LEBIH baik mencegah daripada mengobati. Walau adagium tersebut kerap terdengar dalam konteks kesehatan, asas tersebut juga relevan bagi penegakan hukum antimonopoli dalam ekonomi digital, khususnya dalam konteks merger Goto. Masyarakat kini tengah menanti penetapan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perihal ada atau tidaknya praktik monopoli dalam merger Goto yang diperkirakan terbit setelah proses penilaian berakhir pada 14 Maret 2022. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa merger tersebut bukan praktik monopoli karena Gojek dan Tokopedia bukan pesaing. Jika ditinjau dari literatur untuk merger di pasar konvensional, memang betul merger antara pelaku usaha yang bukan pesaing tidak berisiko menciptakan monopoli karena tidak meningkatkan konsentrasi dalam pasar (Whish & Bailey, 2021). Kendati demikian, Goto tidak beroperasi dalam pasar konvensional, tetapi dalam pasar digital. Ini penting untuk digarisbawahi karena pasar digital memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda dari pasar konvensional. Kombinasi network effects yang kuat, keunggulan kompetitif big data, dan barriers to entry yang tinggi membuat pasar digital rentan dimonopoli karena dinamika persaingan menjadi winner-takes-all (UK Digital Competition Experts Report, 2019). Oleh karena itu, kita tidak bisa menggunakan pendekatan konvensional dalam menyikapi merger Goto karena dalam pasar digital a mistake in the approval of a merger can condemn an industry to a monopoly (Stigler Report, 2019). Itulah mengapa tahun lalu UK Competition and Markets Authority (CMA) memblokir merger Facebook dengan Giphy walaupun dua perusahaan tersebut bukan pesaing. Lalu apa risiko yang dapat muncul dari merger Goto? Apa yang harus dilakukan untuk mencegah potensi risiko dari merger tersebut?

Bahaya dataopoli Ariel Ezrachi dan Maurice Stucke, dua pakar ternama untuk isu hukum persaingan usaha dalam ekonomi digital, memperingatkan bahwa the potential harms of data-opolies can exceed those of earlier monopolies (Promarket, 2018). Namun, apa yang dimaksud dengan dataopoli? Dataopoli ialah platform digital yang telah berevolusi menjadi ekosistem dominan sehingga pengguna, penjual, dan pengiklan menjadi tergantung pada ekosistem tersebut (Harvard Business Review, 2018). Melalui ekosistem tersebut, dataopoli mendapatkan volume dan variety data yang masif dengan velocity yang tinggi sehingga wawasan dari big data dapat digunakan untuk menyusun strategi guna menyingkirkan pesaing dan mengeksploitasi konsumen (Ezrachi & Stucke, 2016). Merger Goto berpotensi menciptakan dataopoli karena layanan Gojek dan Tokopedia terhubung secara vertikal sehingga dapat memperkuat ekosistem Goto. Kekhawatiran integrasi vertikal itu yang mendasari keputusan CMA dalam merger Facebook-Giphy. CMA berpendapat bahwa layanan pencarian GIF milik Giphy merupakan input yang penting untuk platform media sosial. Karena itu, CMA menilai bahwa merger tersebut dapat memberikan Facebook kemampuan dan insentif untuk membatasi akses pesaingnya ke layanan Giphy guna mengalihkan user traffic dari pesaing ke Facebook. Demikian pula risiko terbesar dari merger Goto ialah potensi penutupan akses pasar (market foreclosure).

Merger Goto dapat memberikan kemampuan dan insentif bagi Goto untuk menutup akses pasar karena Gojek memiliki layanan, seperti fintech yang merupakan input penting untuk transaksi di platform marketplace. Karena itu, Gojek dapat menghalangi akses pesaing Gopay untuk menyediakan layanan fintech di Tokopedia guna meningkatkan pangsa pasar Gopay. Selain itu, karena Goto merupakan multi-sided platform, Goto juga dapat melakukan penutupan akses pasar, baik dengan melarang pengemudi maupun penjual menggunakan layanan platform pesaing. Hal serupa yang membuat Alibaba didenda 18,2 miliar yuan oleh Komisi Persaingan Usaha Tiongkok pada tahun lalu. Alibaba dinilai menyalahgunakan posisi dominannya karena melakukan penutupan akses pasar dengan melarang merchants di platformnya berjualan di platform pesaing. Lalu, bagaimana dengan konsumen? Banyaknya promosi yang ditawarkan saat ini merupakan manfaat dari persaingan yang ketat antara Goto dan pesaingnya. Namun, jika para pesaing tersingkirkan, konsumen dapat melihat kenaikan harga yang drastis. Mengingat Goto saat ini masih merugi, sangat mungkin jika nantinya konsumen dikenakan subscription fee, penjual dikenakan ‘biaya administrasi’, serta pengemudi dikenakan potongan komisi yang kian tinggi.

Mencegah dampak negatif Walaupun ada risiko dalam merger Goto, bukan berarti satu-satunya jalan keluar ialah untuk memblokir merger tersebut. Sebaliknya, jika merger Goto dibatalkan, manfaat seperti efisiensi akan hilang dan banyak biaya yang harus dikeluarkan. Salah satu opsi win-win yang dapat ditempuh ialah untuk KPPU memberikan persetujuan bersyarat. Fungsi mekanisme tersebut ialah agar merger tetap dapat berjalan, tetapi Goto berjanji melakukan penyesuaian perilaku agar potensi dampak negatif dapat dihindari. Ada tiga penyesuaian perilaku yang dapat ditempuh. Pertama, Goto dapat memberikan komitmen tidak akan membatasi akses layanan pesaing seperti layanan fintech dan layanan logistik yang merupakan input untuk bertransaksi di Tokopedia. Kedua, Goto dapat memberikan komitmen agar para pengemudi dan penjual di platform Goto tidak akan dilarang menggunakan layanan platform pesaing. Ketiga, Goto dapat memberikan komitmen agar Gojek tidak bisa mengakses data pengguna yang diperoleh Tokopedia (dan sebaliknya) guna mencegah supremasi data yang dapat memberikan Goto keunggulan kompetitif untuk menjadi dataopoli. Walau tidak mudah, penyesuaian perilaku tersebut merupakan ‘pil pahit’ yang harus ditelan demi memastikan persaingan usaha dalam ekonomi digital kita tetap sehat. Oleh: Muhammad Rifky  Wicaksono Peneliti The University of Oxford Centre for Competition Law and Policy (CCLP), Dosen Departemen Hukum Bisnis Fakultas Hukum UGM