“A teacher affects eternity; he can never tell where his influence stops.” Henry B Adams.

Kutipan di atas memiliki makna yang dalam. Guru sejatinya memberi inspirasi dalam hidup murid, dalam konteks baik ataupun buruk sepanjang hayatnya. Sudah semestinya, guru menjadi sosok yang digugu dan ditiru dalam kebaikan. Tugas mendidik tidaklah sederhana, karena muara dan tujuannya adalah mengubah tingkah laku siswa menjadi lebih baik sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang baik pula. Dalam proses mendidik, guru harus memosisikan diri sebagai inspirasi, contoh, dan teladan yang baik sehingga para siswa memiliki karakter sesuai norma dan nilai kebajikan yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam pandangan saya sebagai guru, pendidikan karakter harus menjadi prioritas utama untuk ditanamkan kepada siswa sejak sekolah dasar. Pendidikan karakter adalah proses pendidikan bertujuan mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Sejatinya, potensi karakter baik telah dimiliki setiap manusia ketika dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.

Karakter ialah kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi faktor bawaan (fitrah-natural), dan lingkungan (sosialisasi atau pendidikan). Guru seyogianya menjadi inspirasi dan suri teladan yang dapat mengubah dan mengembangkan karakter siswanya menjadi sosok yang memberi, dan membawa manfaat bagi orang lain. Kehadiran guru dalam ruang emosi siswa sangatlah penting, sehingga teladan-teladan sederhana dalam interaksi sehari-hari dapat mengubah hidup anak bagi masa depannya.

Saya teringat dengan kisah inspiratif Fredy Candra (FC) yang viral pada 2017. Dia memberangkatkan 65 gurunya jalan-jalan ke luar negeri sebagai bentuk terima kasih. Kisah ini, telah membuat takjub banyak orang (Media Indonesia, 02/10/2017). FC adalah pengusaha kabel fiber optik di Jakarta memfasilitasi 65 gurunya berlibur ke Malaysia dan Singapura dengan fasilitas kelas wahid. Tujuan FC sederhana, ia hanya ingin membalas kebaikan gurunya yang telah berjasa mengantarkannya pada titik sukses hari ini. Bahkan ia merasa bahwa apa yang dilakukannya belum setimpal dengan semua inspirasi, kebaikan dan teladan yang selama ini didapat dari guru-gurunya tersebut.

Baca Juga: Kesetaraan Hak Berkota Kaum Difabel

Apa yang dilakukan FC ini membuktikan bahwa inspirasi dan teladan seorang guru melekat erat bagi hidup muridnya. Dengan demikian, sudah seharusnya ketika kita menasbihkan diri menjadi seorang guru, mentalitas pertama yang wajib kita miliki adalah menjadi teladan, dan contoh nyata terbaik bagi peserta didik kita.

Guru dan orangtua

Pada hakikatnya, pendidikan diawali dan dibentuk dalam lingkungan kasih sayang keluarga. Namun, begitu pun setiap orang tua akan selalu menginginkan pendidikan lanjutan untuk anaknya pada lembaga formal bernama sekolah. Sekolah, dengan demikian, adalah tempat strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu, anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan memengaruhi pembentukan karakternya.

Pendidikan karakter di sekolah, seperti guru harus berperan baik dalam bersikap di depan anak didiknya; Guru harus selalu menjaga sikapnya karena siswa akan meniru apa yang dilakukan guru; Guru juga perlu mengajarkan nilai-nilai kasih sayang pada sesama pada setiap pelajaran, khususnya pelajaran agama, agar anak mengerti bahwa agama apa pun mengajarkan cinta kasih dan sayang sesama manusia.

Pembentukan karakter siswa harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak, orang tua, lingkungan dan guru. Pembentukan karakter yang efektif, dapat dilakukan dengan menunjukkan keteladanan. Keteladanan dalam dunia pendidikan harus melekat pada seorang guru sebagai pendidik. Keteladanan dalam dunia pendidikan, juga dapat diartikan sebagai perilaku dan sikap guru dan tenaga pendidik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah yang dijadikan contoh siswanya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).

Guru dikatakan sebagai guru teladan erat kaitannya dengan guru yang memiliki sikap baik dan profesional. Di sekolah, disadari atau tidak, guru ialah pusat perhatian siswa. Setiap perkataan, tindakan atau perilaku guru dinilai dan ditiru siswa. Guru ialah orang yang ‘digugu dan ditiru,’ kata Ki Hadjar Dewantara. Oleh karena itu, guru harus bisa menjaga sikap dan perilaku di mana pun dan kapan pun agar dapat memberikan contoh laku dan aksi nyata yang baik, walau dengan cara sederhana tapi sulit, yakni bersikap sopan santun, ramah, senyum, memberikan contoh membuang sampah pada tempatnya, hadir ke sekolah tepat waktu, berpakaian rapi, ikut berpartisipasi piket kelas, atau memberikan contoh kepatuhan terhadap nilai keagamaan dengan melaksanakan salat wajib tepat waktu di masjid/musala sekolah, secara berjemaah dengan siswa dan menunjukkan sikap adil kepada semua siswa tanpa memandang ras/suku dan agama siswa tersebut.

Dalam UU No 20/2003 pasal 10 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan, dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.” Berdasarkan peran dan fungsi guru tersebut, maka dapat diketahui pula bahwa tugas orangtua yang dibantu guru, memerlukan pribadi guru yang energik, sigap dan tanggap terhadap berbagai permasalahan yang dialami siswa sehingga hubungan guru dan siswa serta dengan orangtua yang baik merupakan kesatuan kesuksesan pendidikan.

Untuk itulah, sekolah Sukma Bangsa Pidie mengembangkan kolaborasi guru dan orang tua untuk mengembangkan karakter siswa. Guru mengajak orang tua berperan aktif dalam kegiatan sekolah, seperti peringatan hari gizi, hari anak, parenting day dan lainnya. Program Mengunjungi rumah siswa, termasuk cara ampuh sekolah melakukan kerja sama dengan orang tua. Kegiatan ini, bertujuan memberikan informasi perkembangan siswa di sekolah, kendala yang dihadapi baik pengetahuan, keterampilan maupun sikapnya.

Pengaruh positif dari kegiatan ini adalah, membawa perbaikan bagi siswa secara sikap menjadi lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan guru. Lebih aktif bertanya dan menjawab, serta meningkatnya motivasi belajar. Bagi orang tua, kegiatan ini memberikan pengaruh positif, seperti lebih memperhatikan perkembangan anaknya baik sikap, pengetahuannya, dan kehadiran di sekolah. Orang tua merasa anaknya lebih diperhatikan sekolah karena bersedia mengunjungi rumah siswanya demi kebaikan dan kemajuan siswa tersebut. Oleh: Eka Syafitri
Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie. (*)