AMBON, Siwalimanews – Direksi dan komisaris Bank Maluku Malut, diduga melaku­kan praktik menyimpang yang tak boleh dilakukan oleh mana­jemen bank di era modern.

Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2023, tentang pemberian remu­nerasi kepada Direksi dan dewan ko­misaris bank milik daerah yang dinilai telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Mereka mencoba mengakali temuan OJK itu, dengan modus menjalankan circular letter, yang didistribusikan ke seluruh bupati dan walikota, serta Gubernur Maluku dan Maluku Utara, sebagai pemegang saham.

Intinya, akal bulus direksi dan komi­saris ini dilakukan untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesa­lahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.

Pelaksanaan RUPS Sirkular ini, pada intinya meminta persetujuan para pemegang saham tentang renumerasi bersifat variable berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hingga saat ini, namun belum mendapat persetujuan dari pemegang saham.

Baca Juga: Duh! Ratusan Warga Ambon Terpapar HIV-AIDS

Praktik busuk ini dilakukan untuk mengakali pemberian bonus tri­wulan kepada direksi dan komisaris yang telah berlangsung sejak tahun 2021 sampai 2023, namun belum pernah disetujui pemegang saham sama sekali.

Dengan kata lain, direksi dan komisaris meminta persetujuan untuk dilakukan pemutihan seluruh dana yang sudah masuk ke kantong mereka tahun 2021.

Hal ini tentu saja melanggar ke­tentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material de­ngan nilai yang cukup fantastis.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pem­bayaran Remunerasi yang Ber­sifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.

Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 ter­sebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam aturan tersebut tidak megatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan.

Bila nantinya direksi dan komi­saris tidak melakukan penyetoran kembali, atau mengembalikan selu­ruh biaya yang sudah mereka terima selama ini, otomatis bank akan me­ngalami kerugian materiil dan hal ini dapat dipersamakan dengan tinda­kan fraud dan atu kejahatan per­bankan.

Sumber Siwalima di Bank Maluku menyebutkan, kebijakan circular letter ini dilakukan, setelah manejemen mengatahui bahwa telah terjadi ke­salahan dalam pembayaran remu­nerasi selama ini.

Sumber yang meminta nama­nya tidak ditulis itu menduga, circular letter ini dilakukan atas arahan dan petunjuk OJK, atas temuan mereka.

Sumber yang sesehari bekerja di lantai 3 Kantor Bank Maluku Malut, meminta aparat penegak hukum untuk segera bertindak dan mem­bongkar langkah yang bisa mem­bawa dampak buruk ke bank.

“Penegak hukum, KPK, jaksa atau polisi, harus mengungkap kasus ini agar tidak merugikan bank dan daerah,” harapnya.

Circular Resolution

Dokumen sirkular letter yang digagas manajemen Bank Maluku Malut itu dicetak dalam dua hala­man, dan dikirim ke seluruh peme­gang saham.

Direksi, komisaris maupun pim­pinan cabang, ditugaskan khusus untuk mengantar dokumen yang mereka kategorikan super rahasia itu langsung ke tangan pemegang saham.

Tak tanggung-tanggung, jajaran direksi yang langsung memberikan arahan kepada si pengantar do­kumen super rahasia itu melalui pesan WhatsApp.

Selain itu si pengantar juga di­haruskan bisa menerangkan secara detail, maksud dan tujuan penanda­tanganan dokumen tersebut.

Salah satu poin dalam dokumen itu menyebutkan, “Menyetujui pem­­berian remunerasi sebagai be­rikut:

  1. Remunerasi bersifat tetap ke­pada Pegawai Tetap, Direksi (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Direksi meliputi Direktur Utama dan para Direktur lainnya) serta Dewan Komisaris (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Dewan Komisaris meliputi Komisaris Utama dan para Komi­saris lainnya), sebagai berikut:
  2. Bagi Pegawai Tetap: Ditentukan lebih lanjut melalui Keputusan Direksi.
  3. Bagi Direksi dan Dewan Komi­saris, sebagai berikut:
  4. Gaji telah ditetapkan melalui RUPS Luar Biasa pada tanggal 27 September 2022;
  5. Tunjungan setiap tahun buku, berupa:

(a) Tunjangan Hari Ulang Tahun sebesar 1 (satu) kali gaji ;

(b) Tunjangan Hari Raya sebesar 3 (tiga) kali gaji;

(c) Tunjangan Cuti sebesar 1 (satu) kali gaji;

(d) Tunjangan Rumah Dinas atau Sewa Rumah Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji ;

(e) Tunjangan Pakaian Dinas se­besar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji”.

Poin lainnya berbunyi: “Bahwa Pemegang Saham Perseroan menye­tujui bahwa Keputusan Sirkuler ini juga merupakan pemberitahuan se­cara tertulis kepada Pemegang Sa­ham Perseroan. Oleh karena itu, ti­dak diperlukan lagi pemberitahuan sebelumnya, dan Pemegang Saham Per­seroan menyadari dan telah me­ngetahui seluruh usul yang diajukan”.

Hanya Menyatukan

Dihubungi terpisah, Direktur Bank Maluku Malut, Syahrizal Imbran yang dikonfirmasi Siwalima mengungkapkan, langkah yang dilakukan dengan menyurati selu­ruh pemegang saham Bank Maluku Malut adalah hanya untuk menya­tukan saja dan bukan karena ada penyimpangan.

“Tidak, kita RUPS setiap tahun. Betul kita surati dan itu hanya untuk menyatukan saja, karena selama ini terpisah-pisah,” ujar Syarizal kepada Siwalima melalui telepon selu­lernya, Minggu (13/8).

Menurutnya, pihaknya melaksa­nakan RUPS setiap tahun dan seluruh laporan keuangan diterima oleh seluruh pemegang saham dalam RUPS tersebut, sehingga langkah yang dilakukan dengan melakukan circular letter adalah untuk me­nyatukan saja.

“Iya kita lakukan C/L itu atas usul dan saran komisaris karena selama ini kan terpisah-pisah karena ba­nyak itu pemegang saham, sehingga dilakukan untuk menyatukan, dan tidak ada penyimpangan karena laporan keuangan kita kan Wajar Tanpa Pengecualian,” ujarnya.

Ketika ditanyakan apakah kebi­jakan C/L ini dilakukan kepada sejumlah pemegang saham di Provinsi Maluku dan Maluku Utara karena adanya temuan dari OJK, Syarizal membantahnya, karena tidak ada temuan tetapi kebijakan itu dilakukan.

Komisaris Utama Bank Maluku Malut, Najib Bachmid yang dikon­firmasi Siwalima melalui sambu­ngan selulernya tidak merespons hingga berita ini naik cetak.

Begitu juga Direktur Pemasaran, Yeti Likur yang dikonfirmasi namun tidak merespon.

Tanggapan Akademisi

Menanggapi hal ini, akademisi Hukum Unpatti, Remon Supusepa mengungkapkan, jika ada temuan OJK dan temuan itu kemudian ditindaklanjuti dengan kebijakan menyurati seluruh pemegang saham di Provinsi Maluku dan Maluku Utara maka kebijakan ini perlu dilihat lagi apakah sesuai dengan aturan UU No 40 tahun 2007 maupun aturan Kementerian Keuangan serta perbankan lainnya.

“Jika terkait dengan remunerasi maupun tunjangan-tunjangan pegawai dan lainnya maka ada ketentuan yang memang ditetapkan dengan dalam RUPS dan dituangkan dalam peraturan BUMD, dan tidak serta merta direksi putusan, direksi bertanggung jawab berhubungan dengan organ, tetapi terkait penetapan hak-hak pegawai berupa remunerasi dll atau tunjangan harus di tetapkan dalam suatu Keputusan RUPS,” ujarnya.

Menurutnya, jika pembayaran remunerasi yang sudah dilakukan managemen perbankan dalam hal ini Bank Maluku, Malut tidak melalui penetapan RUPS, maka diduga ada penyimpangan terhadap aturan.

“Jika penetapan itu tidak dalam RUPS maka diduga ada penyimpangan terhadap aturan, aturan teknis yang BUMD, maupun menteri Keuangan serta dan hak-hak yang berkaitan dengan peraturan tenaga kerja, dan bisa dinilai sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang terjadi,” ujarnya.

Nah apakah perbuatan melawan hukum itu bersifat administrasi atau pidana, ini yang harus dilihat lagi. Karena temuan OJK itu hanya sifatnya administrasi.

“Temuan OJK sifatnya administrasi yang mengontrol semua proses pengelolaan keuangan BUMN, temuan pengelolaan yang salah, dan RUPS dari koorporasi harus ditindaklanjuti. Kalau tidak, ini bisa menjadi pintu masuk untuk dilakukan sebagai upaya pidana apakah ada kerugian keuangan Negara ataukah tidak.

“Harus dicari kerugian Negara berdasarkan data dari OJK, karena OJK sifatnya administrasi sehingga tidak ada fungsi proses penegak pada OJK, OJK hanya membantu aparat penegak hukum, sebagai instuitusi untuk bisa memberikan data dan temuan sebagai pintu masuk terjadi kejahatan dan pidana ataukah tidak. Ini yang perlu dilihat lagi,” ujarnya.

Akan Panggil

Terpisah, Wakil Ketua Komisi C DPRD Maluku, Aleka Orno mengaku, baru mendengarkan informasi tersebut.

Karena itu, dirinya akan berbicara dengan Ketua Komisi C untuk sesegera mungkin mengundang pihak Bank Maluku Malut dan pihak OJK untuk mempertanyakan hal dimaksud.

“Saya baru dengar informasi ini ya, karena itu untuk mengetahui kejelasan kasusnya apakah pemberian remunerasi tersebut menyalahi aturan, maka pihaknya akan mengundang Direksi Bank Maluku Malut dan OJK,” ujar Orno kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (13/8).

Orno menegaskan, pemberian remunerasi kepada pegawai, direksi ataupun komisaris harus ditetapkan dalam RUPS, dan jika itu tidak melalui RUPS, maka dia menduga terjadi penyimpangan sehingga untuk mengetahui hal tersebut maka pihaknya akan meminta kejelasan dari pihak Bank Maluku Malut dan OJK

“Memang pemberian remunerasi itu harus ditetapkan dalam RUPS, kalaupun tidak maka diduga ini menyalahi aturan, tetapi kita akan sesegera memanggil pihak Bank Maluku Malut dan OJK juga untuk mendengar secara langsung,” katanya. (S-05)