AMBON, Siwalimanews – Belum selesai kasus hu­kum dugaan pelecehan sek­sual, kembali Bupati Maluku Tenggara, M Taher Hanubun digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Langkah hukum ini dila­kukan, karena bupati, M Taher Hanubun dinilai mela­kukan tindakan inprosedural dengan mencopot Sekretaris Malra. A Yani Rahawarin.

Bupati diminta untuk tidak melakukan proses seleksi maupun pengangkatan atau menerbitkan Surat Keputus­an terkait pengangkatan Sekda yang baru, karena proses tersebut masih di PTUN.

“Hari ini (Selasa-red) si­dang perdana atas gugatan kami dan dalam permohonan kita salah satunya terkait dengan penundaan proses seleksi maupun hal-hal yang berhubungan dengan peng­angkatan Sekda yang baru,” ungkap kuasa hukum Sekda Malra, Marnex F Salmon dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di Ambon, Selasa (10/10).

Marnex menyebut, gugatan sengketa yang diajukan ke PTUN adalah berkaitan dengan pem­berhentian A Yani Rahawarin  dari jabatan Sekda Malra oleh Bupati Malra.

Baca Juga: Preman Penganiaya Wartawan Ditahan

“Gugatan kita tentu menyang­kut dengan pemberhentian A Yani Rahawarin sebagai sekda Malra, karena kepentingannya dirugikan dan pemberhentian itu tidak sesuai prosedur, maka kita ambil langkah untuk gugat di PTUN. Prinsipnya kita sama-sama hidup di negara hukum, kita harus menghargai pengadilan karena itu perintah pengadilan,” paparnya.

Marnix menegaskan, dalam persidangan yang digelar di PTUN, sebagai kuasa hukum mantan Sekda Malra mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar Bupati Malra dalam hal ini pihak tergugat tidak melakukan proses seleksi calon sekda, sampai kasus ini memiliki kekuatan hukum tetap.

“Dalam persidangan kita minta penundaan, dan dikabulkan oleh majelis dalam hal ini Ketua Pengadilan sendiri menyam­paikan langsung ke kuasa terg­ugat dalam hal ini bagian Pemda Malra dan Kantor Gubernur Maluku (Biro Hukum-red),” ujarnya.

Kata dia, majelis hakim meng­abulkan permintaan mereka dan meminta pihak tergugat dalam hal Bupati Malra untuk menunda segala proses terkait dengan se­leksi maupun pengangangkatan atau SK pelantikan Sekda yang baru.

“Jadi kalau memang memaksa­kan diri untuk melakukan proses seleksi atau pengangkatan Sekda yang baru, berarti bupati tidak menghargai hukum di negara ini. Kalau konsekuensi jika melanggar maka PTUN sendiri akan menyurat secara langsung kepada masing-masing pihak serta konsekuensi­nya,”tegas Marnex.

Ditempat yang sama, Miky H Ihalauw yang juga kuasa hukum mantan Sekda Malra menam­bahkan, objek sengketa dari gugatan yang diajukan pihaknya adalah SK yang dikeluarkan oleh Bupati Malra, M Taher Hanubun dengan memberhentikan kliennya dari jabatan Sekda yang tidak sesuai dengan prosedur Undang-undang.

“Selama proses hukum berjalan, Bupati tidak boleh melakukan proses seleksi sekda yang baru atau mengeluarkan SK yang baru sampai ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap,” tandasnya.

Dalam gugatan yang diajukan sebagai tergugat meminta kepada majelis hakim PTUN yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk pertama, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya:

Kedua, menyatakan batal atau tidak sah keputusan Bupati Maluku Tenggara Nomor 863/01/VI!1/2023 Tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin Pembebasan dari Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama menjadi jabatan pelaksana kepada A Yani Rahawarin, tanggal 15 Agustus 2023:

Tiga, mewajibkan tergugat untuk mencabut keputusan Bupati Maluku Tenggara Nomor 863/01/VIII/2023. Empat, memerintahkan tergugat untuk merehabilitasi dan memulihkan nama baik, harkat dan martabat serta mengembalikan kedudukan penggugat ke posisi semula dan lima menghukum tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.(S-26)