AMBON, Siwalimanews – Dipastikan hari ini, Kamis (29/9) mantan Walikota Ambon, Richrad Louhenapessy diadili di Penga­dilan Tipikor Ambon.

RL sapaan akrab Louhena­pe­ssy didakwa  melakukan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dalam kasus Persetujuan Izin Prinsip Pembangunan Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Meskipun begitu, mantan Ketua DPRD Maluku ini tidak dihadirkan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ex Officio Peng­adilan Negeri Ambon.

RL disidangkan secara online. Pihak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon belum mau mem­berikan keterangan alasan Richard kenapa tidak ditahan di Rutan Ambon.

Melalui Humasnya, Kemmy E Leunufna kepada Siwalima, Rabu (28/9) mengatakan RL menjalani sidang perdana hari ini.

Baca Juga: Dipanggil Polisi, Mantan Gubernur tak Hadir

“Iya benar pak Richard besok (hari ini-Red) jalani sidang per­dana. Soal kenapa beliau tidak ditahan di Ambon, saya belum bisa memberikan keterangan. Sampai sekarang pak Richard masih ditahan di Rutan KPK di Jakarta,” ujarnya.

Diskriminasi

Terpisah, Seggy Haulussy jùru bicara tim kuasa hukum RL kepada Siwalima melalui telepon seluler menilai pihak pengadilan diskrimi­nasi.

Menurut Haulussy, seharusnya kliennya dihadirkan di ruang sidang sama seperti terdakwa korupsi lainnya yang ditahan KPK semisal eks Bupati Bursel, Tagop Sudarsono Soulissa.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon yang berwenang dalam hal penahamaan kliennya dinilai diskriminasi.

“Ini diskriminasi. Tempat kejadian perkara (locus delicti) dan waktu kejadian pidana (tempus delicti) di Ambon. Kenapa terdakwa lain yang ditahan KPK kasus yang sama dihadirkan di ruang sidang, sementara klien saya secara during atau online. Ini namanya diskriminasi. Ada apa ini,” ujar Haulusssy.

Masuk Pengadilan

Untuk diketahui, Tim jaksa penuntut umum KPK, Kamis (22/9), menyerahkan berkas tersangka mantan Walikota Ambon, Richrad Louhenapessy ke Pengadilan Tipikor Ambon.

RL sapaan akrab mantan Ketua DPRD Maluku itu, ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dalam kasus Persetujuan Izin Prinsip Pembangunan Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Penyerahan berkas dilakukan oleh Tim Jaksa KPK yang dipim­-pin Martopo Budi dan diterima Panitera Muda Tipikor Kantor Pengadilan Negeri Ambon.

Selain RL, tim jaksa KPK juga melimpahkan pegawai honoror Pemkot Ambon, Andre Heha­nussa dan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi, Ambon, Amri.

“Tadi siang sudah dilimpah perkara atas nama Richard Louhenapessy dan Andre Hehanusa serta Amri,” jelas Humas PN Ambon, Kemmy E Leunufna kepada Siwalima, Kamis (22/9).

Dikatakan, usai menerima berkas tersebut, panitera akan melanjutkan ke Ketua PN untuk selanjutnya penunjukan tim hakim yang akan menangani dan menentukan waktu sidang untuk perkara itu.

Sementara itu, informasi yang diperoleh Siwalima, tim jaksa KPK hanya menyerahkan berkas tersangka RL dkk saja. RL masih ditahan di KPK.

Hal ini ketika dikonfirmasi dengan Kepala Divisi Pemas­yarakatan (Kadivpas) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Maluku, Saiful Sahri, dia mengaku sampai de­-ngan saat ini RL dkk belum ada di Lapas. Bahkan menurut­nya mereka masih di tahan di KPK.

“Tidak ada di Lapas. Belum limpahkan ke Lapas,” ujarnya singkat

Sementara itu, Juru Bicara KPK, Ali Fikri yang dikonfirmasi Siwalima melalui  telepon selulernya maupun pesan Whatsppnya namun tidak direspon.

Resmi Ditahan

Seperti diberitakan, setelah dijemput paksa dan menjalani proses pemeriksaan, akhirnya KPK menahan Walikota Ambon 10 tahun itu. RL  ditahan ini selama 20 hari di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

Dia ditahan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang usaha retail di Kota Ambon Tahun 2020.

Selain RL, KPK juga menahan tersangka Andrew Erin Hehanussa, pegawai honorer Pemkot Ambon di Rutan KPK pada Kavling C1.

“AR disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1l hurif a atau pasal 5 ayat (1) hurif b atau padal 13 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahuh 1999 tentang Pemberantasan Korupsi,” jelas Ketua KPK,  Firli Bahuri dalam konfrensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/5) malam.

Terpisah, Ali Fikri menambahkan, untuk tersangka RL dan Amril, Kepala Perwakilan Alfamidi disangkakan melanggar pasak 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

KPK dalam konstruksi perkara menyebutkan, dalam kurun waktu tahun 2020 RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 sampai 2023 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Selanjutnya, tambah jubir, dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka AR sapaan akrab Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Untuk menindaklanjuti permohonan AR ini, kemudian RL memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan.

Kata jubir, untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan, RL meminta agar penyerahan uang Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL Rp500 juta yang diberikan secara bertahan melalui rekening bank milik AEH.

Mantan Ketua DPD Golkar Kota Ambon ini diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Jubir menambahkan, dalam perkara ini tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap RL disalah satu rumah sakit swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat.

“Sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani perawatan medis, namun demikian tim penyidik KPK berinisiatif untuk langsung mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan pada yang bersangkutan. Dari hasil pengamatan langsung tersebut, tim penyidik menilai yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat dan layak untuk dilakukan pemeriksaan oleh KPK,” ujarnya. (S-10)