AMBON, Siwalimanews – Jaksa penuntut umum,  Sisca Taberima menuntut dua terdakwa kasus dugaan tipikor  proyek Mandi Cuci Kakus (MCK) dan septik tank pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aru tahun anggaran 2015, Hermanus Dumgair dan Selyam Hungan 1,6 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (8/4).

Sidang digelar secara online melalui video conference. Majelis hakim yang diketuai Christina Tetelepta, didampingi Hery Liliantono dan Jimmy Wally sebagai hakim anggota berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon.

Tim penuntut umum bersidang di Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru di Dobo. Sementara terdakwa Hungan yang didampingi penasehat hukum Rony Samloy, dan Dumgair didampingi Marnex Salmon dan Johanis Felubun bersidang di Rutan Kelas IIA Ambon.

Didalam amar tuntutan JPU, terdakwa Dumgair dan Hungan tidak terbukti melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri sebagaimana diatur dan diancam Pasal 2 UU Tipikor 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001. Tetapi kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor.

Khusus untuk terdakwa Hungan, dituntut juga membayar denda Rp 50 juta dan uang pengganti Rp 64 juta, dengan resiko kurungan masing-masing 3 bulan penjara jika tidak dipenuhi.

Baca Juga: Jaksa Tolak Pembelaan Koruptor Terminal Transit

Setelah mendengarkan tuntutan JPU, majelis hakim menunda sidang hingga Rabu pekan depan dengan agenda pledoi.

Diketahui, Kedua sama-sama menjabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepulauan Aru ketika proyek swakelola ini dilaksanakan.

Jaksa penuntut umum Sisca Taberima dalam dakwaannya menguraikan, pada tahun 2015 Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2. 964. 886. 672 dari DAK Reguler. Anggaran tersebut dikucurkan untuk pekerjaan konstruksi jamban sebanyak 21 paket yang tersebar di tujuh lokasi berbeda.

Untuk menghindari beban pajak, pihak perencanaan Dinas PUPR kemudian mengatasnamakan Kelompok Suawadaya Masyarakat (KSM) dalam pelaksanaan peker-jaan tersebut. Namun fakta lapa-ngan berbeda proyek tersebut, di-tangani langsung oleh oknum-oknum kontraktor maupun oknum PNS di Dinas PUPR. Akibatnya negara dirugikan Rp 350 juta. (Mg-2)