AMBON, Siwalimanews – Tim Pemantauan Keuangan Negara Provinsi Maluku menemukan dugaan punggutan liar di Pasar Waiheru dari tahun 2018 hingga 2020 mencapai 176 juta lebih.

Penemuan ini dilakukan setelah tim yang dipimpin Ketua Devisi Hukum PKN Maluku, Tony Rahabav melakukan investagasi di Pasar Waiheru serta pertemuan dengan Badan Pemasyarakatan Desa (BPD) Waiheru, pekan kemarin.

Rahabav kepada Siwalima, Senin (4/7) mengungkapkan, dari kesimpu­lan investigasi yang dilakukan tim­nya ditemukan ada sejumlah tinda­kan yang diduga melanggar aturan hukum diantaranya, terjadi pungli  di pasar Desa Waiheru pada perte­nga­han tahun 2018 sampai 2020 di La­pak Bumdes sebesar Rp176.400.000.

Selain itu, tim juga menemukan parkir masuk ke pasar sebesar Rp76 juta serta meja jualan yang dipungut sebesar Rp56 juta.

Menurutnya, pungli diduga dila­ku­kan oleh oknum BPD Waiheru, padahal belum ada regulasi

Baca Juga: Tugu Ina Ama Jadi Lokasi Sholat Idul Adha

“Permasalahannya belum ada regulasi namun sudah ada pena­gihan yang tidak terkaver dalam laporan pertanggung jawab kepala desa sebagai pendapatan asli desa yang diketahui ,masyarakat Desa Waiheru,” ujarnya.

Selain itu, Belanja barang dan jasa pemerintah Desa Waiheru di Tahun 2015 sampai 2020 tidak sesuai de­ngan keputusan Walikota Ambon Nomor 93 Tahun 2018 tentang analisa standar belanja desa/negeri Kota Ambon.

Berikutnya, tidak ada transparansi bantuan pemerintah pusat untuk pembangunan WC umum untuk Desa Waiheru.

Terhadap beberapa temuan terse­but, kata Rahabav, pihaknya akan memproses hukum ke aparat pe­negak hukum.

Bantah

Sementara itu, Kepala Desa Wai­heru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Usman Ely yang dikonfir­masi Siwalima membantah ada pungli di Pasar Waiheru.

Dia  menyebut, hasil investigasi yang dilakukan Tim PKN terkait adanya dugaan pungli di Pasar Waiheru yang berlangsung sejak Tahun 2018 hingga 2020, di Lapak BUMDES Waiheru, sebesar Rp176 juta adalah palsu.

Tidak hanya itu, terkait temuan belanja barang dan jasa  Pemdes Waiheru di Tahun 2015 sampai 2020, yang katanya tidak sesuai dengan Keputusan Walikota Ambon Nomor 93 Tahun 2018, tentang Analisa Standar Belanja Desa/Negeri Kota Ambon, serta penagihan retribusi yang dilakukan oleh oknum anggota BPD Waiheru. Semuanya tidak dapat dibuktikan.

Kades saat dikonfirmasi Siwa­lima, via telepon selulernya, Senin (4/7) me­nuding, Tim PKN telah mela­ku­kan fitnah.

Dia menjelaskan, bahwa aset yang dimaksud, adalah aset Peme­rintah Kota Ambon, yang berdiri diatas lahan milik warga. Dimana belum ada MoU, sehingga tagihan atau pungutan yqng dimaksudkan tidak pernah dilakukan.

“PKN itu tidak profesional. Dia harus cek dulu itu aset kota atau desa. Data yang dia keluarkan itu sama dengan menfitnah. Itu aset Pemkot, bagaimana Desa lakukan pungutan. Memang didalam ada Lapak Bumdes, tapi kios itu ada diatas orang pung lahan. Yang tentunya harus ada MoU dengan Pemkot. Karena belum ada MoU, makanya tidak pernah ada yang dipungut,” tegas Kades.

Kades mengaku, bahwa direnca­na­kan Juli ini akan dilaksanakan  MoU antara desa dan Pemkot. Dan jika demikian, maka sistem bagi penagihan adalah 60 persen untuk Pemkot dan 40 persen untuk desa.

“Jadi kalau bilang ada pungutan, buktinya apa desa pungut di orang punya lahan. Kalau ada pungutan, coba tanya ke Pemkot, apakah desa ada ambil. Investigasi model apa itu. Tim itu juga tidak jelas. Mereka mau obok-obok keuangan di desa, kita tidak boleh keluarkan data tanpa ijin Walikota. Sekarang mereka minta audens dan data, saya mau balas untuk menolak,”tegasnya.

Kades menegaskan, akan mempe­lajari dasar hukum dari tim tersebut.

“Kalau tidak jelas, kita laporkan juga mereka. Karena hasil investigasi mereka ini palsu. Sama halnya soal penagihan retribusi yang dilakukan anggota BPD, kita tidak tahu, tapi coba sebutkan siapa orangnya. Jadi intinya, saya tidak pernah tahu soal pungutan itu,” tandasnya. (S-25)