AMBON, Siwalimanews – Pemprov Maluku dinilai melanggar aturan lantaran sebagian besar pimpinan organisasi perangkat daerah, dijabat oleh seorang pelaksana tugas dan pelaksana harian, dalam waktu yang lama.

Kekesalan terhadap penataan birokrasi yang dipenuhi dengan pelaksana tugas ini diungkapkan Anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Alimudin Kolatlena kepada Siwalimanews di Ambon, Sabtu (30/9).

Sejumlah OPD yang masih dijabat Plt diantaranya, Kadis Pendidikan Insun Sangadji, Kadis Nakertrans Endang Diponegoro, Kadis Kehutanan Sadli Ie, Kadis Sosial Gusna Ria dan Kadis Kesehatan Meykial Pontoh.

Kolatlena menjelaskan, ketika pimpinan OPD dijabat oleh Plt dan Plh, maka dipastikan akan berimplikasi terhadap proses pelayanan publik dan hal lainnya.

Pasalnya, dengan kewenangan yang terbatas, Plt atau Plh tidak mungkin mengambil kebijakan apalagi menyangkut anggaran, sebab keterbatasan kewenangan.

Baca Juga: HSN Momen Penting Bangun Kebersamaan

“Tentu persoalan Plt dan Plh ini berimplikasi pada proses pelayanan publik dan banyak hal, maka gubernur harus bisa merespon persoalan ini dengan mendefinitifkan pejabat,” tandas Kolatlena.

Selain itu kata Kolatlena, berdasarkan Surat Edaran BKN Nomor 2/SEA/1/2019 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian, maka seluruh Plt yang diangkat gubernur telah melewati batas waktu yang ditentukan.

Masa jabatan Plt dan Plh sesuai aturan maksimal enam bulan, artinya setelah waktu tersebut Gubernur harus mendefinitifkan pimpinan OPD.

“Plt di beberapa OPD itu jabatannya sudah lama, padahal ketentuannya tidak boleh karena maksimal enam bulan tidak boleh lebih,” tegasnya.

Menurutnya, terlalu lamanya jabatan Plt dan Plh akan berdampak pada anggaran daerah yang harus dikeluarkan untuk pembayaran tunjangan dan hak keuangan lainnya.

“Maksmal itu tiga bulan dan dapat diperpanjang untuk tiga bulan berikutnya, artinya Pemprov sudah menabrak aturan itu sendiri,” jelasnya.

Kolatlena pun meminta gubernur agar mendefinitifkan sejumlah pimpinan OPD, sehingga proses penyelenggaraan pemerintahan dapat tertanggung jawab.

“Proses pemerintahan ini dilakukan dengan profesional dan proporsional, artinya harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak boleh ikut mau-maunya kita,” Kolatlena. (S-20)