Kejaksaan Republik Indonesia sering menjadi sorotan publik. Sorotan publik bisa berkonotasi positif, karena adanya harapan dari masyarakat yang cukup tinggi, agar Kejaksaan dapat melaksanakan penegakan hukum secara lugas, tegas dan adil. Sorotan publik yang berkonotasi positif, juga terjadi ketika kejaksaan mendapatkan apresiasi atas langkah-langkah dan tindakannya dalam penegakan hukum, seperti penanganan berbagai kasus, baik itu di bidang perdata, tata usaha Negara, pidana umum dan korupsi.

Sorotan publik yang berkonotasi negatif, muncul ketika masyarakat berpendapat bahwa, ada tindakan dan langkah penegakan hukum yang tidak lugas, tidak tegas, dan tidak adil. Hal ini dapat terjadi, bilamana aparat kejaksaan melakukan tindakan yang tidak terpuji, dan mencederai kepercayaan masyarakat serta pemerintah, sebagai penegak hukum.

Perilaku yang tidak terpuji ada dua jenis, pertama adalah, perilaku tidak terpuji yang bersifat sangat pribadi atau personal, yang tidak berkaitan dengan kedinasan. Itu saja pun sudah bisa mendapat celaan dari masyarakat. Jenis yang kedua dan yang paling sering mendapat kecaman dari masyarakat, adalah perilaku tidak terpuji atau menyimpang yang diduga berkaitan dengan kedinasan, yakni menyalahgunakan kewenangan yang ada untuk kepentingan pribadi, atau melanggar kepatutan, kepantasan dan bahkan melanggar hukum. Penyimpangan yang tidak terpuji jenis kedua inilah, yang sangat menimbulkan kecaman masyarakat dan sorotan publik, dalam konotasi negatif terhadap kejaksaan.

Kredibilitas institusi ini sangat perlu, mengingat paradigma demokrasi modern senantiasa menuntut keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas, sehingga tidak akan ada satu institusi pun termasuk kejaksaan, akan bisa melaksanakan tugasnya, secara sukses tanpa kredibilitas yang cukup.“Dalam perkembangan masyarakat modern dan demokrasi modern, perlu dipahami bahwa sepuluh kali kita mengukir prestasi, maka itu bisa sirna jika kita membuat suatu kesalahan fatal yang bisa menghancurkan kredibilitas kita. Di satu sisi, masyarakat akan paham jika suatu institusi atau orang dalam institusi, mempunyai kekurangan dan kelemahan, atau katakanlah tidak luput dari kesalahan. Akan tetapi jika melakukan kesalahan yang fatal, maka hal itu bisa menghancurkan prestasi dan kredibilitas yang ada.

Orang atau publik bisa saja cepat lupa dengan kesalahan dan kelemahan tetapi public akan sangat mengingat kesalahan yang fatal. Apakah kesalahan yang fatal itu? Kesalahan yang fatal dalam satu institusi pemerintah, khususnya institusi penegak hukum adalah, bilamana kewenangan dan kepercayaan untuk menegakkan hukum dipertukarkan dan dijual untuk kepentingan pribadi yang mengatasnamakan institusi. Itulah yang mengakibatkan hal yang sering disebut “karena nila setitik rusak susu sebelanga”.

Baca Juga: Maluku Masih di Pusaran Termiskin

Dengan dihentikannya kasus dugaan korupsi penyelewengan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon tahun 2020 senilai Rp 5,3 milyar oleh Kejari Ambon, menimbulkan kecaman yang luar biasa dari berbagai pihak baik akademisi, pagiat, praktisi hukum, OKP maupun pihak-pihak lainnya.“Namun kecaman itu, tidak menggugah penyidik Kejari Ambon untuk melanjutkan perkara tersebut.“Dugaan kuat saja tentang adanya perilaku yang tidak terpuji seperti itu, sudah menimbulkan kecaman dan merusak kredibilitas kejaksaan, apalagi jika terbukti secara faktual melanggar hukum, maka hal tersebut merupakan kerusakan yang sangat besar terhadap kredibilitas kejaksaan.

Independensi dan kredibilitas memang penting guna menjaga proses penanganan perkara. Tak boleh ada muatan politis dalam memutuskan kebijakan dalam penegakan hukum.“Bila kredibilitas ini tidak dapat dipulihkan, maka harga yang harus dibayar akan terlalu mahal oleh kita semua warga Adhyaksa, dan kita tidak akan bisa lagi berjalan dengan kepala tegak, dengan harga diri dan kehormatan sebagai penegak hukum.  (*)