AMBON, Siwalimanews – Praktisi Hukum, Butje Hahury meminta Senat Fakultas Hukum Universitas Pattimura untuk mengakomodir figur yang bersih dalam memimpin Fakultas Hukum. Seorang Dekan Fakultas Hukum adalah figur yang tidak pernah cacat, artinya tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana.

“Mestinya, calon yang merasa tidak bersih alias pernah dipidana karena melakukan tindak pidana tidak perlu ngotot mencalonkan diri. Saya juga heran kepada anggota senat fakultas yang mati-matian memperjuangkan calon yang pernah dipidana saat rapat senat berlangsung bahkan mengusulkan untuk meminta pendapat dari pengadilan,” ungkap Hahury kepada Siwalima Selasa (6/2).

Menurutnya, siapapun berhak diusulkan maju mencalonkan diri sebagai Dekan Fakultas Hukum asalkan memenuhi syarat. Seperti diketahui, polemik terhadap penetapan bakal calon Dekan Fakultas Hukum periode 2024 – 2029 beberapa waktu lalu membuat geram alumni dari fakultas tertua di Unpatti itu.

Pasalnya, salah satu calon yang ikut dalam bursa tersebut yakni Hendrik Salmon. Butje Hahury mengatakan, Hendrik Salmon yang adalah Wakil Dekan Bidang II itu seharusnya tidak ikut mencalonkan diri karena tidak memenuhi syarat lantaran yang bersangkutan pernah dipidana.

“Kita ini pernah belajar “penologi”, ilmu tentang pidana dan pemidanaan, bahwa  pidana percobaan itu bukanlah pidana pokok, pidana percobaan itu hanya cara menjalani pidana pokok oleh seorang terpidana dalam tenggang waktu percobaan bisa enam  bulan atau selama satu tahun. Sebenarnya dalam Amar Putusan PN Ambon Perkara Nomor 359/Pid.Sus/2021/PN Ambon kan sudah jelas bahwa terdakwa saudara Hendrik Salmon, terbukti secara sah dan meyakinkan  bersalah melakukan tindak pidana penghinaan melalui media sosial sebagaimana dalam dakwaan kesatu. Karena itu dijatuhi pidana pokok enam bulan penjara,” jelas Hahury.

Baca Juga: PDIP Optimis Rebut Kursi Ketua DPRD Kota

Masih kata pengacara flamboyan ini, selanjutnya majelis hakim pengadilan Negeri Ambon dalam amar putusan menyatakan pidana tersebut tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan  satu tahun berakhir. Jadi apabila dicermati putusan tersebut sudah jelas. Lucuya, masa ada anggota senat yang berpendapat karena hanya menjalani pidana percobaan, maka pidana penjara enam bulan yang dinyatakan terbukti itu otomatis terhapus.

”Saya masih ingat, yang mengajar penology itu adalah almarhum Profesor Sahetapy, itu berarti yang diajarkan semuanya salah dong. Bagaimana mungkin sebuah lembaga pendidikan tinggi hukum yang telah  dikenal di kawasan Indonesia Timur dengan taburan guru besar ilmu hukum dan doktor ilmu hukum yang mencapai ¾  dari jumlah keseluruhan tenaga pendidik yang ada saat ini meminta pendapat dari Pengadilan Negeri Ambon. Justru sebaliknya pengadilan yang mesti meminta pendapat ahli dari fakultas hukum. Saya minta maaf, sebagai alumni yang pernah dibesarkan di almamater tercinta bunda asuh Fakultas Hukum Unpatti, jangan sampai kita ini dipaksakan melacuri ilmu yang pernah diajarkan para dosen yang terdahulu, yang dikenal garang, tetapi disegani dan berwibawah.Kita juga diajarkan beretika dalam dunia ilmu, bukan sebaliknya berrertorika dalam mencari kebenaran sesat. Karena itu, kami para alumni punya tanggung jawab moral untuk membangun lembaga ini kedepan. Apalagi saat ini kita Fakultas Hukum Unpatii terakreditasi “unggul”, bahkan tidak salah sudah mendapatkan ISO 9001 dari lembaga berkompeten,” kata Hahury.

Ia berpesan kepada para calon dekan jika hanya karena ambisi mau menjadi Dekan, mending urungkanlah niat, karena sebagai orang yang tahu tentang hukum yang diajarkan membuat aturan, seharusnya mematuhi aturan dan bukan sebaliknya, melanggar aturan. Jangan sampai masyarakat berpendapat “guru kencing berlari, muridlah yang basah”.

Seperti diketahui, calo Dekan Fakultas Hukum Unpatti yakni Profesor A Laturette, E.R.M Toule dan Hendrik Salmon. (S-07)