AMBON, Siwalimanews – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon, Jumat (6/8) menjatuhkan vonis bebas mur­ni (Vrijspraak) kepada Ferry Tanaya.

Dalam putusan majelis ha­kim yang diketuai Pasti Tari­gan disebutkan, terdakwa Fe­ry Tanaya tidak terbukti se­cara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pembelian lahan pem­bangunan proyek  Pemba­ngkit Listrik  Tenaga Mesin dan Gas (PLTMG) 10 MW di Namlea Kabupaten Buru.

Majelis hakim dalam amar putusannya mengatakan, terdakwa Fery Tanaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer dan subsidair. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan penuntut umum, Memerintahkan   terdakwa segera dibebaskan dari tahanan dan memulihkan hak-hak terdakwa dari kemampuan, kedudukan  harkat  dan martabatnya semula.

Enggan Keluarkan Fery dari Tahanan

Sementara itu, informasi yang di­himpun di Pengadilan Tindak Pida­na Korupsi Ambon Jumat (6/8) me­nye­butkan, tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Maluku enggan meng­e­luarkan Tanaya dari Rutan Klas I Ambon.

Baca Juga: Tak Bayar TKD Dinas Pendidikan, Gerindra Desak Inspektorat Audit

JPU beralasan hari Jumat, sehi­ngga administrasi untuk mengeluar­kan Tanaya baru akan dilakukan Senin (9/8). Namun karena Panitera Pe­ngadilan Negeri Ambon saat ber­koordinasi dengan tim penasehat hu­kum terdakwa yang diketuai Henry Yosodiningrat, pengacara flambo­yan itu menegaskan akan menemui Jaksa Agung, Sanitiar Burhanu­ddin,guna melaporkan kinerja para JPU kasus ini, barulah JPU mau mengeluarkan Tanaya dari tahanan.

Tanaya dikeluarkan dari tahanan berdasarkan perintah pengadilan yakni putusan bebas murni itu sekitar pukul 24. 00 WIT.

Untuk diketahui,  Ferry Tanaya didakwa jaksa  dengan tuduhan melalukan penjualan lahan milik negara yang berlokasi di Dusun Jikubesar Desa Sawa Kecamatan Namlea Kabupaten Buru tahun 2016 kepada pihak PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara.

Penjualan lahan oleh terdakwa Ferry, bertujuan untuk membangun proyek strategis nasional yang namanya PLTMG 10 MV Tahun Anggaran 2016. Proyek tersebut mangkrak hingga saat ini.

Ferry Tanaya didakwa melanggar pasal 2 dan pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor20 Tahun 2001, jo  pasal 55 ayat 1 ke-1 KHUP.

Jaksa dalam dakwaan mengatakan, lahan milik Fery Tanaya  seluas 48.645 meter persegi itu tidak memiliki hak menerima ganti rugi, mengingat status tanah adalah tanah erfpacht dengan pemegang hak almarhum Zadrach Wakano yang meninggal pada  tahun 1981.

Ttahun 1985 keluarga  Ferry Tanaya membeli dari  ahli waris Z Wakano. Menurut jaksa, sesuai  ketentuan UU, tanah erfpacht tidak bisa dipindah tangankan dengan baik kepada ahli waris atau pihak lain.

Setelah pemilik hak meninggal, maka selesai sudah, hak atas tanah itu dan dikembalikan haknya ke negera, karena yang berhak atas tanah tersebut hanya pemegang hak, tidak bisa dikonfersi oleh orang lain.  Sayangnya jaksa lupa ada ahli waris sah dari lahan tersebut dan masih hidup sampai sekarang. (S-32)