AMBON, Siwalimanews – Wakil ketua Komisi I DPRD Maluku, Jantje Wenno memberikan pe­ringatan keras kepada Pemprov agar tidak membuat kebijakan yang merugikan masya­rakat.

Peringatan ini Wenno ung­kap menanggapi perin­tah pengosongan ruko Pasar Mardika yang dilakukan Peme­rintah Provinsi Maluku de­ngan dalil penataan aset daerah.

Wenno menegaskan perintah pengosongan yang dilakukan Pemprov Maluku beberapa waktu lalu sama sekali diluar logika, sebab akibatnya kebijakan itu telah merugikan masyarakat dan menguntungkan pihak ketiga.

Apalagi, Panitia khusus Pasar Mardika DPRD Maluku dalam prosesnya telah menemukan per­buatan melawan hukum yang terjadi atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan PT Bumi Perkasa Timur.

“Pansus kan sudah merekomen­dasikan beberapa persoalan di Pasar Mardika termasuk evaluasi terhadap BPT tapi belum juga dilakukan dan kalau sekarang ditindak pemilik ruko justru ini tidak adil. Makanya saya keberatan juga,” tegas Wenno kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Jumat (12/1).

Baca Juga: Sembilan Bulan ASN Buru Belum Terima TPP

Pemerintah Provinsi Maluku kata Wenno mestinya menindaklanjuti rekomendasi DPRD Provinsi Ma­luku bukan melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.

“Kondisi ekonomi masyarakat saat ini masih sangat sulit dan berpotensi terjadi inflasi jadi mestinya Pemprov menjadikan pedagang sebagai mitra untuk membangun ekonomi Maluku,” jelasnya.

Wenno berharap pemerintah Provinsi Maluku dapat bersikap bijak sebelum mengambil tindakan terhadap sehingga merugikan para pedagang.

Dewan Kecam

Hingga kini Pemprov Maluku tak menggubris rekomendasi DPRD untuk meninjau kembali kerja sama dengan pengelola pasar Mardika PT Bumi Perkasa Timur.

Alhasilnya pengelolaan Pasar Mardika amburadul yang pada akhirnya menimbulkan masalah dimana terjadi berbagai penolakan dari ratusan pedagang, akibat dipaksakan kosongkan ruko.

Padahal kerja sama dengan PT BPT tersebut melanggar aturan, sehingga pada akhir tahun 2023 lalu, DPRD Maluku telah mengeluarkan rekomendasi agar kerja sama dengan PT BPT tersebut dievaluasi kembali.

Sikap Pemprov yang tidak me­nindaklanjuti rekomendasi DPRD itu disentil anggota

Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Fauzan Husni Alkatiri.

Dia meminta, Pemprov Maluku fokus menindaklanjuti rekomendasi DPRD terkait pengelolaan Pasar Mardika.

Kepada Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang, Rabu (10/1) Alkatiri menjelaskan, akibat dari pengelolaan aset daerah khususnya Pasar Mardika yang berantakan, maka DPRD Maluku telah mengeluarkan rekomendasi.

“Keputusan yang dikeluarkan DPRD merupakan manifestasi dari keinginan rakyat bukan keinginan orang-orang tertentu, sehingga Pemprov wajib mematuhi rekomen­dasi tersebut,” tegas Alkatiri.

Dia mengakui, sejak awal Pemprov menjalankan semua rekomendasi DPRD pengelolaan Pasar Mardika akan tertib, kecuali jika Pemprov memiliki kepentingan lain pasti akan menjadi masalah seperti yang terjadi saat ini.

Alkatiri menegaskan, DPRD secara kelembagaan telah mereko­mendasikan bahwa kerja sama antara Pemprov dengan PT Bumi Perkasa Timur adalah melanggar hukum.

Konsekuensi dari rekomendasi tersebut adalah, Pemprov harus meninjau kembali perjanjian kerja sama dimaksud agar ada perbaikan dalam pengelolaan Pasar Mardika.

“Rekomendasinya jelas bahwa kerja sama itu melanggar hukum maka harus dilakukan evaluasi oleh Pemprov, bukan sebaliknya meng­ambil langkah seperti yang terjadi akhir-akhir ini,” ujar Alkatiri.

Karena itu, Alkatiri meminta Pemprov untuk lebih bijak dalam merespon dinamika yang terjadi di Pasar Mardika, agar tidak menim­bulkan persoalan yang melebar.

Sementara itu, Sekda Maluku, Saldi Ie yang dikonfirmasi terkait aksi demo yang dilakukan ratusan pedagang melalui telepon selu­lernya, Rabu (10/1) belum merespon panggilan telepon maupun pesan WhatsApp. Diketahui saat ini Sadli sedang menghadiri puncak peringatan HUT Kabupaten Seram Bagian Timur, di Bula.

Usut Pasar Mardika

Aparat penegak hukum dipersi­lah­kan untuk membongkar berbagai masalah yang terjadi di Pasar Mardika, Ambon.

DPRD Maluku secara resmi telah merekomendasikan masalah Pasar Mardika, untuk diusut aparat penegak hukum baik kejaksaan, kepolisian maupun komisi pem­berantasan korupsi.

Demikian diungkapkan Ketua DPRD Maluku, Benhur George Watubun dalam rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku, Rabu (20/12) lalu.

“Prinsipnya dalam waktu dekat secara resmi kita akan teruskan rekomendasi DPRD tentang Pasar Mardika ini kepada kepolisian, Kejaksaan Tinggi Maluku dan KPK di Jakarta,” tegas Watubun.

Hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan dusta diantara DPRD dan Pemerintah Provinsi Maluku, dengan munculnya narasi yang terbangun seolah-olah ada fitnah jika rekomendasi diserahkan pada awal tahun 2024.

Dihadang Pedagang

Rencana Pemprov Maluku untuk mengosong ruko di Pasar Mardika, Selasa (9/1) dihadang ratusan pedagang.

Sejak pukul 08.30 WIT pedagang melakukan demonstrasi di Pasar Mardika, untuk mengagalkan upaya paksa Pemprov Maluku mengo­song­kan ruko yang mereka tempati.

Pantauan Siwalima di Pasar Mardika, aksi penghalangan yang dilakukan pemilik ruko sejak pukul 08.30 WIT dan dikawal ketat ratusan personel kepolisian, Satpol PP dan TNI.

Koordinator aksi Forum Komu­nikasi Pengusaha Mardika Ambon, Mustari dalam orasinya menga­takan, penghadangan terhadap upaya pengosongan ruko sebagai bentuk protes terhadap Pemerintah Provinsi Maluku yang terkesan tidak berpihak kepada rakyat khususnya pemilik ruko.

Dijelaskan, awal mula persoalan Pasar Mardika dimulai ketika Pemprov menunjuk PT Bumi Perkasa Timur untuk melakukan penagihan sewa ruko.

Akibatnya besaran tarif yang tentukan BPT mencapai ratusan juta rupiah dari setiap pemilik ruko, sementara Pemerintah Provinsi sejak awal hanya menetapkan tarif sebesar 22 juta untuk setiap ruko.

“Karena kami merasa dirugikan akibat adanya perjanjian tersebut, maka para pemilik ruko melakukan gugatan terhadap perjanjian kerja sama di PTUN Ambon dengan nomor gugatan: 10/G/2023/PTUN.ABN yang mana kemudian putusan hakim PTUN adalah NO atau niet ontvankelijke Verklaard,” ungkap Mustari.

Terhadap putusan tersebut, para pemilik ruko melakukan upaya banding, tetapi secara sepihak Pemprov mengeluarkan surat perintah untuk membayar atau melakukan pengo­songan ruko mandiri.

Surat yang ditandatangani langsung Gubernur Maluku Murad Ismail menurut Mustari sangat tidak adil dan merugikan pedagang sebab tanpa menunggu adanya keputusan pengadilan banding justru perintah pengosongan dilakukan. (S-20)