AMBON, Siwalimanews – Dugaan mark up jumlah tenaga kesehatan, data orang dalam pe­mantauan (ODP) dan pasien da­lam pengawasan (PDP) dan pemo­tongan insentif tenaga ke­sehatan harus dibongkar oleh Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Polisi tak bisa menutup mata, jika dalam melakukan asistensi atau pendampingan ditemukan du­gaan penyelewengan yang dila­kukan gugus tugas penanganan Covid-19.

“Ini kan ada temuan ketidakbe­resan, ini jadi bukti kuat untuk proses hukum itu tetap lanjut. Walaupun saat itu polisi melakukan asistensi dan pendampingan, tetapi nalurinya sebagai penegak hukum dalam menemukan keti­dak­beresan dan dilakukan penye­lidikan, itu langkah yang tepat,” tandas akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo kepada Siwalima, Senin (28/9).

Sangat disayangkan jika lang­kah hukum dihentikan karena inter­vensi, sementara bukti-bukti dugaan penyelewengan sudah ada di tangan. “Polisi harus berani ungkapkan itu, kenapa harus terhenti. Tetapi harus berani ungkap kebenaran,” ujar Wadjo.

Akademisi Hukum IAIN Ambon, Nasaruddin Umar, mengatakan, dugaan mark-up anggaran Covid-19 tidak boleh dipandang sebagai salah satu hal yang biasa-biasa saja, tetapi harus ada tindaklanjuti untuk menemukan kebenaran.

Baca Juga: Kajati Harus Serius Usut Suap Eks Kacabjari Saparua

“Pihak berewenang harus  mela­kukan proses penyelidikan. Walau­pun tidak ada laporan, tetapi ketika isu ini sudah beredar di publik, apa­lagi sudah temuan di lapa­ngan,” ujarnya.

Dugaan mark up anggaran dan ketidakberesan lainnya, kata Umar, menunjukkan kalau selama ini ter­dapat persoalan dalam pengelo­laan anggaran sebagia buah dari tidak transparannya gugus tugas.

“Dengan adanya persoalan ini maka semakin memperkuat duga­an yang mengindikasikan sikap tidak transparan gugus tugas telah membuka ruang bagi terjadinya penyalahgunaan keuangan dalam penanganan Covid-19 di Kota Ambon,” tandasnya.

Anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Ambon, Eddison Sari­manella mengatakan, aparat ke­polisan seharusnya melanjutkan proses penyelidikan jika pada saat asistensi dan pendampingan dite­mukan adanya dugaan penyele­wengan. “Kalau memang saat asis­tensi ada ditemukan dugaan mesti­nya dilanjutkan,” ujar Sarimanella.

Menurutnya, aparat kepolisian tidak boleh begitu saja meng­hen­tikan pengusutan dugaan penye­lewengan keuangan negara tanpa ada kepastian hukum.

“Harus tetap mengusut sampai ditemukan dua alat bukti, tapi jika tidak ditemukan maka barulah di­hentikan, bukannya dihentikan sebelum mendapatkan dua alat bukti,” ujarnya.

Ketua Gerakan Mahasiswa Kris­ten Indonesia Cabang Ambon, Almindes Syauta meminta dugaan penyelewengan yang dilakukan gugus tugas ditindaklanjuti oleh polisi. “Dugaan ini harus diusut tuntas, jangan ada yang meman­faatkan ke­sempatan untuk mencari keun­tungan di tengah pandemi ini,” ujarnya.

Dia meminta pihak kepolisian me­ngusut tuntas dugaan penye­lewengan yang dilakukan gugus tugas Kota Ambon.

Hal senada juga disampaikan Ke­tua HMI Cabang Ambon, Mizwar Tomagola. Jangan karena alasan pandemi, lalu dugaan penye­lewe­ngan tidak diusut. “Mesti diusut oleh pihak kepolisian bila ada dugaan pe­nyalahgunaan anggaran,” tan­das­nya.

Dikatakan, dugaan penyelewe­ngan yang dilakukan gugus tugas  tidak bisa dibiarkan begitu saja. “Kalau ada dugaan penyelewe­ngan, masa mau dibiarkan. Tidak bisa dong,” ujar Tomagola.

Apalagi, lanjut dia, polisi sudah menemukan indikasi terjadinya penyelewengan saat melakukan asistensi.

Ketua Satgas Covid-19 DPD KN­PI Maluku, Santos Walalayo juga me­ngatakan hal yang sama. “Kalau memang ada dugaan harus ditin­daklanjuti oleh polisi dong,” ujarnya.

Duggaan mark up merupakan ke­jahatan terhadap keuangan negara. Karena itu, kata dia, polisi harus te­tap usut hingga tuntas. (S-19/Cr-2)