AMBON, Siwalimanews  – Sebanyak empat rekomendasi dike­luarkan dari hasil Focus Group Discussion (FGD), yang digelar di Kantor LIPI  Maluku, Kamis (19/9), terkait fenomena matinya ikan secara massal dan ter­dampar di perairan Pulau Ambon dan Lease.

FGD itu melibatkan LIPI, Balai Ka­rantikan Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Ambon, Dinas Perikanan Ambon, Badan Meteorologi Klimato­logi dan Geofisika (BMKG) Ambon, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelau­tan Unpatti, dan beberapa instansi lainnya.

Empat rekomendasi tersebut yakni, pertama; ikan yang beredar sekitar lokasi kejadian itu, masya­rakat tidak usah khawatir. Ikan layak dikonsumsi, dengan catatan ikan yang masih segar, dan baru saja mati, atau pengecualiannya untuk ikan yang sudah mati dan mengalami penurunan mutu atau kualitas atau membusuk. Ikan yang sudah meng­alami penurunan mutu sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur.

Kedua, berdasarkan rujukan ilmiah tidak ada kejadian gempa bumi dan tsunami yang didahului dengan peristiwa kematian ikan se­cara massal, sehingga fenomena tersebut tidak dapat dijadikan indi­kator akan terjadinya peristiwa gem­pa bumi dan atau tsunami. Sampai saat ini juga kondisi kegempaan di wilayah pulau Ambon masih dalam keadaan normal.

Ketiga, adanya keresahan di ka­langan masyarakat terkait kematian ikan yang dihubungkan dengan isu akan terjadinya peristiwa gempa bumi dan tsunami di pesisir pulau Ambon. BMKG melakukan analisa, kegempaan bahwa tidak ada keja­dian gempa bumi dan tsunami yang didahului dengan peristiwa kema­tian ikan secara massal, sehingga fenomena tersebut tidak dapat dijadikan indikator akan terjadinya peristiwa gempa bumi dan tsunami.

Baca Juga: Louhenapessy: Sektor Pelayanan Jasa Unggul Di Ambon

Keempat, untuk peningkatan mutu kemampuan identifikasi racun atau toksin pada fenomena ini, perlu diadakan instrumen atau alat labo­ratorium untuk toksisitas.

Sementara Kepala Dinas Perika­nan Kota Ambon Steiven Patty menjelaskan, dari hasil kajian, ikan yang ditemukan mati secara massal adalah jenis ikan karang sebanyak 23 jenis, dengan jenis ikan yang dominannya adalah ikan kuli pasir (Naso Hexacanthus, Naso Caeru­lea­cauda), ikan Tatu (Milichtys Niger), yang habitatnya dari laut dalam.

“Berdasarkan analisa organo­leptik, isi lambung dan insan ikan tidak ditemukan fitoplankton bera­cun. Berdasarkan aspek kajian kua­litas air, tidak ditemukan adanya fiktoplanton beracun penyebab harmful algae blooms (HABs ), dan tidak ditemukan adanya anomali,” jelasnya.

Berdasarkan penelitian juga bahwa saat ini terjadi upwelling atau perubahan massa air, sehingga berpengaruh terhadap oksigen di dasar laut.

“Walaupun hasil rekomendasi telah keluar, lanjutnya perlu dila­ku­kan penelitian terpadu dan kontinyu terkait dengan kondisi ekosistem terubung karang.monitoring kondisi oseanografi periaran, dan analisa pencemaran logam berat,” kata Patty.

Seperti diberitkan, ribuan ikan mati terdampar di pesisir seperti Pantai Rutong, Hukurila dan Leahari Kecamatan Leitimur Selatan, dan di Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe.

Ada juga di pesisir pantai Passo, Kecamatan Baguala, bahkan di Negeri Waai Kecamatan Salahutu dan Negeri Oma Kecamatan Pulau Haruku.

Fenomena yang terjadi sejak Ming­gu (15/9) menggemparkan war­ga. Isu tsunami kemudian mencuat, sehingga meresahkan masyarakat.  (S-40)