AMBON, Siwalimanews – Empat tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran uang makan minum tenaga kese­hatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS Haulussy hingga kini belum diperiksa.

Pemeriksaan tersebut merupa­kan bentuk klarifikasi untuk kepen­tingan perhitungan kerugian ne­gara yang dilakukan BPKP Per­wakilan Maluku, terkait dugaan korupsi jasa medical check up di RS Haulussy.

Kuat dugaan anggaran untuk jasa medical check up itu berma­salah, kurun tahun 2016-2020. Empat tersangka kasus dugaan korupsi uang makan yaitu, JAA, NL, HK dan MJ.

Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayaraan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekura­ngan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasarana pengadaan alat kese­hatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

Baca Juga: Pengacara Amri Sebut KPK Salah Kaprah

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah mem­verifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah verifikasi barulah Kementerian Kesehatan melakukan pembaya­ran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.

Sejak tahun 2020 tercatat se­banyak 891 kasus atau klaim di Ma­luku lolos verifikasi BPJS Kese­hatan. Nilai klaim dari jumlah ka­sus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jum­lah biaya sekitar Rp20 miliar.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengungkapkan, tim penyidik Kejati Maluku masih mengagendakan pemeriksaan tersangka.

“Masih diagendakan,”ujar Wah­yu­di kepada Siwalima diruang kerjanya, Kamis(24/11).

Ketika ditanyakan apa kendala sehingga pemeriksaan berlarut larut, Wahyudi mengatakan, penyi­dik sementara menyiapkan berkas pemeriksaan.

“Sambil berjalan tim juga se­mentara penyusunan berkasnya,” pungkasnya.

Empat Tersangka

Empat pejabat RSUD Haulussy yang sudah berstatus tersangka, bakal segera diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku.

Kepala Kejaksaan Tinggi Ma­luku Edyward Kaban akhirnya angkat bicara terkait pengusutan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS Haulussy.

Kajati mengakui, telah mene­tapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi uang makan yaitu, JAA, NL, HK dan MJ.

Kepada wartawan di ruang kerja­nya, Selasa (8/11), Kaban meng­ung­kapkan, pihaknya telah me­ngantongi kerugian negara dari BPKP Perwakilan Maluku sebesar Rp600 juta.

“Untuk kasus ini kita sudah tetapkan empat tersangka mereka masing masing berinisial JAA, NL, HK dan MJ dari pihak RSUD, penetapan tersangka dilakukan setelah kita mendapatkan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP yang menunjukan adanya kerugian negara sebesar lebih dari Rp. 600 juta,”jelas Kajati.

Kajati juga mengungkapkan, pihaknya akan mengangendakan pemeriksaan empat tersangka.

Sementara untuk kasus medical check up kepada daerah di rumah sakit berpelat merah milik Pemprov Maluku lanjut Kajati, masih pe­nyidikan dan belum mengarah ke penetapan tersangka.

“Untuk kasus satunya lagi yang ada di tahap penyidikan, belum ada tersangka. Proses penyidikan sementara berjalan dan kita menunggu hasil perhitungan kerugian negarannya,” tutur Kajati.

Empat Jadi Tersangka

Borok di RS Haulussy yang se­lama ini ditutupi, akhirnya terung­kap dengan ditetapkannya empat orang sebagai tersangka.

Penetapan tersangka itu setelah tim penyidik Kejaksaan Tinggi Ma­luku intens melakukan proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.

Tim penyidik akhirnya mene­mu­kan adanya dugaan korupsi penya­lahgunaan anggaran pada uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020.

Dari hasil penggalian bukti me­lalui pemeriksaan saksi-saksi maupun alat bukti yang ditemukan, tim penyidik Kejati Maluku akhirnya menetapkan empat tersangka dalam kasus uang makan minum di RS berplat merah itu.

Informasi penetapan tersangka ini ditutup rapat oleh korps Adhy­aksa tersebut. Bahkan ketika dikon­firmasi Siwalima sejak pekan lalu hingga Selasa (25/10), pihak Kejati Maluku membantah sudah ada penetapan tersangka.

“Belum ada informasi terkait itu,” ujar Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba ini kepada Siwa­lima melalui pesan whatsappnya.

Sebelumnya sejak Jumat (20/10) Siwalima juga sudah mengkonfir­masi kasus ini, namun juru bicara Kejati ini janji akan cek dan jika sudah ada informasi maka yang bersangkutan akan informasikan.

“Beta cek belum dikonfirmasi, kalau sudah ada konfirmasinya beta info,” ujar Wahyudi melalui pesan singkat WA.

Siwalima juga  mencoba konfir­masi pada Sabtu (22/10) dan Senin (24/10) namun lagi-lagi men­dapatkan penjelasan yang sama dari Wahyudi.

Sementara itu, sumber Siwalima di Kejati mengaku, pihaknya telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di RS Haulussy Ambon.

Sumber yang minta namanya tidak ditulis ini meyakini kalau em­pat tersangka itu adalah ASN di RS milik pemerintah tersebut.

“Keempatnya adalah J, NL, HK dan MJ. Semuanya pejabat di RS Haulussy,” ujar sumber itu, Senin (24/10) malam.

Menurutnya, penetapan keempat tersangka tersebut dilakukan sejak Rabu (19/10) lalu.

Bahkan surat penetapan ter­sangka, lanjut sumber itu, sudah disampaikan kepada empat ASN pada RS Haulussy Ambon yang diduga memiliki peranan penting dalam uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun angga­ran 2020 di RS milik daerah ter­sebut bernilai miliaran rupiah.

Sementara itu, informasi me­nyangkut penetapan tersangka ini juga ramai dibicarakan di RS Haulussy Ambon. Sumber Siwa­lima di RS tersebut juga menye­butkan bahwa, pihak kejaksaan telah memberikan surat kepada 4 orang yang diduga ditetapkan sebagai tersangka itu.

“Iya pekan lalu itu ramai dibi­carakan di sini, tetapi bagusnya cek langsung di kejaksaan,” ujar sumber itu, Selasa (25/10) siang.

Diminta Transparan

Terpisah, praktisi Hukum, Mu­hammad Nur Nukuhehe meminta Kejati Maluku untuk transparan dalam penanganan kasus ini, jangan tertutup dan melindungi oknum-oknum yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Menurut alumni Fakultas Hukum Unpatti ini, publik sangat membu­tuhkan transparansi dari aparat penegak hukum terutama kejak­saan, sehingga dalam penegakan hukum menjadi kewajiban pene­gak hukum untuk membuka se­cara jelas kasus yang ditangani.

Transparansi kata Nukuhehe juga sangat diperlukan dalam kasus dugaan korupsi di RS Hau­lussy, sebab sebagai rumah sakit pemerintah maka harus bebas dari praktik korupsi atau tindak pidana lain yang akan merugikan rumah sakit dan masyarakat.

Dijelaskan, jika dalam proses pemeriksaan berdasarkan alat bukti sudah dapat ditetapkan tersangka maka Kejaksaan Tinggi Maluku sudah harus menetapkan tersangka agar menjadi terang pelaku kejahatan dilingkungan RS Haulussy.

“Harus transparan kalau me­mang sudah ada calon tersangka maka tetapkan saja tersangka jangan lagi menunda-nunda,” tegas Nukuhehe kepada Siwalima, Selasa (25/10).

Dikatakan, jika pihak penyidik telah mengantongi dua alat bukti yang menjurus pada tindak pidana yang dilakukan, maka kejaksaan harus segera menetapkan ter­sang­ka, dan atau jika tersangka sudah ditetapkan maka harus transparan jangan tutupi.

Menurutnya, Kejaksaan Tinggi Maluku jangan sekali-kali menutup-nutupi kasus dari masyarakat sebab bila tindakan itu dilakukan, maka akan memunculkan ketidakpercayaan dari masyarakat yang justru akan menurunkan kepercayaan terhadap proses yang dilakukan Kejaksaan. (S-10)