AMBON, Siwalimanews – Polisi didesak untuk segera meningkatkan kasus dugaan penyimpangan dana Covid-19 di Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara ke tahapan penyidikan.

Hal ini karena indikasi dugaan ko­rupsi dalam kasus dana Covid tersebut sangat nyata dimana terjadi selisih anggaran mencapai 70 miliar.

Dorongan ini diungkapkan, Praktisi Hukum Fileo Pistos Noija saat diwawancarai Siwalima melalui sam­bungan selulernya, Selasa (14/11).

Menurut Noija, dari aspek hukum ketika terjadi perbedaan anggaran belanja Covid-19 antara BPKAD dan Inspektorat, maka potensi penyalah­gunaan anggaran telah nyata dan harus ditingkatkan ke penyidikan.

Apalagi, lanjut dia, masyarakat Maluku saat ini sebetulnya mengha­rapkan agar ada peningkatan kasus dana Covid-19 Maluku Tenggara dari tingkat penyelidikan ke penyidikan.

Baca Juga: Dua Pengedar Narkoba Dituntut 10 Tahun Penjara

“Kita berharap bahwa ada pening­katan status dari penyelidikan naik kepada penyidikan karena, jika dilihat dengan teliti sebenarnya dua alat bukti telah dikantongi penyelidikan, jadi harus segera ditingkatkan,” te­gasnya.

Menurutnya, Ditreskrimsus Polda Maluku tidak boleh takut untuk meningkatkan status kasus dana Covid-19 dari tahap penyelidikan ke penyidikan, termasuk dengan mene­tapkan tersangkanya.

“Fakta membuktikan bahwa per­bedaan antara jumlah uang dengan realisasi dan kalau memang bukti­nya mengarah kepada mantan bupa­ti atau pihak lainnya, maka harus berani ditetapkan juga, karena semua orang sama dimata hukum,” ujarnya.

Noija menyambut baik keputusan Ditreskrimsus Polda Maluku untuk memanggil kembali Mantan Bupati Maluku Tenggara, Taher Hanubun, mantan Sekda dan Kepala BPKAD untuk kepentingan pemeriksaan.

Pemanggilan kembali para saksi ini, tambah Noija, merupakan hal biasa yang terjadi dalam proses pengusutan suatu kasus pidana dengan tujuan mencari alat bukti.

“Panggilan ketiga ini merupakan tindakan kemajuan untuk memenuhi alat bukti atau juga tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana Covid,” ujar Noija.

Ada Bukti Tingkatkan

Senada dengan Noija, praktisi hukum Alfaris Laturake mengatakan, jika penyidikan Ditreskrimsus Polda Maluku telah menemukan adanya dua alat bukti maka harus diting­katkan ke tahap penyidikan.

Menurutnya, pemanggilan kem­bali Mantan Bupati Maluku Teng­gara dan cs menunjukkan adanya ke­seriusan Ditreskrimsus dalam me­ngusut tuntas kasus dana Covid-19.

“Kalau memang Ditreskrimsus memanggil kembali mantan bupati untuk diperiksa maka ini langkah baik sebagai bentuk keseriusan, artinya kalau sudah ada dua alat bukti mestinya ditingkatkan,” ungkap Laturake.

Diakuinya, peningkatan status tidaklah mudah karena harus me­ngantongi dua alat bukti bahwa benar tindak pidana korupsi telah terjadi dan ada tersangka.

Tetapi, masyarakat saat ini meng­hadapkan adanya langkah cepat Ditreskrimsus Polda Maluku untuk merampungkan seluruh proses pe­meriksaan agar dapat meningkatkan status ke tahap penyidikan.

“Kita berharap kasus ini segera masuk ke tahap penyidikan sebab perbedaan nilai anggaran covid-19 cukup fantastis, sehingga dapat di­jadikan pintu masuk untuk me­ngusut tuntas kasus ini,” cetusnya.

Dipanggil Lagi

Polisi kembali akan memanggil mantan Bupati Maluku Tenggara, M Taher Hanubun bersama mantan Sekda A Yani Rahawarin dan Kepala BPKAD Rasyid.

Mereka dipanggil lagi untuk di­mintai keterangan, untuk kepenti­ngan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana Covid di kabupaten berjuluk Larvul Ngabal itu.

Hal ini diungkapkan Direktur Reskrimsus Polda Maluku, Kombes Harold Huwae kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Senin (13/11) siang.

Huwae mengatakan, pemeriksaan kembali tiga pejabat Pemkab Malra itu akan dilakukan setelah seluruh pemeriksaan terhadap organisasi perangkat daerah. “Masih diperiksa lagi nanti,” jawab Huwae ketika ditanyakan apakah Hanubun Cs akan diperiksa lagi.

Menurutnya, pemeriksaan kasus dugaan korupsi dana Covid Malra masih terus dilakukan dan sejumlah OPD juga akan dipanggil. “Semua OPD yang diperiksa dolo,” sing­katnya.

Ketika ditanya apakah sudah ditemukan bukti-bukti melalui pe­meriksaan tiga pejabat Malra dan sejumlah saksi-saksi lainnya untuk ditingkatkan ke penyidikan, menurut Huwae, belum bisa dilakukan  karena masih butuhkan pemeriksaan saksi-saksi lagi. “Tunggu semua diperiksa dulu,” tegasnya.

Digarap Dua Hari

Sebelumnya diberitakan, Hanu­bun, diperiksa penyidik Ditreskrim­sus Polda Maluku, dua hari ber­turut-turut. Kamis (9/11), bupati Malra 10 tahun itu digarap 10 jam lebih oleh penyidik sejak pukul 10.15 hingga 19.38 WIT.

Pantauan Siwalima, Kamis (9/11), Hanubun tiba di Markas Komando Ditreskrimsus Polda Maluku, Kawasan Batu Meja Ambon, pukul 09.30 WIT, menggunakan hem le­ngan pendek berwarna biru dongker, didampingi penasehat hukum, Lopianus Ngabalin serta diantar puluhan pendukung dan langsung menuju ruang pemeriksaan.

Selain Hanubun, mantan Sekda, A Yani Rahawarin dan Kepala BPKAD Rasyid serta Kepala Dinas Infokom Antonius Kenny Raharu­sun juga ikut hadir memenuhi panggilan dan diperiksa penyidik.

Dua jam lebih diperiksa penyi­dik, TH sapaan akrab Hanubun keluar ruangan sekira pukul 12.15 WIT untuk makan siang di kantin bagian belakang Kantor Ditres­krimsus.

Hanubun kemudian kembali lagi menjalani pemeriksaan pukul 13.23 WIT hingga selesai pukul 19.38 WIT. TH hanya tersenyum sambil me­ngangkat tangan ke arah wartawan yang mencoba untuk wawancara.

“Nanti saja ee, masih lanjut lagi,” katanya singkat sambil terus berja­lan ke ruang penyidik.

Hingga usai pemeriksaan pukul 19.38 WIT, TH yang bersama-sama dengan kuasa hukumnya ketika dihadang wartawan namun menolak berkomentar. Begitu juga kuasa hukumnya.

“Pak Taher capek, nanti sama kua­sa hukumnya saja,” ujar salah satu pengikut TH. Sementara penasehat hukum, Lopianus Ngabalin yang dicegat juga enggan berkomentar.

Besoknya, Jumat (10/11) Hanu­bun, kembali diperiksa penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku. Dia digarap 9 jam dan didampingi penga­caranya, Lopianus Ngabalin. Peme­rik­saan itu dimulai pukul 09.45 dan selesai pada pukul 19.40 WIT malam.

Mantan anggota DPRD Maluku ini mendatangi Kantor Ditreskrim­sus Polda Maluku, di Batu Meja Ambon sekitar pukul 09.15 WIT dan didampingi beberapa pengikutnya.

70 M Bermasalah

Sementara itu informasi yang diperoleh Siwalima terindikasi ang­garan dana Covid Malra berpotensi korupsi.

Hal ini karena anggaran tersebut mengalami perubahan, dan peruba­han tersebut juga tidak diketahui pimpinan-pimpinan OPD.

Kepada Siwalima, Selasa (31/10) sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini menyebutkan, dalam laporan pertanggungjawaban dana covid anggaran yang awalnya tertera sebesar Rp36 miliar di tahun 2020.

Selanjutnya anggaran tersebut direvisi menjadi Rp40 miliar.

“Anggaran total awalnya 36 miliar, kemudian direvisi menjadi 40 milar, dalam dokumen pertanggung­jawaban keuangan pada BPKAD ternyata jumlahnya bukan lagi 40 miliar tetapi naik 96 miliar, berbeda lagi pada laporan pertanggung­jawa­ban bagian Inspektorat anggaran menjadi 110 miliar,” ujar sumber itu.

Sumber ini kemudian memperta­nyakan APBD ditetapkan tahun 2020 lalu datanya bisa berubah-ubah. Dimana tidak ada data tetap refocusing dan alokasi dana Covid tahun 2020 di Kabupaten Malra.

Selain itu dari jumlah anggaran tersebut, lanjut sumber, terindikasi ada selisih 70 miliar yang diduga dikorupsi namun ada dalam doku­men pertanggungjawaban bagian keuangan Pemkab Malra.

Mirisnya lagi, kata sumber itu, rata-rata pimpinan-pimpinan OPD di lingkup Pemkab Malra sama sekali tidak mengetahui anggaran refocusing dan alokasi dana Covid tersebut.

“Contohnya di Dinas Pendidikan yang tidak ada refocusing namun dalam laporan pertanggungjawaban keuangan ternyata ada, sebesar Rp13 miliar. Sehingga mengindikasi bahwa dokumen ini tidak pernah ada di pimpinan OPD. Dan diduga hanya dipegang oleh bagian keuangan dan bupati saja. Karena kalau dokumen-dokumen itu ada, maka tentunya pimpinan OPD mengetahui,” ujar sumber itu lagi.

Dia menyebutkan bahwa seba­-nyak 20 OPD dari 42 OPD di ling­-kup Pemkab Malra yang refocusing anggaran dana Covid tersebut.

Selain itu, banyak kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan Covid dimana kegiatan tersebut murni menggunakan dana APBD Malra, tetapi dalam laporan pertang­gungjawaban justru menggunakan dana covid.

Tak Bisa Dipertanggung Jawabkan

Seperti diberitakan sebelumnya, penggunaan dana Covid-19 tahun 2020 di Kabupaten Maluku Teng­gara, kuat dugaan tak bisa diper­tanggungjawabkan.

Adapun penggunaan dan peman­faatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Malra berbau korupsi.

Dana Rp52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Covid-19, dialihkan Bupati Malra untuk membiayai proyek infrastruk­tur, yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, dalam rangka per­cepatan penanganan Covid-19.

Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebesar Rp52 miliar.

Padahal, berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.

Anggaran Rp52 miliar itu bersumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada post peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.

Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Kesehatan TA 2020 senilai Rp5,796.029.278,51 yang digunakan untuk belanja bahan habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3.196. 029.278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian pengguna­annya sehingga patut diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp3.196.029. 278,51.

Sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Sejumlah kejanggalan yang ditemukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.

Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp9.629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kesehatan senilai Rp3.833.000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas senilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat dipertanggung jawabkan senilai Rp.3.196.029.278,51.(S-20)