KOMORBID ialah salah satu istilah yang kerap muncul ketika membahas infeksi penyakit covid-19. Orang-orang dengan penyakit komorbid lebih berisiko menderita gejala yang parah apabila terinfeksi virus korona. Komorbiditas ialah kondisi seseorang menderita dua penyakit atau lebih pada saat yang bersamaan. Semakin banyak komorbid yang dimiliki pasien, risiko kematian akibat covid-19 akan makin tinggi. Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah menyampaikan bahwa kebanyakan pasien covid-19 yang meninggal disebabkan komorbid sakit ginjal.

Data Satgas Covid-19 menyebutkan penyakit ginjal menyebabkan 13,5 kali risiko kematian lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki komorbid. Penyakit jantung meningkatkan risiko kematian hingga 9 kali, diabetes mellitus 8,3 kali, dan hipertensi 6 kali lipat berisiko menyebabkan kematian pada pasien covid-19. Penderita penyakit komorbid bisa rentan terinfeksi virus korona dan bila terinfeksi mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala covid-19 yang berat. Selain itu, membutuhkan perawatan yang intensif dan berisiko lebih tinggi untuk meninggal. Penderita penyakit komorbid memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah daripada orang tanpa penyakit komorbid. Selain itu, penderita penyakit komorbid mungkin sudah mengalami komplikasi atau kerusakan organ akibat penyakit yang dideritanya selama ini.

Oleh sebab itu, tubuh penderita penyakit komorbid akan lebih sulit melawan infeksi virus korona. Penderita penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes di masa pandemi ini harus lebih berhati-hati. PTM erat kaitannya dengan pola makan yang tidak seimbang, seperti tinggi lemak jenuh, tinggi lemak trans, tinggi kolesterol, tinggi garam (natrium), dan miskin serat. Kurangnya aktivitas fisik akan semakin memperburuk keadaan karena orang menjadi mudah mengalami kegemukan (obesitas) yang kemudian menjadi faktor risiko penyakit tidak menular. Penyakit jantung koroner bermula dari adanya penyumbatan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis. Akibatnya, terjadilah gangguan suplai oksigen ke jantung sehingga sebagian otot jantung mati. Serangan jantung dicirikan nyeri dada di sebelah kiri, keluar keringat dingin, lengan kiri kesemutan, dan sesak napas. Apabila tanda-tanda ini muncul berulang-ulang, perlu segera melakukan pemeriksaan ke dokter.

Di berbagai belahan dunia, data menunjukkan bahwa lebih banyak perempuan meninggal karena penyakit jantung jika dibandingkan dengan kaum pria. Perempuan perokok akan mendapat serangan jantung pada usia yang lebih muda jika dibandingkan dengan perempuan bukan perokok. Perempuan yang telah mengalami menopause juga berisiko lebih besar untuk mendapatkan serangan jantung. Ketika menopause, hormon estrogen yang selama ini melindungi dirinya dari serangan jantung mulai berkurang jumlahnya. Hormon estrogen antara lain berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar. Di negara maju, lebih banyak perempuan yang mati akibat penyakit jantung jika dibandingkan dengan kanker. Belum diketahui bagaimana profilnya di negara berkembang, seperti Indonesia. Penyakit jantung penyebabnya sangat kompleks. Berbagai faktor penyebab serangan jantung antara lain usia, keturunan, diabetes, merokok, hipertensi, kegemukan, konsumsi kolesterol tinggi, dan stres. Penyakit tidak menular lainnya yang bisa menjadi komorbid dan membahayakan penderita covid-19 ialah hipertensi. Penyebab hipertensi sangat kompleks.

Meningkatnya umur dapat menyebabkan hipertensi, demikian pula stres dan pola makan yang tidak seimbang. Hipertensi juga bisa terjadi karena gagal ginjal. Untuk itu, perlu upaya-upaya mencegahnya. Ada empat hal yang bisa dilakukan untuk upaya pencegahan, yaitu batasi asupan kalori (terutama bagi orang yang gemuk), batasi konsumsi garam (natrium), tingkatkan konsumsi kalium dan kalsium (pisang, melon, susu), dan rajin berolahraga.

Baca Juga: PEMERINTAH HARUS MEMPERCEPAT VAKSINASI KETIGA BAGI NAKES

Di negara-negara maju konsumsi garam tinggi umumnya berasal dari makanan jadi (processed foods) seperti makanan kalengan siap masak, yang umumnya tinggi garam. Orang gemuk akan cenderung hipertensi karena setiap kenaikan 10% berat badan akan meningkatkan tekanan darah sebesar 7 mmHg. Oleh sebab itu, menjaga berat badan ideal sangat dianjurkan dengan tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan aktif melakukan kegiatan fisik. Sejak 1997, WHO Expert Consultation on Obesity sudah memperingat­kan tentang meningkatnya masalah kegemukan dan obesitas di berbagai belahan dunia. Apabila tidak ada tindakan berarti untuk mengatasi masalah yang bersifat pandemi ini, jutaan manusia baik di negara maju maupun di negara berkembang akan menghadapi risiko penyakit tidak menular.

Disadari bahwa banyak negara yang tidak memiliki data akurat mengenai masalah kegemukan dan obesitas di kalangan penduduknya. Hal ini disebabkan kurangnya prioritas untuk memahami masalah kesehatan yang sangat serius ini. Apalagi bagi negara-negara berkembang, mereka lebih memfokuskan diri pada dimensi masalah gizi kurang. Di masa pandemi ini, menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas dapat dilakukan dengan mengonsumsi gizi seimbang, menambah asupan suplemen peningkat imunitas, seperti vitamin C, vitamin D, vitamin E, dan selalu melakukan aktivitas fisik secara cukup. Di samping itu, manajemen stres yang baik juga berpengaruh besar untuk menjaga agar tubuh senantiasa sehat dan tidak mudah terinfeksi virus.( Ali Khomsan, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB)