AMBON, Siwalimanews – Sesuai agenda, Komisi I DPRD Maluku akan meminta pertang­gungjawabkan Penjabat Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat, Andri Chandra As’aduddin, kemarin, Rabu (28/9) namun tidak hadir.

As’aduddin dipanggil guna me­nindaklanjuti laporkan tokoh agama atas kebijakan dan tinda­kannya dinilai mencederai toleransi di Ma­luku pada Selasa (20/9) kemarin.

Keluhan para pemimpin umat terdiri itu terdiri dari, Ketua MUI Maluku, Abdullah Latuapo, Ketua Wa­lubi (Perwakilan Umat Budha Indonesia) Provinsi Maluku, Wilhel­mus Jauwerissa dan Kepala Kantor Wilayah Agama Maluku H Yamin.

Komisi I DPRD Provinsi Maluku telah melayangkan surat panggilan kepada As’aduddin untuk memberi­kan klarifikasi atas persoalan yang menimbulkan reaksi kecaman dari sejumlah pemimpin umat di Provinsi pada Selasa, (27/9) kemarin.

Merespon tidak hadirnya As’adu­ddin, Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Michael Tasane mengatakan, jika batalnya Penjabat Bupati SBB menghadiri undangan Komisi I lantaran yang bersang­kutan sedang berada di Jakarta guna menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham PT Bank Maluku dan Maluku Utara.

Baca Juga: Maluku Fashion Week Diikuti Puluhan Warga

“Kita sudah panggil dan ternyata bupati lagi di Jakarta untuk RUPS Istimewa Bank Maluku jadi tidak bisa hadir,” ungkap Tasane kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Rabu (28/9).

Kendati begitu, Komisi I DPRD Maluku tetap berkomitmen untuk menghadirkan Penjabat Bupati SBB dan tidak boleh diwakilkan oleh siapapun baik Sekda maupun pen­jabat utama lainya karena menya­ngkut dengan pertanggungjawaban atas kebijakan yang diambil.

Karena itu, Komisi I akan me­ngagendakan kembali untuk me­manggil Penjabat Bupati SBB se­telah komisi selesai melakukan taha­pan verifikasi surat masuk dibe­berapa waktu mendatang.

“Prinsipnya kita tetap panggil, soal waktu nanti setelah selesai verifikasi dan untuk tanggal pasti belum tahu,”  katanya.

Besok Dipanggil

Seperti diberitakan sebelumnya, dipastikan besok, Rabu (28/9) Komisi I DPRD Maluku memanggil Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Andri Chandra As’aduddin

As’aduddin dipanggil guna me­nin­daklanjuti laporkan tokoh agama atas kebijakan dan tindakannya dinilai mencederai toleransi di Maluku pada Selasa (20/9) kemarin.

Keluhan para pemimpin umat terdiri itu terdiri dari, Ketua MUI Maluku, Abdullah Latuapo, Ketua Walubi (Perwakilan Umat Budha Indonesia) Provinsi Maluku, Wilhel­mus Jauwerissa dan Kepala Kantor Wilayah Agama Maluku H Yamin.

Kepastian pemanggilan mantan Kepala BIN Sulawesi Tenggara ini diungkapkan langsung Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Michael Tasane kepada Siwalima diruang kerjanya, Senin (26/9).

Tasane mengungkapkan, komisi akan meminta klarifikasi dari pen­jabat Bupati SBB terkait polemik penarikan mobil operasional ban­tuan pemkab kepada para tokoh agama.

Dijelaskan, pemanggilan Penjabat Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat merupakan langkah tegas yang ditempuh oleh Komisi I DPRD Maluku, guna mendengarkan lang­sung alasan dibalik pengambilan kebijakan yang mengundang pole­mik tersebut.

Menurutnya, pihaknya telah men­dengar poin-poin yang menjadi keluhan sejumlah tokoh agama yang merasa kecewa dengan sikap Penjabat Bupati SBB itu, tetapi klarifikasi langsung harus dilakukan oleh penjabat yang bersangkutan.

“Rabu kita panggil Penjabat Bu­pati SBB untuk klarifikasi sebelum kita mengeluarkan rekomendasi atas nama DPRD secara kelembagaan,” tegas Tasane.

Dikatakan, Komisi I memiliki perhatian serius terhadap persolaan Pemerintahan termasuk dengan ke­bijakan yang menyangkut keaga­maan sebab tokoh agama memiliki peranan penting dalam menjaga kondusifitas di wilayah Maluku.

Ditambahkan, Komisi I akan mengeluarkan rekomendasi baik kepada Gubernur Maluku maupun maupun Mendagri guna perbaikan dalam penunjukan Penjabat Kepala Daerah Kedepan.

Toga Kecam

Lagi-lagi kebijakan Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Andri Chandra As’aduddin dikecam para pemimpin umat di Maluku.

Jika sebelumnya, Uskup Diosis Amboina, Mgr Seno Ngutra bersama para pemimpin umat melaporkan ke Mendagri melalui Gubernur Maluku, kali ini kebijakan dan tindakan mantan Kepala BIN Sulteng yang dinilai mencederai toleransi di Maluku, dikeluhkan para pemimpin umat yang terdiri dari, Ketua MUI Maluku, Abdullah Latuapo, Ketua Walubi (Perwakilan Umat Budha Indonesia) Provinsi Maluku, Wilhel­mus Jauwerissa dan Kepala Kantor Wilayah Agama Maluku H Yamin.

Mereka melaporkan kelakuan kar­teker bupati yang tak lazim tersebut ke DPRD Maluku, Selasa (20/9).

Saat mendatangi Baileo Rakyat, Karang Panjang, mereka melaporkan kebijakan dan tindakan As’aduddin yang dinilai intoleransi di Kabupaten Saka Mese Nusa itu.

Kedatangan pemimpin umat itu ditemui langsung Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury serta pimpinan dan anggota Komisi IV yang diketuai Samson Atapary, di ruang Ketua DPRD Maluku.

Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary usai pertemuan tersebut mengungkapkan, para pe­mimpin umat ini menyampaikan berbagai persoalan yang terkait dengan kebijakan penjabat Bupati SBB yang berpotensi menciptakan ketidakharmonisan umat keagamaan di Kabupaten SBB.

“Mereka menyampaikan berbagai persoalan yang dinilai tidak kon­dusif terkait dengan kebijakan pen­jabat Bupati SBB yang berpotensi menciptakan ketidakharmonisan umat keagamaan, kata mereka into­leransi kebijakan yang dilakukan oleh Penjabat Bupati,” ungkap Atapary.

Dikatakan, beberapa hal yang diadukan pimpinan umat beragama, kata Atapary diantaranya, terkait dengan penataan aset yang berhu­bu­ngan dengan 12 tahun lalu Pemda SBB memberikan pinjam pakai mobil operasional.

Pimpinan umat beragama  tidak keberatan jika mobil operasional ditarik oleh pemda dalam kaitan dengan penataan aset, tetapi cara yang dilakukan oleh seorang penja­bat bupati sangat tidak etis.

“Misalnya mobil pastor itu mereka ambil lalu dorong lalu beberapa di Ketua Klasis termasuk MUI, meme­rintahkan Satpol PP menarik tanpa suatu komunikasi dan koordinasi yang baik padahal mereka ini pimpinan lembaga keagamaan,” jelas Atapary.

Menurutnya, mobil operasional tersebut tidak dimintakan oleh tu pemimpin umat beragama tetapi atas inisiatif dari Pemkab SBB dibawah kepemimpinan Bupati Jacobus Putileihalat saat itu.

Bahkan, Ketua MUI dan Wakil Pastor di Kabupaten Seram Bagian Barat yang hendak koordinasi de­ngan penjabat bupati tetapi tidak dilayani secara baik oleh Penjabat Bupati.

“Mereka tunggu dari pagi sampai malam padahal ini koordinasi untuk kepentingan Pesparani di Tual yang merupakan event resmi, mestinya Penjabat harus paham itu,” tegas Atapary.

Selain itu, Kepala Kantor Wilayah Agama, H Yamin juga mengeluhkan pengelolaan haji yang agak berbeda dengan kabupaten lain, padahal dana hibah dari Pemda ditujukan kepada kantor agama sebagai penyelenggara haji.

Mestinya, dana hibah yang dibe­rikan oleh pemkab tersebut dise­rahkan dan dikelola secara maksimal oleh panitia haji.

“Masa ini sampai ada pejabat kesra yang datang dan minta tas jamaah haji, artinya mekanismenya tidak sesuai dengan apa yang diha­rapkan,” bebernya.

Tak hanya itu, untuk acara MPP AMGPM yang sedianya akan digelar di Kaibobu dan dimintakan Penjabat Bupati memfasilitasi akses jalan, tetapi tidak ditanggapi oleh Penjabat Bupati sehingga disampaikan kepa­da gubernur dan diatasi.

Kebijakan As’aduddin ini telah menciptakan anomali dan meng­akibatkan benturan di akar rumput, karena sudah kaitan dengan lem­baga agama padahal tugas bupati melakukan pembinaan kepada umat beragama, termasuk melalui lembaga keagamaan.

“Kalau sudah terjadi seperti ini, maka bagaimana membangun SBB yang merupakan bagian dari umat keagamaan, mestinya beliau tahu jabatan bupati ini jabatan sipil maka harus menyesuaikan dengan ka­rakter masyarakat disana,” ucapnya.

Atapary menegaskan, penjabat bupati harus mengetahui kondisi sosial di Maluku termasuk di SBB, bahwa dalam kaitan dengan pem­bangunan tidak bisa diserahkan kepada Pemkab saja, tetapi siner­gitas dengan lembaga informal baik keagamaan, kemasyarakatan mau­pun adat menjadi penting.

“Mestinya bupati yang latar belakang intelijen harus memahami untuk bagaimana cara memimpin dengan berbagai komponen, agar orang merasa terwakili untuk saling membangun SBB yang masih tertinggal jauh dari berbagai aspek,” cetusnya.

Sementara itu para pemimpin umat yang ditemui wartawan untuk mewancarai menolak berkomentar karena sudah melaporkan ke DPRD Maluku. “Nanti dengan DPRD saja,” ujar mereka. (S-20)