AMBON, Siwalimanews – Majelis hakim Pe­ng­adilan Tindak Pi­dana Korupsi mem­vonis Tata Ibrahim dengan pidana 13,6 tahun penjara dalam kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencu­cian Uang (TPPU) di BNI Ambon.

Mantan staf Divisi Humas BNI Wilayah Makassar ini juga dihu­kum membayar denda Rp. 500 juta subsider 6 bulan penjara, mem­bayar uang pengganti Rp 11,6 miliar subsider 5,6 tahun penjara.

Tata dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Ten­tang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pence­gahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

“Terdakwa Tata Ibrahim  telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara ber­sama-sama,” kata Ketua Majelis hakim Pasti Tarigan saat membaca­kan putusan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dan TPPU di BNI Ambon, Selasa (5/1) di Peng­adilan Tipikor Ambon.

Putusan hakim terhadap Tata Ibrahim itu lebih berat 6 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Baca Juga: Korupsi ADD-DD Haria Rp 2 M Bakal Naik Status

Sebelumnya, terdakwa dituntut JPU 13 tahun penjara. Terdakwa da­lam kasus dugaan tindak pidana korupsi di BNI 46 Ambon ini juga dituntut membayar denda Rp 500 juta, subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 11,6 miliar, apabila tidak membayar maka ia akan dipidana penjara selama 5,6 tahun

JPU menyatakan, terdakwa ter­bukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama

Tuntutan tersebut dibacakan JPU Ahmad Attamimi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Ambon, Selasa (1/12) lalu.

Sidang itu dilakukan secara online melalui sarana video conference. Majelis hakim, jaksa dan penasehat hukum terdakwa bersidang di ruang sidang Pengadilan Tipikor. Sedang­kan terdakwa berada di Rutan Klas II A Ambon

Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai Pasti Tarigan, didampingi Berhard Panjaitan dan Jefry S Sinaga selaku hakim anggota.

Jaksa menilai, perbuatan Tata adalah perbuatan yang telah mence­derai nama bank dan menghilangkan kepercayaan nasabah, serta telah merugikan negara. Hal itu menjadi alasan jaksa memberatkan tuntutan.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum M. Rudy membeberkan se­jumlah transaksi yang ada kaitannya dengan Tata.

Pada Oktober 2018, Tata Ibrahim mentransfer uang sejumlah Rp. 98,8 miliar ke Faradiba. Faradiba lalu kembali mentransfer uang kepada Tata sebesar Rp. 80 miliar.

Jaksa mengungkapkan, ada tran­saksi mencurigakan sejumlah ratu­san hingga milyaran rupiah ke reke­ning adik, ponakan hingga perusa­haan keluarga Tata Ibrahim.

Transaksi itu terjadi di BNI KCP Aru sebesar Rp. 29,65 milyar pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019. Dalam transaksi itu tercatat pengiriman uang ke rekening atas nama M. Alief Fiqry dan Abdul Karim Ghazali, sebanyak lima kali.

Alief Fiqry adalah ponakan Tata Ibrahim. Pada rekening miliknya, uang sejumlah Rp. 5 miliar ditransfer pada 23 September hingga 2 Oktober 2019. Uang itu ditransfer lima kali, berturut-turut sebesar Rp. 1 miliar.

Sedangkan, Abdul Karim Ghazali adalah adik kandung Tata Ibrahim. Dia menerima transferan uang sebe­sar Rp. 4,6 miliar ke rekeningnya. Uang itu juga dikirim lima kali ber­turut-turut.

Selain itu, pada rekening peru­sahaan Tata Ibrahim bernama CV. Reihan, terdapat transaksi hingga Rp. 72,9 miliar. Perusahaan itu ber­gerak dalam bidang catering. (S-49)