“Politisi tidak pernah percaya akan ucapan mereka sendiri, karena itulah mereka sangat terkejut bila rakyat mempercayainya”

Charles de Gaulle, Negarawan Perancis

1890-1970

Pernyataan Jenderal Charles de Gaulle itulah kesimpulan dari tulisan ini; penilaian terhadap sosok Anies Rasyid Baswedan, calon presiden yang diusung trio Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Dia adalah sosok yang cerdik dan memiliki latar belakang pendidikan mumpuni dan leluhur paling menonjol dibandingkan dua saingannya; Ganjar Pra­nowo dan Prabowo Subianto.

Tapi, sekali lagi Anies tetaplah politisi seperti yang lainnya walaupun tak berpartai, tak beda dengan dua lawannya, dan juga tak terlalu istimewa dari politikus penghuni Senayan. Walaupun begitu Anies memiliki modal di atas rata-rata, yakni retorika dan keterampilan berkomunikasi yang amat baik. Ini kelihatan sepele, tapi amat penting dan terbukti telah mampu mem­buatnya dari seorang akademisi kampus biasa hingga masuk dalam bursa capres meski bukan orang parpol.

Baca Juga: Catatan Kritis Untuk Ganjar; Capres Boneka Marionette

Saat menjadi Rektor Universitas Paramadina seruannya mampu menggerakan ribuan sarjana muda yang secara sukarela mengajar di sekolah dasar daerah-daerah terpencil lewat program Gerakan Indonesia Mengajar. Sebagai juru bicara kampanye Anies sukses menjalankan komunikasi politik kepada publik dalam pemenangan Jokowi pada Pilpres 2014. Skillkomunikasi Anies itu luar biasa, nyaris tiada tanding.

Contoh lain yang juga outstandingadalah bagaimana dia dan tim mengkapitalisasi kemampuan strategi komunikasi massa melawan petahana pada Pilkada DKI 2017, termasuk diantaranya isu penistaan agama incumbenttanpa harus Anies sendiri yang mengemu­kakannya. Terbaru, bagaimana dia mengkritik keras rezim Presiden Joko Widodo soal utang jumbo hampir Rp 8000 triliun milik pemerintah pusat tanpa konfrontasi, hanya dengan modal sebuah postingan di Instagram

No Action Talk Only (NATO)

Penilaian ini tidak personal tapi berbasis evaluasi kinerja, berdasarkan data dan fakta atas hasil kemam­puan Anies sebagai pemimpin Jakarta, menggunakan sejumlah indikator khususnya dari parameter ekonomi 2018-2022, dibandingkan dengan 23 item janji politik kampanye Pilkada DKI 2017. Dari semua komitmen itu, mayoritas memiliki parameter kualitatif sehingga sulit terukur.

Namun ada dua janji yang secara faktual dan kuantitatif bisa mengukur kapasitasnya sebagai pemimpin. Yakni janji nomor tiga; Membuka 200 ribu lapangan kerja baru, membangun dan mengaktifkan 44 pos pengembangan kewirausahaaan warga untuk menghasilkan 200 ribu pewirausaha baru, selama lima tahun. Janji nomor enam; Menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir, dan segenap warga Jakarta. Selebihnya janji Anies bersifat kualitatif, subjektif pengukurannya.

Dengan pendapatan APBD jumbo, paling besar se-Indonesia, mencapai Rp 77 triliun di 2022, perputaran uang nasional di Jakarta mencapai 70%, dan statusnya sebagai ibukota, Anies gagal memanfaatkan potensi itu untuk memakmurkan warganya. Jumlah pengangguran semasa Anies memimpin justru meningkat ditutup di angka 8%, naik tajam dari awal memimpin 5,75% dan jauh di atas level nasional 5,86%.

Hal yang sama juga terjadi pada angka kemiskinan yang cenderung naik sejak Anies menjabat, menjadi 4,69% pada 2022. Demikian pula sewaktu Jakarta diperintah Anies yang kaya makin kaya dan miskin makin miskin, terbukti dari koefisien gini dari 0,39 menjadi 0,42 -semakin besar angka semakin buruk. Sementara itu, setelah gagal merealisasikan janji kampanye untuk membatalkan reklamasi di Teluk Jakarta yang sudah diteken pendahulunya, Anies malah memberikan izin reklamasi kepada PT Pembangunan Jaya memperluas reklamasi kawasan Ancol. Aneh Pak Anies ini.

Berbagai indikator ekonomi ini memang dipengaruhi oleh faktor adanya pandemi Covid-19 pada 2020 yang memukul perekonomian nasional, namun pemulihannya berjalan amat sangat lambat di Ibukota. Anies bahkan hampir tidak melakukan apa-apa untuk mengatasi Covid-19, semua ditekelpemerintah pusat. Kalaupun ada, itupun berupa sebuah kontainer berkarat yang disulap menjadi ala-ala laboratorium tes spesimen virus Corona.

Target Anies untuk menciptakan 200 ribu wirausaha dengan bantuan modal juga hanya pepesan kosong. Dari 332 ribu pendaftar hanya 6.000 orang mendapat dukungan dana. Program seperti waralaba Ok Oce, yang digadang-gadang menciptakan entrepreneurbaru gagal total, benar-benar hanya gimmickpolitik belaka. Hampir semua gerai Ok Oce tutup tak beroperasi lagi, begitu pengusulnya, Sandiaga Uno lengser untuk mencalonkan diri dalam paket Pilpres 2019.

Begitu pula rumah DP 0 rupiah adalah pembohongan publik. Pertama, diksi rumah saja sudah tak pas karena nyatanya yang dibangun bukanlah rumah tapak seperti pemahaman umum, tetapi adalah rumah susun (rusun). Kedua sampai akhir masa jabatannya, hanya sekitar 2.500 unit yang terbangun atau hanya 1% dari target janji kampanye 232.214 unit.

Anies juga gagal mengatasi banjir di Jakarta. Konsep ‘air hujan masuk tanah’ atau sumur resapan tak berhasil. Anies malah sibuk dengan silat bahasa, berdebat soal kata-kata naturalisasi sungai Ciliwung sebagai upaya untuk mengatasi banjir di Jakarta, itupun tidak dikerjakan. Program yang pada zaman gubernur sebelumnya disebut sebagai normalisasi itu akhirnya diambil alih oleh pemerintah pusat mirip dengan kelakuan Gubernur Lampung dan Jambi soal jalan rusak yang heboh dikunjungi Jokowi. Bahkan proyek sodetan Ciliwung yang cukup vital untuk mengatasi banjir di Jakarta diabaikan.

Soal infrastruktur jalan pun demikian, Anies lebih banyak mengubah nama jalan dan membongkar Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) untuk alasan estetika. Kualitas infrastruktur pun buruk, seperti pada proyek Jakarta International Stadium (JIS) yang menelan dana hingga Rp5 triliun. Berbagai proyek menterengseperti moda transportasi MRT dan LRT adalah proyek pemerintah pusat yang kebetulan berlokasi di ibukota.

Di akhir kepemimpinannya, survei Political Statistics (Polstat) mengungkapkan mayoritas warga DKI kurang puas dengan penanganan Anies terhadap macet hingga banjir. Sebanyak 74,3% responden mengaku tidak puas dengan kinerja Anies mengatasi macet.

Sementara mengacu pada data Badan Pusat Statistik 2021 yang dirilis awal 2022, indeks kebahagiaan Jakarta di bawah angka nasional dan masuk 10 besar daerah tidak bahagia. Angka indeks kebahagiaan Jakarta 2021 berada pada 70,68, lebih rendah dari 2017. Berdasarkan perhitungan ini, Jakarta masuk dalam 10 provinsi dengan angka kebahagiaan terendah di akhir masa jabatannya. Padahal taglineAnies semasa kampanye adalah “Maju Kotanya, Bahagia Warganya.”

Kehabisan Bensin dan Putus Asa

Saya kokyakin bila politisi gaek, mantan Wapres dua kali, dan pengusaha Jusuf Kalla kali ini tidak akan lagi mati-matian menyokong Anies menjadi presiden. Paling tidak, tidak akan sebesar dukungannya pada Pilkada Gubernur DKI 2017. Kali ini medannya beda, jauh lebih sulit dan berliku. Penuh onak dan duri. Situasinya mirip seperti aksi Tom Cruise dalam film Mission Impossible.

Untuk urusan logistik mungkin saja Pak JK bisa mengusahakan walaupun itu berat, sebab biaya pencapresan itu bisa menelan Rp8 triliun, bahkan lebih. Tetapi untuk urusan pengadaan tiket pencalonan lebih berat, apalagi dia tidak lagi memiliki jabatan apa-apa di Partai Golkar, tempat yang membesarkannya. Bahkan, Golkar belakangan malah mesra dengan partai-partai yang mengusung Prabowo Subianto dari sebelumnya mencalonkan ketuanya sendiri. Pak JK bukan lagi ‘king maker’ untuk Anies pada perhelatan Pilpres 2024, meskipun level Pak JK itu sudah tokoh lintas partai, tokoh bangsa.

Tiket Anies sejatinya ada di tangan ‘King Maker’ Surya Paloh, pengusaha dan Ketum Partai Nasdem. Nasdem adalah satu-satunya partai pendukung Jokowi yang ‘membelot’, bersama oposisi Partai Demokrat dan PKS. Sampai sekarang sikap Nasdem masihplintat-plintut,entah kawan atau musuh dalam selimut koalisi pendukung Jokowi. Saat ini, ada tiga menteri Nasdem di pemerintahan Jokowi. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Tapi lihatlah nasib Johnny. Kemarin ia masuk sel, merasakan dinginnya hotel prodeo Kejaksaan karena diduga terlibat korupsi pengadaan menara telekomunikasi bernilai jumbo, Rp8 triliun. Saya tidak menuding itu adalah perintah Jokowi, apalagi cawe-cawe partai pendukung–meskipun Kejagung ada di bawah kontrol langsung presiden-lagi pula hampir mustahil membuktikan tuduhan alaobrolan warung kopi yang lambat laun semakin kencang sejak Johnny mulai diperiksa untuk ketiga kalinya sebagai saksi pada 14 Februari 2023 sampai kemudian menjadi tersangka.

Pesan keras yang lebih pas menurut saya adalah begini; “Anies pun bisa bernasib sama.” Nama mantan Gubernur DKI ini sejak tahun lalu mulai dikaitkan dalam perkara dugaan korupsi penyelenggaraan balap Formula E saat ia menjabat yang kini sedang diselidiki oleh KPK. Anies bahkan sudah pernah diperiksa 11 jam pada September silam, dimana ia berkelit program itu sudah lolos audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan menganggap KPK hanya beropini tanpa bukti.

Anies tampaknya sadar betul bila ada kekuatan besar yang mengepung dirinya dari segala sisi agar tidak bisa naik panggung kontestasi Pilpres 2024. Untuk hal ini saya sudah menulisnya dalam opini sebelumnya. (baca: All Jokowi’s Men dan Upaya Sistematis Menjegal Anies). Pada akhirnya, strategi baru sebagai antitesa Jokowi, memainkan peran dizalimi penguasa-menjiplak strategi jitu Susilo Bambang Yudhoyono saat melawan petahana Megawati Soekarno Putri pada Pilpres 2004-tampak sebagai upaya-upaya terakhir Anies untuk bisa bertahan pada bursa pencapresan.

Saya teringat pesan dari guru ngaji di surau kecil dekat rumah kampung dulu kala. Kata guru; “dalam hidup, bila sudah berusaha sekuat tenaga dan sepenuh hati, tak juga berhasil dan putus asa, maka hal terakhir yang bisa dilakukan itu berdoa.” Maka, saya menganggap Anies sedang dalam posisi seperti itu saat dia bilang, “….kita yakin niat baik, bersama orang baik, tujuan baik, Insya Allah Allah bukakan pintu-pintu untuk keberhasilan. Kita tidak pernah gentar dengan ukuran material. Kita akan tunjukkan kekuatan spiritual yang kita miliki,” katanya di depan pendukungnya dalam acara deklarasi relawan Amanat Indonesia (ANIES) di GBK Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023). Oleh: Muhammad Maruf Kepala Riset CNBC Indonesia. Menyelami jurnalistik sejak 1999 dengan pengalaman di media digital-cetak nasional dan internasional.(*)