Faradiba Buka Rekening Deposito Tanpa Setoran Tunai
AMBON, Siwalimanews – Lani Soulissa, Customer Service BNI KCU Ambon mengungkapkan, terdakwa Faradiba Yusuf lima kali membuka rekening deposito tanpa setoran tunai. Tiga diantaranya atas nama Faradiba.
“Faradiba pernah menyuruh saya membuka tabungan deposit lima kali,” kata saksi Lani Ambon dalam persidangan yang di gelar di Pengadilan Negeri Ambon (19/6).
Soulissa menceritakan, pertama kali Fardiba menyuruhnya melakukan deposit ketika ia bertugas di KCP Waihaong pada 5 Oktober 2016. Faradiba membuka rekening atas nama adiknya Zulfikar senilai Rp. 10 Juta. Saat Faradiba memerintahkannya itu, ia sedang hamil dan berada di kantin.
“Saat itu Ibu panggil saya, katanya mau membuka rekening deposit untuk adiknya Zulfikar. Karena saya sedang hamil, dia bilang saya tidak perlu turun, cukup tandatangan saja billingnya,” katanya.
Saat saksi menuju ke meja kerjanya, ia melihat sudah ada bukti validasi lembar kedua dan ketiga yang dicetak sendiri oleh Faradiba.
Baca Juga: 5 Tahun Bui untuk Pengedar Ganja di Tulehu“Ibu turun duluan. Tidak lama saya juga turun. Tapi Ibu sudah tidak ada. Di meja sudah ada bukti validasi lembar kedua dan ketiga. Ibu mencetak sendiri, karena saya tidak log-out dari sistem,” lanjut Soulissa.
Lanjut Lani, pembukaan tabungan deposit kedua terjadi saat Soulissa bertugas di BNI KCP Unpatti pada 12 Oktober 2016. Faradiba membuka rekening atas nama adik iparnya Andi Putri. Deposit itu juga senilai Rp. 10 Juta.
“Ibu Fara yang cetak menggunakan komputer saya, juga menyetor di teller. Saat itu saya berada di kantin juga. Deposit kali ini tanpa tandatangan saya,” tutur saksi.
Ia mengatakan, Faradiba membuka rekening ketiga dengan terburu-buru. Alasannya, ia hendak menemui nasabah. Padahal, deposit itu atas namanya sendiri. Deposit atas namanya itu senilai Rp. 10 Juta tanpa ia melakukan penyetoran ke teller.
“Ketiga, saat saya sudah di pusat. Kalau tidak salah pada akhir September 2018. Ibu Fara datang pukul 04.00 WIT sore hari. Dia menghampiri saya dalam keadaan buru-buru. Saya tanya uang, Ibu?. Katanya uangnya sudah di teller. Setelah itu saya ke teller untuk lakukan penyetoran. Saat saya kembali, Ibu sudah pergi dan membawa lembar depan billing,” cerita Soulissa.
Hal itu juga terjadi saat pembukaan tabungan deposit keempat dan kelima pada awal tahun 2019.
Soulissa mengungkapkan, pada deposit ketiga hingga kelima itu bermasalah. Pasalnya lembar pertama dititipkan atas nama orang lain. Selain itu, nominal pada lembar pertama tidak sama dengan lembar kedua dan ketiga.
Pada penyetoran deposit atas nama orang lain itu, kata saksi, Faradiba menggunakan nama Suryani dan Yongki T. Pada bilyet pertama itu tertulis, Yongki melakukan deposit hingga Rp 2 miliar. Begitu juga atas nama Suryani lebih dari Rp. 10 juta.
“Lembar pertama yang tidak saya lihat itu berbeda dengan lembar kedua dan ketiga. Nomor rekeningnya juga fiktif. Cetakan itu berbeda dengan cetakan asli. Tulisannya juga beda. Yang diakui BNI hanya Rp. 10 Juta,” tutur Soulissa.
Dia mengaku, sebenarnya tidak boleh memberikan password kepada Faradiba. Dan saksi yang harus mencetak bilyet sendiri. Namun karena saksi takut terpaksa memberikannya.
“Saya takut pak. Dia (Faradiba-red) kan pemimpin. Awalnya dia duduk di kursi nasabah, lalu ketika saya ke teller, dia pindah ke meja saya. Saya takut, tidak berani,” akui Soulissa.
Hakim pun menanyakan pada Soulissa bagaimana harusnya pembukaan deposit. Soulissa menjelaskan, tabungan deposit adalah tabungan dengan jangka waktu panjang. Hal itu membuat nasabahnya perlu datang sendiri ke kantor untuk melengkapi persyaratan. Bahkan berlaku bagi nasabah prioritas, kecuali nasabah berhalangan datang.
Nasabah perlu mengisi formulir aplikasi pembukaan rekening. Selain itu, menunjukkan bukti identitas diri asli berupa KTP, SIM atau paspor. Juga melakukan setoran untuk pembukaan rekening.
Berdasarkan Standar Operasional Produk, apabila tidak menyetorkan uang, bilyet tidak dicetak. Lembar pertama bilyet wajib dicetak untuk nasabah dari tiga lembar bilyet itu. Selain itu, customer service yang harus melakukan percetakan bilyet.
“Namun kalau pimpinan ada kebijakannya (kalau uangnya belum ada di teller). Kalau belum ada pimpinan bisa bertanggungjawab,” katanya.
Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Pasti Tarigan itu, Jaksa juga menghadirkan saksi lainnya yaitu, teller bernama Marlin Yolanda, Mega Safira dan Junet Patty.
Sama halnya dengan Soulissa, ketiga saksi ini mengaku takut dengan pimpinan. Apalagi bila sudah diperintahkan, mereka enggan untuk menolak meski bertentangan dengan aturan. Pasalnya, mereka berpikir itu menjadi tanggungjawab pimpinan.
Seperti diceritakan Junet Patty yang bertugas di KCP Masohi. Ia sama sekali tidak mengetahui soal kasus setoran tunai tanpa fisik uang yang menyebabkan BNI mengalami kerugian Rp 58 miliar. Namun dari cerita rekannya yang melakukan transaksi mengaku, melakukan transaksi karena diancam pimpinan cabang saat itu untuk dipindahkan.
“Saya tidak tahu kasus ini. Saya tahu dari koran. Lalu saya bertanya di kantor. Katanya dia sempat diancam kalau tidak melakukan transaksi berarti dipindahkan,” papar Junet.
Setelah kesaksian keempat saksi perempuan dari bank berpelat merah itu. Majelis hakim menunda sidang hingga Selasa (23/6) depan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Sidang itu disaksikan para terdakwa melalui video conference. Terdakwa Faradiba Yusuf dan terdakwa Soraya Pelu alias Aya berada di Lapas Perempuan. Terdakwa lainnya, Marce Muskita alias Ace selaku pemimpin BNI Cabang Pembantu Masohi, terdakwa Krestiantus Rumahlewang alias Kres selaku pengganti sementara pemimpin Kantor Cabang Pembantu Tual, terdakwa Joseph Resley Maitimu alias Ocep selaku pemimpin Kantor Cabang Pembantu Kepulauan Aru, terdakwa Andi Yahrizal Yahya alias Callu selaku Pemimpin BNI Kantor Kas Mardika berada di Rutan Kelas II A Ambon. (Mg-2)
Tinggalkan Balasan