AMBON, Siwalimanews – Louritzke Matulameten, kuasa hukum dari Yongky Handaya menilai, BCA dan Badan Pertanahan Nasio­nal (BPN) Kota Ambon melang­gar aturan  karena diduga turut memuluskan tindak pidana pengelapan sertifikat yang dilakukan Kuncoro Handaya.

Pasalnya, BCA Ambon, telah memberikan tiga ser­tifi­kat hak milik (SHM) dari empat SHM  milik kliennya kepada Kuncoro Handaya dimana tiga SHM itu kemu­dian dijadikan sa­tu dan dibalik nama men­jadi milik Kuncoro Handaya, pada­hal BCA sangat mengeta­hui jika tiga SHM itu miliki Yongky Handaya yang dipinjamkan kepada sau­daranya, Kuncora Han­daya untuk mendapatkan kredit.

Tindakan pemberian tiga SMH secara diam-diam oleh BCA tanpa sepenge­ta­hui kliennya, tegas Ma­tu­lameten, telah menyalahi prosedur, dimana Kuncoro Handaya bukan pemilik atas tiga SHM itu, dan ini diketahui secara pasti oleh BCA Ambon.

“Kenapa diketahui pihak BCA, sebab yang menjabat Kepala BCA saat pengikatan kredit tersebut adalah Ardi Dharmono, yang juga merupakan saudara kandung dari Yongki Handaya klien saya dan Kuncoro Handaya, namun setelah Ardi Dharmono tidak lagi menjabat baru peristiwa ini terjadi,” bebernya kepada Siwalima di Ambon, Selasa (23/8).

Menurutnya, Ardi Dharmono sangat mengetahui secara jelas keempat SHM adalah milik dari Yongki Handaya dan bukan milik Kuncoro Handaya atau warisan dari orang tuanya, sehingga sangat disayang­kan BCA Ambon memberikan ketiga SHM tersebut kepada Kuncoro Handaya.

Baca Juga: Inspektorat Diingatkan Profesional Audit Kasus RS Haulussy

“Ini jelas kejahatan atau tindak pi­dana pemalsuan dan penggelapan. Se­bab asal mula terjadinya tidak pidana penggelapan itu patut diduga dimulai dari BCA Ambon, yang turut mem­bantu Kuncoro Handaya mela­kukan tindak pidana dengan membe­rikan ketiga SHM kepadanya,” katanya.

Selanjutnya setelah Kuncoro Handaya mengambil tiga dari empat SHM tersebut dari BCA, kemudian ia bermohon kepada Pengadilan Negeri Ambon untuk ditetapkan balik nama tanpa sepengetahuan Yongki Handa­ya, dengan Penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 03/Pdt.P/2013/PN.AB, tertanggal 11 Februari 2013.

Hal ini karena, kliennya memiliki empat sertifikat yang kemudian dipinjam oleh saudaranya, Kuncoro Handaya sebagai syarat pemenuhan kreditnya. Setelah SHM-SHM tersebut dipinjamkan, secara diam-diam Kuncoro mengambil tiga SHM dari BCA dan menjadikan satu SHM ke Kata Matulameten, sesuai pu­tusan Peninjauan Kembali Mah­kamah Agung RI Nomor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, sangat jelas sebagai bentuk peringatan kepada Kuncoro maupun BPN dan BCA,  untuk tidak menerbitkan balik nama tiga SHM itu atas nama Yongki Handaya.

Fakta membuktikan, Kuncoro Cs mengambil tiga SHM atas nama Yongki yakni SHM No.800/Rijali, SHM No.79/Rijali dan SHM No.942/Rijali dari BCA Ambon tanpa sepengetahuan pihak Yongki.

Faktanya pada saat keempat SHM tersebut akan dianggunkan ke BCA Ambon, Kuncoro Handaya ber­mohon untuk meminjam SHM-SHM itu sebagai syarat pemenuhan kreditnya.

“Andaikata empat SHM tersebut itu milik Kuncoro apakah yang bersangkutan bermohon kepada Yongki untuk meminjamnya?,” ungkap Matulameten.

Disisi lain, fakta adanya permai­nan mafia tanah terbukti,

Lucunya, lanjut dia, Pengadilan Negeri Ambon mengeluarkan pene­tapan terhadap hak atas tanah yang jelas-jelas menyalahi aturan hukum. Termasuk BPN yang langsung melakukan pengabungan atas ketiga SHM tersebut menjadi satu, yaitu  SHM No.1736/Rijali atas nama Kuncoro Handaya sekaligus mem­balik nama dari Yongki Handaya kepada Kuncoro Handaya, tanpa melewati tahapan sesuai perunda­ngan-undangan yang berlaku serta tanpa diketahui oleh Yongki Handaya.

Dikatakan, tindakan BPN Ambon jelas menyalahi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Per­aturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) junto Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

“Karena peralihan tersebut dilaku­kan tanpa melibatkan dan tanpa sepengetahuan Yongki Han­daya sebagai pemilik tiga SHM tersebut, maka Yongki Handaya mengajukan upaya hukum melalui permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahka­mah Agung RI dan akhirnya diputus­kan melalui Putu­san Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, yang amarnya mengatakan, menga­bulkan permo­honan Peninjauan Kem­bali dari pemohon Peninjauan Kembali Yongky Hnadaya. Membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 03/Pdt.P/2013/PN.Ab, tanggal 11 Februari 2013, manya­takan permohonan pemohon tidak dapat diterima dan menghukum termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara,” sebutnya.

Selanjutnya, Yongki Handaya melalui kuasa hukumnya Hans Lisay menyurati BPN terkait adanya Putu­san PK tersebut, agar BPN Ambon membatalkan peralihan hak atas nama Kuncoro Handaya kem­bali ke Yongki Handaya, namun jawaban dari BPN ialah dibuat dalam bentuk gugatan.

Pernyataan BPN ini melalui surat­nya tertanggal 07 Oktober 2019 deng­an Surat Nomor : MP.02.01/2044-81.71/X/2019 yang menjelas­kan bahwa, masalah antara Kuncoro Handaya dan Yongki Handaya diselesaikan dengan gugatan di pengadilan.

“Pernyataan dalam surat BPN tersebut terkesan diskriminatif dan menunjukan keberpihakan BPN Ambon kepada Kuncoro Handaya, yang mana pada saat peralihan hak dari Yongki Handaya kepada Kun­coro Handaya tidak melalui gugatan, hanya dengan penetapan abal-abal BPN dapat melakukan peralihan hak, itu pun dilakukan tanpa sepe­ngetahuan Yongki Handaya,” urainya.

Sebaliknya, tegas Matulameten, Yongki Handaya berdasarkan Putu­san PK mengajukan pembatalan SHM atas nama Kuncoro Handaya disa­rankan melalui gugatan. Se­hingga dirinya menduga, BPN Kota Ambon telah bersama-sama dengan pihak Kuncoro Handaya melakukan tindak pidana pengelapan dengan menyalahi prosedur sesuai keten­tuan perun­dangan.

Padahal faktanya, dalam SKPT yang dikeluarkan oleh BPN Kota Ambon, terhadap empat SHM tersebut tidak ditemukan nama orang tua dari Kuncoro Handaya atau nama Kun­coro Handaya. Semua perolehan empat SHM tersebut didasarkan pada Akta Jual Beli. Sehingga semua proses peralihan atas ketiga SHM yang dilalu­kan oleh Kuncoro telah terlihat secara jelas berkeingan untuk menggelapa­kan keempat SHM milik Yongki Handaya.

Dia  mengungkapkan, kuasa hukum Kuncoro tidak cermat dalam menelaah kasus yang terjadi dan tidak cermat membaca Putusan PK MARI Nomor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, dimana dalam amarnya mengadili telah dijelaskan secara tegas, membatalkan Peneta­pan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 03/Pdt.P/2013/PN.Ab, tanggal 11 Februari 2013.

Berkaitan dengan gugatan yang ajukan oleh Yongki Handaya setelah mendapatkan putusan PK tersebut, benar telah ingkrah sesuai Putusan Mahkamah Agung RI, Nomor : 3385 K/PDT/2021 tertanggal 22 November 2021, yang mengatakan mem­batalkan Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor : 51/Pdt/2020/PT.Amb tertang­gal 25 September 2020 yang memba­talkan Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 258/Pdt.G/2019/PN.Amb, tanggal 30 Juli 2020.

“Jadi putusan ini telah mem­batalkan putusan Pengadilan Tinggi Ambon, dimana dalam Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Kuncoro Handaya dimenangkan, namun memang guga­tan penggugat belum dapat diterima karena status dari salah satu pihak dalam gugatan. Akan tetapi dengan putusan tersebut perkara ini akan kembali kepada Putusan PK yang telah ada terlebih dahulu, dan sampai sekarang belum dibatalkan oleh pihak manapun. Sehingga sangat disayang­kan ada apa sampai BPN Kota Ambon tidak dapat menerima Putusan PK tersebut, sehingga kuat dugaan kami BPN Kota Ambon turut serta menjadi calo-calo mafia tanah yang berkeliaran di Kota Ambon,” tegasnya.

Sementara itu Pimpinan BCA Ambon yang coba dikonfirmasi Siwali­manews melalui telepon terkait nama perusahaannya ikut terseret dalam kasus yang telah dilaporkan ke Ba­reskrim Polri, menolak untuk mem­berikan komentar.

Kapada Siwalimanews, seorang wanita yang mengaku sebagai sekretaris pimpinan cabang BCA mengatakan pimpinannya sementara sibuk dan tidak bisa memberikan pernyataan pers.

“Maaf yah pak pimpinan kami tidak bisa kasih keterangan soal ini, sebab lagi sibuk, karena ada banyak jadwal meeting,”  ucap sang sekre­taris yang enggan menyebutkan namanya sambil menutup sam­bungan telepon.(S-07)