Setelah merampungkan audit dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea di Desa Sawa, Kabupaten Buru, Badan Pengawasan Ke­­uangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku akan menyerahkan hasil audit tersebut kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

Hasil audit itu menjadi bukti kuat bagi Kejati Maluku menetapkan tersangka. Sehingga sangat dibutuhkan  keseriusan lembaga auditor tersebut untuk membantuk Kejati Maluku menuntaskan kasus dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea di Desa Sawa, Kabupaten Buru

Kendati sudah selesai audit kasus dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea namun sampai saat ini, BPKP Perwakilan Maluku belum menyebutkan berapa besar kerugian negara yang dialami dalam kasus itu. BPKP beralasan, kewenangan menyebutkan kerugian negara ada pada Kejati, dan pihaknya hanya diminta untuk audit kerugian negara.

Untuk diketahui, penanganan kasus audit dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea di Desa Sawa, Kabupaten Buru ditangani Kejati Maluku sudah cukup lama.

Status hukum kasus ini dinaikan ke tahap penyidikan sejak akhir Juni 2019 lalu, setelah dalam penyelidikan, penyidik Kejati Maluku menemukan bukti­-bukti kuat adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.

Baca Juga: Maluku Belum Jadi Sentra Perikanan

Lahan seluas 48.645, 50 hektar itu, dibeli oleh PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara dari pengusaha Ferry Tanaya untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.

Sesuai NJOP, lahan milik Ferry Tanaya itu hanya sebesar Rp 36.000 per meter2. Namun jaksa menemukan bukti, dugaan kongkalikong dengan pihak PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi, sehingga harganya dimark up menjadi Rp 131.600 meter2. Jika transaksi antara Ferry Tanaya dan PT PLN didasarkan pada NJOP, nilai lahan yang harus dibayar PLN hanya sebesar Rp.1.751.238.000. Namun NJOP diabaikan,” kata sumber di Kejati Maluku.

PLN menggelontorkan Rp.6.401.813.600 sesuai kesepakatan dengan Ferry Tanaya, sehingga diduga negara dirugikan sebesar Rp 4. 650. 575.600. Namun pihak PT PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Maluku mengatakan, tidak ada masalah dalam pembelian lahan pembangunan PLTG di Namlea.

Kita tentu saja memberikan apresiasi bagi BPKP Perwakilan Maluku yang rencananya dalam pekan ini akan menyerahkan hasil audit kasus dugaan korupsi  pembelian lahan PLTG Namlea di Desa Sawa, Kabupaten Buru kepada Kejati Maluku.

Publik juga berharap, janji ini betul-betul ditepati sehingga Kejati juga bisa secepatnya menuntaskan kasus dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea itu.

Hal ini penting dan butuh keseriusan pihak BPKP Perwakilan Maluku. Karena ada beberapa kasus korupsi yang diserahkan ke BPKP Perwakilan Maluku untuk audit, namun sampai dengan saat ini belum dilakukan.

Sebut saja, kasus dugaan korupsi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) kota Tual Tahun 2016-201,  yang sudah diserahkan oleh Ditreskrimsus Polda Maluku, namun sayangnya sampai saat ini BPKP Maluku belum melakukan audit.

Selain itu, kasus dugaan korupsi repo saham Bank Maluku Malut Tahun 2014 sebesar 300 miliar. Sejumlah dokumen yang dibutuhkan BPKP untuk dilakukan audit sudah diserahkan tim penyidik Kejati Maluku, namun lagi-lagi BPKP belum membentuk tim utuk melakukan audit.

Alasan klise yang digunakan adalah, belum ada surat tugas untuk dibentuk tim audit mengauit dua kasus korupsi tersebut. padahal baik penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku maupun Kejati Maluku intens membangun koordinasi dan berharap kasus-kasus tersebut segera diaudit, sehingga lembaga penegak hukum itu juga bisa menuntaskan dugaan kasus korupsi tersebut.

Kita berharap, BPKP akan serius dalam pekan ini menyerahkan hasil audit dugaan korupsi pembelian lahan PLTG Namlea dan membentuk tim mengaudit kasus-kasus korupsi lainnya. (*)