ROBERT M Solow, penerima Nobel Ekonomi pada 1987 menyatakan inovasi dan teknologi menjadi faktor kunci mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkesinambung­an. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kapital dan sumber daya manusia. Pemanfaatan teknologi, kata Solow, bisa meningkatkan produktivitas yang penting bagi pertumbuhan ekonomi.

Pandemi covid-19 yang terjadi sejak awal tahun lalu membuktikan teori ini. Pemakaian teknologi digital dan aplikasi menjadi semakin penting. Tren industri digital juga mengarah pada super app seperti Gojek yang memiliki 20 layanan, Tokopedia dan Shopee yang tidak hanya e-commerce tetapi juga menjual makanan siap saji dan pembayaran tagihan. Sinergi dari super app di industri digital bisa meningkatkan economies of scale, pada akhirnya akan menurunkan biaya transaksi dan produksi. Dengan adanya teknologi, perusahaan lebih berpeluang tumbuh secara organik dan inorganik melalui kolaborasi bisnis. Contohnya, jika dua perusahaan di bidang usaha yang berbeda melakukan kolaborasi, mereka dapat mening­katkan efisiensi kedua perusahaan tersebut dan menciptakan welfare gain bagi konsumen, seperti; peningkatan pelayanan, penurunan harga dan bahkan aplikasi digital ini menjadi one-stop-shopping. Kolaborasi bisnis seperti ini dapat menguntungkan pelaku usaha. Jika perusahaan dapat bertukar data konsumen- tentunya selaras dengan regulasi perlindungan data pribadi- perusahaan dapat memasarkan iklan sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Efisiensi ini dapat menurunkan biaya akuisisi konsumen dan meningkatkan pendapatan dari iklan elektronik.   Kolaborasi bisnis antar perusahaan juga membantu mitra usaha mikro kecil menengah (UMKM) dalam perusahaan tersebut. Misalnya, Gojek dapat bekerja sama dengan perusahaan e-commerce seperti Tokopedia, JD.ID atau Bukalapak. Mitra UMKM yang berjualan di e-commerce tersebut akan mendapatkan pelayanan logistik yang lebih baik dan murah untuk mengirim barang ke konsumen mereka. Sebaliknya, mitra UMKM pengemudi dari Gojek dapat memaksimalkan jasa pengiriman barang mereka. Sinergi membantu mitra UMKM dan masyarakat terbukti telah terjadi saat pandemik. Perusahaan teknologi seperti Tokopedia, Bukalapak dan Gojek ikut menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat Indonesia.   Di sisi lain, industri digital sangat dinamis dan diikuti berbagai perubahan yang cepat, sehingga perlu terus berinovasi, meningkatkan nilai tambah dan skala ekonomi yang lebih baik manfaatnya bagi perekonomian. Oleh karena itu, salah satu strategi bisnis yang umum dilakukan adalah kolaborasi.  Kolaborasi bisnis, terutama bila dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan karakteristik bisnis dan lingkungan ekonomi yang sama, akan menghasilkan sinergi untuk tumbuh lebih kuat dan cepat di pasar.

Dengan perusahaan Indonesia yang lebih kuat, maka bisa tetap menjadikan Indonesia tuan rumah di negeri sendiri. Ini penting mengingat Indonesia adalah pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Apalagi sekarang, perusahaan e-commerce dan e-wallet di Indonesia merasa kesulitan untuk bersaing dengan Shopee dan ShopeePay yang mendapatkan suntikan dana dari perusahaan induk SEA Group.

Perlunya kehati-hatian Apakah perusahaan-perusahaan teknologi beroperasi tanpa tantangan? Tidak selalu demikian! Isu utama yang menjadi perdebatan adalah, perusahaan-perusahaan teknologi digital tumbuh menjadi perusahaan dominan di pasar dengan power concentration, misalkan saat perusahaan melakukan penyatuan usaha/bisnis. Power concentration yang tinggi, jika disalahgunakan akan menghambat persaingan dan berakibat buruk terhadap perekonomian. Tidak ada yang salah dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki power concentration. Namun struktur pasar dari industri digital yang ada akan memberi indikasi, apakah power concentration mungkin menciptakan kerugian ekonomi atau tidak.

Baca Juga: Daring atau Luring?

Untuk pasar digital Indonesia, struktur pasarnya masih bersifat contestable karena barrier to entry yang relatif rendah, initial cost tidak jadi penghalang pesaing baru masuk ke pasar digital. Penetrasi pasar ekonomi digital pun masih rendah di Indonesia. Sepanjang persaingan ada, maka perusahaan yang dominan pun harus selalu berupaya menciptakan efisiensi dan inovasi, agar mampu bertahan di pasar. Ketika pasar bersifat contestable dan ada perusahaan dominan di dalamnya, kita tidak perlu kuatir, namun regulator perlu mengatur persaingan dengan baik dan hati-hati. Tujuannya adalah untuk menciptakan industri digital yang inklusif. Tidak kalah penting adalah mendorong perusahaan-perusahaan digital dalam negeri menjadi lebih kompetitif.( Rosdiana Sijabat, Pengajar di Program Studi Administrasi Bisnis Unika Atma Jaya, Dewan Pakar di Institute of Social Economic Digital (ISED))