PERGULATAN mainstreaming pembangunan dengan pendekatan green ekonomi atau blue ekonomi dalam arena G-20 dan COP, bagi Indonesia menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Untuk mengakomodasi kepentingan negara mitra dan kerja sama Indonesia dengan negara lain, bisa jadi agenda blue dan green ekonomi akan berjalan beriringan.

Namun, dengan ego sektoral yang kuat di Indonesia, bisa jadi platform blue-green ekonomi mampu berkoherensi. Untuk itu, agregasi ekonomi Indonesia haruslah yang mampu menyatukan kedua main­streaming tersebut. Kalau kita bisa sepakat, penulis menyarankan ekonomi agromaritim jadi pilihan.

Ekonomi agromaritim dapat mewakili kepentingan green ekonomi dan blue ekonomi. Aktivitas ekonomi berbasis land atau terestrial dapat menyatu dengan aktivitas ekonomi berbasis kelautan. Kedua perangkat itu dikembangkan atas prinsip yang sama, yaitu sustainability, ekosistem yang sehat, kesejah­teraan, dan keadilan. Sementara itu, untuk memasti­kan aktivitas ekonomi bekerja secara maksimal, konektivitas antarwilayah dan logistik terkoneksi satu sama lain. Paradigma ekonomi agromaritim yang kita tawarkan menjadi perekat dari green dan blue ekonomi yang sedang berkembang.

Kondisi itu akan sama dengan pergulatan Bung Karno ketika menawarkan ekonomi Pancasila kepada dunia pada awal Indonesia berdiri. Banyak negara di dunia mencari penjelasan tentang ekonomi Pancasila saat itu karena akan menjadi skema ekonomi baru se­telah kapitalis dan sosialis berkem­bang. Soekarno kemudian menje­laskan ekonomi Pancasila ialah ekonomi yang dijiwai Pancasila sebagai dasar proses dan tujuan negara.

Lima sila Pancasila menjadi basic dari perkem­bangan dan pertumbuhan ekonomi Pancasila. Se­pola dengan itu, ekonomi agromaritim ialah ekonomi yang tumbuh karena merangkai dasar kebutuhan ba­ngsa Indonesia saat ini. Pembangunan ekonomi tidak hanya berbasis terestrial, tetapi juga maritim. Untuk itu, pegangan ekonomi agromaritim menjadi relevan dalam situasi saat ini. Tidak hanya sustainability, ekonomi agromaritim juga menyajikan kesehatan ekosistem (ekosistem healthy), kesejahteraan sosial (social welfare), dan keadilan (equity).

Baca Juga: Menkes Take Over BPJS Kesehatan, Apa Risikonya?

Merespons reaksi dunia dan pergerakan ekonomi yang tidak lepas dari perilaku pasar, dorongan melalui aktivitas ekonomi rakyat berbasis UMKM dalam ekonomi agromaritim tetap menjadi mesin kendali ekonomi. Langkah itu sebagai sebuah strategi peme­rataan dan keadilan yang ingin dicapai.

Namun, kita tetap perlu bungkusan yang secara fungsional mampu mengagregasi ekonomi kerak­yatan berbasis pulau, tipologi kebangsaan sebagai negara maritim, dan kemitraan kerja sama dengan berbagai pihak. Dengan adrenalin ekonomi pasar berbasis UMKM, integrasi paradigma dunia pada green dan blue ekonomi, ekonomi agromaritim menjadi tawaran yang tepat dalam membungkus dan merajut kebangsaan Indonesia yang berbasis kepulauan.

Model strategis

Ekonomi agromaritim menjadi strategis karena memberikan tawaran akses kepada masyarakat di semua pulau. Pasar ekonomi yang tumbuh pada pulau besar harus mampu merajut kawasan pulau kecil. Ketika sumber daya di Pulau Jawa sudah mulai terbatas karena penduduk yang tinggi, akses harus dibuka dengan memperkuat logistik antarpulau. Begitu juga saat ibu kota pindah ke IKN, jaringan logistik laut akan memainkan peran penting dan strategis.

Dengan menempatkan pulau-pulau besar sebagai titik simpul barang dan jasa serta pulau kecil sebagai simpul produksi, akses dan pergerakan pasar akan terbuka. Pada tahap awal pemerintah akan terlihat berinvestasi besar dalam memastikan titik simpul jaringan dan transportasinya tersambungkan. Dengan demikian, ekonomi pulau-pulau kecil akan terangkat lebih cepat.

Lalu, bagaimana agenda blue dan green ekonomi diterapkan? Sesungguhnya tidak sulit ketika kita mampu mendorong berbagai inovasi sebagai driven ekonomi pulau kecil. Agromaritim bisa menempatkan pulau-pulau kecil sebagai sentra produksi berkelanjutan dari marine ekonomi berbasis darat dan sumber daya ikan. Hasil laut seperti ikan, rumput laut, bioteknologi laut, dan hasil darat seperti padi, buah-buahan, sayur-sayuran, dan komoditas perkebunan lainya ialah amunisi dari transportasi dan logistik laut. Konsep zero waste bisa diimplementasikan pada sistem produksi, ekosistem yang sehat pada lingkungan lestari akan memberikan kesejahteraan dan keadilan.

Selain itu, kekayaan alam laut yang mampu memberikan jasa kelautan dari 28 juta hektare (ha) kawasan konservasi, seperti jasa wisata, jasa pendidikan, dan jasa lingkungan dari 3,1 juta ha mangrove dalam mereduksi karbon merupakan wajah dari blue ekonomi. Sementara itu, pelestarian hutan pulau-pulau kecil, praktik pertanian lahan pekarangan dan industri pertanian, serta hortikultura potret green ekonomi yang berkelanjutan.

Dalam rajutan Nusantara yang mendambakan pemerataan dan keadilan, sistem logistik dan transportasi antarpulau menjadi kunci pemerataan. Integrasi aktivitas ekonomi terestrial (baca: green economy) dan laut (baca: blue economy) yang apik sebagai sebuah kekuatan agromaritim maju. Agar kemitraan secara regional dan internasional tidak tercerabut, agromaritim ekonomi menjadi ruang akomodasi tersebut.

Langkah

Dalam mewujudkan ekonomi agromaritim terse­but, langkah yang harus ditempuh pemerintah ialah; pertama, formulasi rencana pem­bangunan jangka panjang (RPJP) harus merajut tatanan green dan blue ekonomi dengan mensti­mulasi pasar berbasis UMKM pada wilayah pulau. Komoditas antar­pulau dapat saja berbeda, tapi kemudian itu dipertukarkan seba­gai sebuah mekanisme pasar antar­wilayah. Gerakan ekonomi pasar akan menumbuhkan eko­nomi pulau-pulau kecil kita.

Kedua, memastikan langkah pencapaian pembangunan secara sistemik dalam rencana pemba­ngu­nan jangka menengah (RPJM) dan jangka pendek. Infrastruktur benar-benar diperuntukan mendo­rong ekonomi antarpulau. Tidak ada lagi infrastruktur dan prasa­rana asal ditempatkan tapi ke­mudian banyak terbengkalai seperti yang terjadi pada SKPT (sentra kelautan perikanan ter­padu) dan lumbung pangan. Banyak praktik pembangunan di luar koridor dan di luar koordinasi dengan masyarakat, hingga akhirnya tertinggal dan tidak bisa digunakan.

Ketiga, menyiapkan skema pendampingan total agar ekonomi pulau tumbuh secara konsisten. Menumbuhkan ekonomi pulau-pulau tidak hanya melempar program dan dana, tetapi juga memastikan kegiatan ekonominya berjalan secara berkelanjutan. Pendampingan tidak lagi sukarela dan bergantung pada investasi, tetapi menjadi mandatori dari pemerintah sampai target investasi tumbuh dan terajut antarpulau.

Tiga langkah untuk agromaritim maju dalam mengelaborasi blue dan green ekonomi akan merajut pasar antarpulau tumbuh. Dengan begitu, wajah negara kepulauan, dengan kemakmuran dan keadilan yang merata, bisa dirasakan anak-anak bangsa. Tidak masanya lagi membuat pembangunan terkotak-kotak dan tumbuh tanpa skenario yang baik. Jika mau maju, Indonesia harus berkaca dengan jati diri dan keunggulannya, yaitu negara maritim. Bukan tumbuh menjadi pesaing, melainkan tumbuh menjadi negara dengan ekonomi maritim yang besar tanpa harus merasa disaingi. Oleh: Yonvitner Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB (*)