AMBON, Siwalimanews – Inspektorat Provinsi Maluku diingat­kan untuk profesional dan transparan mengaudit kasus dugaan korupsi di RS Haulussy.

Profesionalitas Inspektorat diper­taruhkan lantaran diminta oleh Kejaksaan Tinggi Maluku melaku­kan audit kasus medical check up calon kepala daerah ?an kasus uang makan minum dana covid tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit milik daerah Maluku itu..

Merespon permintaan Kejaksaan Tinggi Maluku tersebut, praktisi hukum Rony Samloy menjelaskan, dalam ke­rangka penegakan hukum terkait dengan kasus korupsi maka orang harus tetap berpijak pada landasan yuridis, bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas.

Dalam kaitan dengan kasus di lingkungan rumah sakit pemerintah itu, Inspektorat Maluku kata Sam­loy, harus dapat menjamin profe­sionalitas sebagai aparatur sipil negara yang independen dan tidak muda diintervensi, walaupun dalam praktiknya kadang Inspektorat kurang profesional .

“Profesionalitas sangat diperlu­kan sebab jangan sampai terjadi perselingkuhan birokrasi antara pihak inspektorat dengan RS Hau­lussy,” ungkap Samloy saat diwa­wan­carai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (24/8).

Baca Juga: Huwae: Korupsi CBP Tual Rugikan Negara 1,8 M

Menurut Samloy, bila Inspektorat Maluku tidak profesional maka keinginan atau permintaan Kejak­saan Tinggi Maluku untuk melaku­kan audit terhadap dugaan korupsi medical check up kepala daerah dan dana makan minum di RS Haulussy dapat berpotensi dihentikan, karena tidak ada keseriusan pihak inspek­torat.

“Masyarakat sangat berharap kasus yang menyita perhatian masyarakat ini harus ditindaklanjuti secara profesional oleh Inspektorat Maluku, agar proses penegakan hukum dapat berjalan dengan baik dan RS Haulussy dapat bersih dari praktik korupsi,” ujarnya.

Samloy menegaskan, jika Ins­pektorat tidak serius melakukan audit maka harus dipertanyakan ada pada sebenarnya, sebab ditakutkan jangan sampai ada upaya untuk mengaburkan masalah dengan tujuan melindungi birokrasi tertentu yang memiliki hubungan harmonis dengan pemerintah saat ini.

“Ini yang masyarakat tidak ingin­kan, masyarakat berharap proses penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang terjadi di instansi mana pun, harus tetap dilakukan dalam kerangka profesional,” tegasnya.

Terpisah, praktisi hukum Paris Laturake juga meminta Inspektorat Maluku untuk dapat serius dan profesional menindaklanjuti per­mintaan Kejaksaan Tinggi Maluku untuk melakukan audit kasus di RSUD Haulussy.

“Yang pasti kalau ada permintaan audit dari penyidik Kejaksaan maka itu harus ditindaklanjuti secara profesional,” ujar Laturake.

Inspektorat Maluku tidak boleh dalam posisi menghambat setiap proses penegakan hukum dalam kaitan dengan kasus korupsi, sebab jika inspektorat menghambat, maka inspektorat telah melakukan per­buatan hukum karena menghalangi proses penyidikan.

Apalagi, hasil audit Inspektorat sangat penting bagi penyidik untuk menjadi dasar menetapkan tersang­ka dan dilanjutkan ketahap persi­dangan, sehingga harus menjadi perhatian serius dari Inspektorat Maluku.

Jaksa Minta Audit

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Maluku telah meminta inspektorat untuk mela­kukan audit, terhadap jasa medical check up di RS Haulussy.

Kuat dugaan anggaran untuk jasa medical check up itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga mencakup dugaan penyimpangan anggaran pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS milik daerah tersebut.

Permintaan audit jaksa dimaksud­kan untuk mengungkap dugaan kebobrokan aparatur di RS tertua di Maluku itu.

Inspektorat akan menghitung kerugian negara dua kasus korupsi yang melilit rumah sakit milik daerah Maluku itu.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Selasa (23/8) membenarkan adanya permintaan audit itu untuk meng­hitung kerugian negara.

“Saat ini penyidik sementara berkoordinasi dengan auditor untuk perhitungan kerugian negara,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, kepada Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Selasa (23/8).

Untuk diketahui, Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, ter­catat empat kabupaten yang melak­sanakan Pilkada, dimana seluruh­nya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk mengetahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa diantara­nya, dua mantan petinggi Dinas Kesehatan Maluku dan RS Hau­lussy adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, penyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuankotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pembayaran jasa pemeriksaan kese­hatan, salah satunya pelaksanaan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2016 hingga 2020.(S-20)