab Bursel ini sejak awal melakukan perjanjian kerja sama jual beli BBM dengan PT.SPJ pada 2020. PT.SPJ sendiri merupakan perusahaan milik Alfred Betaubun.
Pengusaha berhati mulia itu sudah berupaya memberikan kompensasi hingga akhirnya Bipolo Gidin meminta untuk mencicil hutang BBM, namun sayangnya tidak digubris manajemen pihak Bipolo Gidin.
Anehnya, Bupati Bursel, Safitri Malik Soulisa enggan melunasi hutang senilai Rp 530 juta ke pihak PT SPJ, dengan alasan menjadi tanggung jawab kepemimpinan mantan Bupati Bursel, Tagop Soulisa yang adalah Suaminya sendiri.
Sebelumnya jumlah hutang Bipolo Gidin ke PT SPJ senilai Rp 699.780.000. Pihak Bipolo Giding baru melunasi separuh hutang ke PT.SPJ melalui cicilan pada Maret 2021 senilai Rp 175 juta rupiah. Sehingga sisa yang harus dibayar sebesar Rp 530 juta.
Sebagai perusahaan daerah, diduga Bipolo Gidin jelas sudah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyelewengkan keuangan daerah. Hal itu didasarkan pada operasionalisasi kapal didapatkan dari penyertaan modal daerah yang bersumber dari keuangan daerah tiap tahun angaran berdasarkan Perda Kabupaten Bursel.
Selain penyertaan modal daerah, untuk usaha PT Bipolo Gidin khusus operasional KMP Bipolo Gidin, dalam rangka usaha angkutan penyeberangan laut, PT,Bipolo Gidin memperoleh subsidi kapal perintis dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XXIII Kementerian Perhubungan Republik Indonesia sesuai aktivitasnya yang mana pada 2020 itu sebesar Rp 972 juta.
Aneh bin ajaib dana sebesar itu Bipolo Gidin tidak mampu melunasi hutang BBM ke pihak PT. SPJ di Ambon. Direktur Utama PT,Bipolo Gidin, Haji Hamid yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya perihal hutang piutang pada PT SPJ, Minggu (27/11), membenarkannya.
Haji Hamid menjelaskan, dirinya baru diangkat menjadi Dirut Bipolo Gidin. Sampai saat ini pun belum dilakukan serahterima jabatan dari pejabat lama kepada dirinya. Oleh karena itu, menyangkut utang piutang yang melibatkan PT Bipolo Gidin dengan PT SPJ belum diketahui secara detail.
“Saya tahu itu kalau ada utang di pihak SPJ. Nah, ini kan masalah terjadi saat kepemimpinan pejabat atau Dirut lama. Cuma saya mau meminta kepada pak Alfred Betaubun, tolong kami masyarakat Bursel. Kapal tidak operasi karena tidak ada BBM. Dan yang bisa suplay BBM ke kapal kami itu hanya perusahaan pak Alfred, karena ada lisensi dari Pertamina. Kapal juga tidak mendapatkan subsidi lantaran tidak beroperasi. Ini saya dilema, apalagi mau masuk Natal. Semoga pak Alfred Betaubun mau membantu kami. Hanya pak Alfred saja yang bisa menyelesaikan keberangkatan kapal kami ini. Beliau orang baik, hanya saja soal utang itu kan dimasa kepemimpinan pejabat lama,’ ungkap Haji Hamid.
Sedangkan Direktur Utama PT SPJ, Alfred Betaubun saat dikonfirmasi menyerahkan sepenuhnya kasus yang menimpa perusahaannya itu kepada kuasa hukumnya. “Silahkan dengan kuasa hukum saya aja bu,” kata Alfred diujung telepon.
Informasi yang dihimpun, Bipolo Gidin utang BBM ke PT SPJ atas persetujuan Bupati Tagop Sudarsono Soulisa kala itu dengan disertai Surat Persetujuan mencari pinjaman dari pihak ketiga yang ditandatangani Sekda Bursel.
Dalam perjalanan ketika timbul masalah, Bupati Tagop langsung menggantikan Dirut PT.Bipolo Gidin dari Edison Hukunala kepada Haji Hamid. Padahal, seharusnya jika bupati menemukan masalah penyelewengan operasional dalam manajemen Bipolo Gidin, bupati seharusnya melakukan proses hukum. Sebab faktanya dana operasional kapal ada, tapi dipakai untuk kepentingan pribadi oknum-oknum di PT Bipolo Gidin.
Kepada Siwalima melalui rilisnya Minggu (27/11), Kuasa Hukum PT.SPJ, Joseph Latuheru menjelaskan, kliennya sangat dirugikan atas ulah Bipolo Gidin. Latuheru menegaskan, pihaknya akan menempuh jalur hukum terhadap organ PT,Bipolo Gidin karena diduga sudah melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurutnya, langkah kliennya menempuh jalur hukum baik pidana khusus maupun pidana umum dengan pertimbangan rasional, Bipolo Gidin merupakan BUMD dalam kedudukan hukum sebagai perusahaan umum daerah dan bukan perusahaan perseroan daerah.
Sebagai perusahaan umum daerah, Bipolo Gidin untuk operasionalisasinya mendapat pernyataan modal daerah yang bersumber dari keuangan daerah Kabupaten Bursel pada tiap tahun anggaran sebesar Rp 500 juta berdasarkan Perda Kabupaten Bursel Nomor 1 Tahun 2018.
Hal lainnya, Bipolo Gidin dalam rangka usaha angkutan penyeberangan laut, juga mendapatkan sub sidi kapal perintis dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XXIII Kementerian Perhubungan sesuai aktivitasnya, dimana untuk tahun anggaran 2020 bantuan subsidi sebesar Rp 972 juta.
Latuheru menjelaskan, Pengurus PT,Bipolo Gidin sebagai BUMD Kabupaten Bursel dilakukan oleh organ BUMD yang terdiri dari Bupati atau kepala daerah selaku kuasa pemilik modal (KPM).
Selanjutnya Dewan Pengawas dan Direksi yang diangkat oleh KPM, sehingga secara kolektif kolegial bertanggung jawab sesuai dengan fungsi masing-masing dalam hal operasional dan pengelolaan keuangan pada BUMD tersebut.
Penyertaan modal daerah Kabupaten Bursel lanjut Latuheru untuk kegiatan usaha PT.Bipolo Gidin maupun subsidi dari BPTD Wilayah XXIII Kementerian Perhubungan, besarnya milyaran rupiah.
Namun pengelolaannya untuk melunasi kewajibannya kepada PT.SPJ yang hanya sebesar Rp 500 juta lebih atas pasokan BBM guna operasional usaha angkutan laut sejak 9 Oktober 2020 sampai dengan 2 November 2020 bahkan sampai saat ini tidak dilaksanakan untuk pelunasannya. Hanya janji-janji saja dengan berbagai rangkaian kata yang tidak ada realisasi secara nyata.
Latuheru mengatakan, sangat beralasan hukum pihaknya menduga keras telah terjadi perbuatan melawan hukum dalam hal pengelolan keuangan negara dan daerah pada operasional PT. Bipolo Gidin selaku BUMD milik Pemkab Bursel
Dimana selaku BUMD yang berbadan hukum sebagai Perusahaan Umum Daerah, jelas kegiatan usahanya berdasarkan PP Nomor 54 Tahun 2017 junto Permendagri Nomor 118 Tahun 2018.
Sedangkan pengelolaan keuangannya bersumber pada keuangan daerah dan keuangan negara berdasarkan prinsip-prinsip keuangan negara, perbendaharaan negara dan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 tahun 2004 junto PP Nomor 12 tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.
“Jadi jelas bahwa ada regulasi yang dibuat dalam bentuk Perda dengan substansi yang sangat prinsip telah menyimpang dari peraturan pemerintah sebagai ketentuan yang lebih tinggi. Dan hal ini diduga keras merupakan modus operandi. Apabila tergerus uang negara dan uang daerah dalam pengelolaan usaha PT.Bipolo Gidin, yang mana dari penyertaan modal daerah maupun subsidi kapal perintis, akibatnya terdapat perbuatan melawan hukum. Maka modus operandi dimaksud, dijadikan dalil untuk berdalih sebagai konsekuensi usaha atau resiko usaha,” ungkap Latuheru.
Menurut Latuheru, perspektif ini seyogyanya aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Tinggi Maluku maupun Polda Maluku harus proaktif untuk bertindak cepat dan segera, tanpa lebih dahulu menunggu adanya laporan dari masyarakat.
“Ini rananya sudah penyelewengan keuangan negara dan daerah. Jaksa dan Polisi tidak perlu menunggu laporan masyarakat, usut segera kasus ini,” tandasnya.(S-07)
Tinggalkan Balasan