ADA semacam ketenangan dalam cinta yang hampir seperti surga’ (Alain Badiou). Diyakini akan membawa dampak positif pada pikiran dan hati seseorang, ketenangan merupakan tujuan inti dari perasaan dalam diri manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tenang bisa diartikan dengan tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, tidak ribut, aman, dan tenteram (tentang perasaan hati, keadaan). Kata tenang terlihat sederhana dan simpel, tapi belum tentu semua orang bisa meraihnya dengan mudah. Ketenangan jiwa ialah sumber bagi kebahagiaan. Seseorang tidak akan mengalami perasaan bahagia jika jiwanya tidak tenang. Ketenangan (serenity) didefinisikan sebagai sebuah emosi positif yang merefleksikan adanya kedamaian batin (inner peace) dan rasa percaya diri (confidence) serta keseimbangan (harmony) antara tubuh dan pikiran (Cuello & Oros, 2014). Tidak mesti diartikan sebagai sebuah kebahagiaan, ketenangan merupakan suatu kemampuan untuk mempertaha­nkan ketenangan batin (inner calm) walaupun mungkin seseorang telah mengalami peristiwa buruk dalam hidup (negative life events) (Roberts & Whall, 1996). Menurut para ahli, ketenangan merupakan keadaan damai yang dapat mengurangi tekanan dan dapat meningkatkan kesehatan (Wolfradt, Oemler, Braun, & Klement, 2014). Ketenangan meliputi komponen kognitif dan perilaku terkait dengan rasa tenang, damai, pikiran yang tenang, dan terhindar dari masalah (Floody, 2014).

Ketenangan Ketenangan, dengan demikian, merupakan inti dalam lingkaran kehidupan. Dalam ajaran Islam, ketenangan itu dikenal dengan istilah thuma’ninah (lihat Rusdi, Fahmi, Rahayu, Budiastuti, dan Nandjaya, 2018). Thuma’ninah secara istilah dapat diartikan sebagai perasaan rileks karena keimanan, adanya penerimaan diri yang baik, selalu berusaha mencari cara untuk mencapai dan mengaktualisasikan hidup, jauh dari rasa cemas dan rasa khawatir. Perasaan ini akan mengakibatkan munculnya rasa nyaman dan tenang sehingga pikiran menjadi lebih bersih dan rasa tidak ingin melakukan berbagai hal yang tidak baik untuk dilakukan. Pikiran yang tenang ini akan mengontrol hampir keseluruhan aktivitas yang dilakukan dan ini menjadi sangat penting kenapa kita selalu menjaga supaya hati kita tetap jernih dan bekerja secara positif. Kondisi tenang itu akan menstabilkan emosi dan pikiran. Di sinilah kita juga menjadi paham mengapa ibadah-ibadah dalam Islam akan mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap kondisi psikologis seseorang, yaitu pengendalian perilaku dan pengontrolan diri.

Dalam Islam, ada beberapa ibadah yang dapat melatih kita untuk mencapai ketenangan jiwa, yaitu puasa, salat, dan zikir. Puasa akan melibatkan seseorang untuk berusaha mengendalikan dirinya dari segala hawa nafsu. Salat akan membiasakan seseorang mengatur perilakunya dan pengendalian diri akan dapat dilakukan dengan lebih kuat karena dengan salat orang akan mampu menghindarkan diri dari berbuat jahat dan munkar. Zikir pun sangat bagus untuk melatih kesadaran diri dan selalu mengingat kepada Sang Khalik. Singkat kata, ibadah tersebut sangat bagus untuk menjaga agar jiwa kita lebih tenang karena dengannya kita akan sadar diri menghindari hal-hal yang dapat membuat nafsu kita terjerumus dosa. Nafsu dengan demikian ialah inti persoalan yang menjadi perhatian. Nafsu manusia dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu nafsu ghadabiyyah, nafsu syahwatiyyah, dan nafsu muthmainnah. Pada ghadabiyyah, nafsu mendorong seseorang untuk mengejar pangkat, kedudukan, atau ambisi. Pada syahwatiyyah, menjadikan manusia senang untuk mengejar kenikmatan. Sementara itu, ketiga, muthmainnah, merupakan nafsu yang lembut, yang akan menghadirkan ketenangan yang menggelayut dalam jiwa manusia. Ketiga nafsu tersebut berusaha untuk ditata dalam kehidupan.

Dengan ibadah mahdlah, kita menjaga agar nafsu ghadabiyyah dan syahwatiyyah ditekan dan nafsu muthmainnah kita berikan kesempatan untuk meningkat. Dengan begitu, ketenangan jiwa akan semakin terbuka lebar sehingga terasa lebih mudah untuk diamalkan dalam kehidupan.   Pendidikan muthmainnah Pendidikan ialah bimbingan dan usaha yang diberikan kepada peserta didik dalam pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat kedewasaan. Dia merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar agar peserta didik mampu memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan dan kepribadian yang utama dan sempurna. Pendidikan dalam hal itu bertujuan membina perilaku jiwa yang tenang. Ketenangan jiwa dan kejernihan berpikir mutlak diperlukan untuk mengeksekusi suatu kebijakan. Dalam berbagai bidang, sikap tenang dibarengi dengan kejernihan batin akan melahirkan perilaku yang positif dan produktivitas kerja yang baik.

Peserta didik dari kecil hingga dewasa secara kontinu dilatih untuk mampu menjadi manusia yang thuma’ninah agar ke depannya dia mampu menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin yang tidak dibarengi dengan nafs al-muthma’innah maka hanya akan menjadi pribadi yang mengejar pangkat dan kekuasaan, bukan murni untuk mencari kemaslahatan umat. Ketenangan jiwalah yang akan menghindarkan manusia dari sikap yang zalim tersebut. Jiwa yang tenang merupakan suasana jiwa yang berada dalam keseimbangan sehingga menyebabkan seseorang tidak terburu-buru atau gelisah, ketenteraman hati pun tercapai sehingga tidak tergoncang atau resah yang dirasakan di dalam tubuh, utamanya di kala hidup sedang mengalami cobaan yang berat. Untuk bisa tenang baik dalam keadaan senang maupun susah, diperlukan adanya latihan. Di sinilah perlunya latihan dalam kehidupan sehari-hari untuk selalu hidup dengan tenang sehingga dalam hidup akan terasa ketenangan jiwa dan harmoni dengan alam sekitar pun akan tercapai. Secara naluriah manusia merindukan kehidupan yang tenang dan sehat, baik jasmani maupun rohani.

Baca Juga: Nasib Awak Kapal di PP Nomor 22 Tahun 2022

Di sini pendidikan yang mampu menghasilkan pribadi yang thuma’ninah-lah yang akan membawa manusia ke suasana yang ideal. Karena ketenangan jiwa dipengaruhi spiritualitas manusia, pendidikan yang memberikan tempat kepada spirit yang baik yang akan menghasilkan ketenangan hati para peserta didik. Karena itu, jika ketenangan jiwa dan hati sudah dapat tercapai, tak ubahnya kita seperti hidup di alam surgawi. Ketenangan ialah kekayaan termahal yang tidak semua orang dapat meraihnya, kecuali orang-orang terlatih saja. Dalam liburan sekolah saat inilah menjadi momentum buat kita dan anak-anak kita untuk melatih nafs al-muthma’innah kita dengan memperbaiki salat, puasa sunah, dan zikir demi mencapai ketenangan jiwa. Wallahualam bissawab.Oleh: Ratno Lukito Dewan Pengawas Yayasan Sukma dan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta