AMBON, Siwalimanews – Kejati Maluku te­lah mengagenda­kan pemeriksaan terhadap Ferry Ta­naya dalam kasus dugaan korupsi pe­ngadaan lahan un­tuk pembangunan PLTG di Namlea, Kabupaten Buru.

Penyidik menerbitkan lagi surat perintah penyidikan (sprindik) baru, pasca hakim Pengadilan Negeri Ambon Rahmat Selang mengabul­kan permohonan praperadilan Ferry Tanaya, dan menggugurkan status tersangkanya.

Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) juga telah disampaikan kepada Tanaya pada  25 September 2020 lalu.

“Sudah dipanggil dan dijadwal­kan Ferry Tanaya untuk diperiksa. Bahkan sudah ada pemeriksaan dalam kasus tersebut,” kata Ke­pala Kejati Maluku, Rorogo Zega, kepada Siwalima, Rabu (30/9).

Zega mengatakan, perbuatan pidana Ferry Tanaya dalam kasus penjualan lahan untuk pembangu­nan PLTG di Namlea, itu ada. Ha­nya saja secara formil atau admi­nistrasi penyidikannya telah diba­talkan oleh  putusan praperadilan.

Baca Juga: Kabid: Ambil Alih Kasus Tergantung Hasil Wasrik

“Tidak bermasalah, karena per­buatannya itu belum diputuskan pengadilan atau belum dipertim­bangkan oleh pengadilan. Yang di­pertimbangkan pengadilan adalah penyidikannya. Makanya putu­sannya membatalkan penetapan tersangka, perbuatan pidananya belum di apa-apain,” jelas Zega.

Mantan Kepala Kejari Ambon ini mengungkapkan, Ferry Tanaya tidak memiliki rumah dan tanah di Pulau Buru. Hal ini diketahui se­telah Kejati Maluku meminta BPN setempat melakukan tracing terhadap aset Tanaya di Buru.

“Kami sudah minta ke BPN untuk melakukan tracing aset terdakwa di Buru, dan tidak tercatat juga atas nama Ferry Tanaya, tidak ada. Dan sudah ada buktinya di kita. Bahwa Ferry Tanaya tidak punya rumah atau pun tanah di Buru itu,” beber Zega.

Zega mengatakan, transaksi jual beli lahan antara pihak UIP Maluku dengan Ferry Tanaya berakibat Abdul Gafur Laitupa yang saat itu menjabat Kepala Seksi Penga­daan Tanah BPN Buru turut dite­tapkan sebagai tersangka.

Laitupa yang memuluskan tran­saksi jual beli itu, sehingga PLN membayar Rp 6,3 miliar kepada Ferry Tanaya.

“Nih, Gafur tidak mengatakan ini ada nomor peta bidangnya dan bi­sa dibayar, maka dia yang mulus­kan pembayaran. Bukti hak tanah Fery Tanaya tidak ada,” ujar Zega.

Zega  menambahkan, pihaknya akan maraton melakukan penyidi­kan, agar kasus ini kembali dilim­pahkan ke pengadilan.

“Jadi, kita maraton dan kita laku­kan secepatnya. Ferry Tanaya su­dah dijadwalkan untuk diperiksa,” tandasnya.

Ajukan Praperadilan

Tim kuasa hukum Abdul Gafur Laitupa resmi mengajukan guga­tan praperadilan terhadap Kejati Maluku, Rabu (30/9) di Pengadilan Negeri Ambon.

“Sudah resmi kami daftarkan,” kata Roza Tursina Nukuhehe, kuasa hukum Laitupa.

Alasan mengajukan prapera­dilan sama halnya dengan Ferry Tanaya, yakni penetapan Laitupa sebagai tersangka cacat hukum.

Nukuhehe mencontohkan, jaksa melakukan penyitaan terhadap barang-barang milik Laitupa di kantor, tetapi tidak pernah me­nyam­paikan surat pemberitahuan.

“Harusnya berkas-berkas yang disita di kantor, klien kami wajib menerima pemberitahuan. Hal yang lain kanti kita ikuti proses persi­dangan saja ya,” ujarnya.

Dia optimis hakim juga menga­bulkan permohonan praperadilan Laitupa. “Saya optimis. Intinya Ferry bisa menang, maka Laitupa juga bisa,” tandas Hukuhehe.

Seperti diberitakan, dalam si­dang putusan, Kamis (24/9) Hakim Pengadilan Negeri Ambon, Rahmat Selang mengabulkan seluruh permohonan Ferry Tanaya.

Hakim menyatakan penetapan Ferry Tanaya sebagai tersangka oleh Kejati Maluku dalam kasus pembelian lahan untuk pemba­ngu­nan PLTG Namlea tidak sah. Begitu pula proses penyidikannya.

Hakim juga menetapkan mem­bebaskan Ferry Tanaya dari tahanan dan mengembalikan nama baiknya. (Cr-1)