AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku diminta serius menangani kasus dugaan korupsi proyek pembangunan 13 sekolah di Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2020.

Proyek milik Balai Prasarana Pemuki­man Wilayah Maluku, menghabiskan anggaran Rp24,5 miliar dikerjakan oleh kontraktor PT Wira Karya Konstruksi dan menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek ini baik itu Pejabat Pembuat Komitmen, Kontraktor mau­pun konsultan pengawas.

LSM Lumbung Informasi Rakyat Maluku menduga ada kongkalikong antara pihak Balai Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku dengan konsultan pengawas dan kontraktor, yang menyebabkan sejumlah sekolah yang dikerjakan di kabupaten berjulu­kan Saka Mese Nusa mangkrak.

Dugaan kongkalikong itu terlihat dari  PT Wira Karsa Konstruksi, yang melakukan pelanggaran dengan tidak mengerjakan proyek pembangunan sekolah itu sesuai masa kontrak yang ada, bahkan ditambah waktu 90 hari namun juga tidak mampu menyele­saikan 13 proyek sekolah tersebut.

Di lain pihak, konsultan penga­wasan PT Mahakarya Abadi Kon­sultan, yang juga lalai dan diduga terlibat dalam proyek bermasalah itu masih diberikan kesempatan oleh pihak balai dengan mengerjakan proyek serupa di kabupaten lain tahun ini.

Baca Juga: Aroma Korupsi Dana Pembinaan Olahraga di Malteng Terendus

Perusahaan tersebut seharusnya diblack list oleh pihak Balai Pra­sarana Pemukiman Wilayah Maluku dan bukannya diberikan keperca­yakan lagi mengerjakan proyek pembangunan pendidikan di wila­yah lainnya di Maluku.

“Ini sangat menyayangkankan, karena seharusnya kontraktor di­black list dan tidak boleh dipakai lagi, jika pihak Balai Prasarana masih menggunakan kontraktor yang sama yang bermasalah dimana proyek di SBB saja tidak tuntas dikerjakan, dan jika pakai kontraktor yang sama lagi untuk mengerjakan proyek pendidikan di kabupaten yang lain di Maluku, maka ini diduga ada kongkalikong antara pihak balai dan kontraktor,” ungkap Korwil LIRA Maluku, Yan Sariwating kepada Siwalima melalui telepon seluler­nya, Selasa (13/6).

LIRA meminta, Kejati Maluku untuk tidak menjerat pihak Balai Prasarana dan Pemukiman Wilayah Maluku karena dinilai bertanggung­jawab, tidak saja kontraktor, tetapi Pejabat Pembuat Komitmen maupun konsultan pengawasan.

“LIRA minta supaya kejaksaan tindak lanjuti kasus ini hingga tun­tas, pihak Balai Prasarana juga harus bertanggungjawab karena PPK maupun konsultan dianggap lalai dalam melaksanakan tugas, sehing­ga harus dipanggil dan diperiksa,” tegasnya.

Proyek Baru

Belum tuntasnya proyek pemba­ngu­nan 13 sekolah di Kabupaten SBB, tidak membuat pihak Balai Prasarana Maluku kembali meme­nangkan PT Mahakarya Abadi Kon­sultan untuk menggarap dua proyek serupa di Maluku.

Keduanya adalah rehabilitasi dan renovasi prasarana Madrasah di Ma­luku yang dibiayai dengan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada satuan kerja, Pelaksaaan Prasarana Permu­kiman Provinsi Maluku dengan pagu anggaran  Rp1.277.600.000,-

PT Mahakarya Abadi yang ber­alamat di Gorontalo menyampaikan penawaran senilai Rp893.899.650,- dan harga terkoreksi Rp893.899.650 sedangkan harga negosiasi Rp893. 899.650

Proyek kedua, manajemen kons­truksi rehabilitasi dan rencana pra­sarana seklah Provinsi Maluku de­ngan pagu anggaran sebesar Rp1. 311.100.000,00 dan HPS Rp1.104. 000.000,- sementara harga penawa­ran Rp868.257.817,50 harga terko­reksi Rp855.270.817,50 dan harga negosiasi Rp855.270.817,50.

Semestinya, sebagai konsultan pengawasan yang bertugas melaku­kan pengawasan terhadap jalannya sebuah proyek, PT Mahakarya Aba­di Konsultan, harus diblacklist.

Itu karena atas persetujuannya, seluruh anggaran sudah dicairkan, padahal pekerjaannya belum selesai dikerjakan.

Salah Administrasi

Balai Prasarana Pemukiman Wila­yah Maluku mengakui adanya kesa­lahan administrasi dalam pengerjaan proyek rehabilitasi sarana dan pra­sarana pendidikan di Kabupaten SBB.

Pengakuan ini diungkapkan Pe­jabat Pembuat Komitmen proyek sarana dan prasarana pendidikan Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku, Iwan kepada Siwalima di ruang kerjanya, Selasa (13/6).

PPK mengakui, pasca pekerjaan dilakukan pada beberapa gedung sekolah sejak Agustus 2021 lalu, memang terdapat beberapa faktor yang menghambat proses pekerjaan akibat dari rentang kendali yang cukup jauh dan juga penyediaan jasa yang sering di Makasar.

“Memang kita akui terhambat dua kali, terhambat lebih pada utang piutang karena kontraktor tidak membayar akibatnya para tukang akhirnya mogok, tapi sampai dengan akhir tahun 2021 itu pencairan baru 60 persen dari kontrak 24.5 miliar.

Akibat dari persoalan tersebut, kejaksaan lanjut PPK, dirinya mem­berikan pendampingan agar kon­traktor menuntaskan pekerjaan tersebut. Bahkan pihaknya bersama kejaksaan telah turun untuk me­nyelesaikan persoalan khususnya di Kaibobu.

“Kebetulan ini ada pengawalan dari kejaksaan, kita bersyukur tim kejaksaan itu melakukan pendampi­ngan kita baik dan memberikan solusi. Sempat kita ke Kaibobu dan mogok kerja karena persoalan tukang, tapi semua telah selesai saat itu,” bebernya.

Tak hanya itu, setelah pembangu­nan sekolah di dataran SBB selesai, kontraktor pun melakukan pekerjaan sekolah pada beberapa pulau yang tentunya memiliki hambatan ber­kaitan dengan akomodasi barang yang mengakibatkan kontraktor kehabisan anggaran karena terserap untuk mobilisasi.

“Akibat dari semua anggaran itu terserap untuk mobilisasi bahan maka kontraktor meminta kita untuk membantu, dan kita bantu karena kita ingin selesaikan sekolah apalagi proyek tersebut adalah multi years contrac maka harus selesai pada Desember 2022,” ujarnya.

Lanjutnya, ditengah pekerjaan penanggung jawab proyek yang ditunjuk PT Mahakarya Abadi, Fadli menghilang dan kejaksaan pun telah memanggil Fadli tetapi sudah menghilang.

Bahkan, pimpinan Balai telah memerintahkan agar kontraktor PT Mahakarya Abadi diputus kontrak­nya, namun pihak kejaksaan mem­berikan pertimbangan agar peker­jaan harus tetap dilakukan.

“Dari Jakarta memang sudah minta kita untuk putuskan kontraknya, cuma dari kejaksaan menyampaikan jika putus kontrak mungkin pak Iwan enak lepas secara hukum, tetapi nasib anak-anak sekolah bagaimana, sebab hampir semua gedung belum bisa dipakai,” ucapnya.

Terhadap pertimbangan kejaksaan tersebut, pihaknya langsung me­nyambangi kontraktor yang berada di Makassar guna meminta per­tanggungjawaban untuk menyele­saikan semua gedung sekolah dan disanggupi oleh kontraktor, dengan menunjuk penanggung jawab yang baru.

Namun disisi lain kontraktor pun meminta balai untuk mambantu pencairan anggaran karena angga­ran yang dimiliki kontraktor tidak mampu untuk menuntaskan proyek.

Setelah Balai membantu mencair­kan anggaran maka kontraktor pun mengerjakan gedung sekolah baik SD Batu Luang, SD Inpres Buano Utara, SD Negeri 2 Tiang Bendera, SD Inpres Rumah Kai, SD Negeri Rumah Kai, SD 1 Kamariang, SD Negeri 1 Hualoi.

Selanjutnya, SD Negeri Eli tanah Merah, SD Negeri Hua Roa, SD Negeri Kaibobu, SD Negeri Pulau Osi, SMP Negeri Satap Soles, SMP Negeri 8 Seram Barat dan SMP Tian bendera.

Kendati pekerjaan RKB telah se­lesai, namun terdapat beberapa pe­ker­jaan kecil yang belum tuntas se­perti pagar sekolah pada SD Negeri Tiang Bendera dan kamar mandi pada SMP Negeri Tiang bendera.

“Kita akui ada kesalahan admini­strasi karena pekerjaan belum se­muanya tuntas seperti dalam kon­trak, sedangkan kita sudah cairkan anggaran seluruh kalau kita tidak cair juga stagnan lagi jadi untuk menyelamatkan pembangunan di­sana,” tegasnya.

PPK menegaskan, dia akan ber­tanggungjawab untuk menyelesai­kan pembangunan item-item yang belum selesai dalam waktu peme­liharaan yang diberikan saat ini.

Dia memastikan akan kooperatif dalam setiap panggilan yang dilaku­kan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku sebab tidak ada niat kejahatan sedikit yang dilakukan.

“Tadi baru dipanggil Kejaksaan, kita sudah berupaya semaksimal mungkin, ini bukan  mark-up ang­garan, memang betul ada kesalahan admintrasi tapi sampai dibilang kejahatan tidaklah. Tadi sempat di­bicarakan alternatif pasti ada peng­em­balian anggaran apalagi pela­ku­nya Fadli sudah tidak tahu kemana. Artinya kalau ada kerugian negara alternatif mungkin pengembalian oleh kontraktor,” cetusnya.

Minta Proses

Menanggapi hal ini, LIRA tetap meminta kejaksaan untuk mempro­ses hukum PPK, konsultan dan kontraktor, karena tidak wajar ang­garan cair 100 persen tetapi peker­jaan dilapangan mangkrat.

Kendati kejaksaan memberikan pendampingan, lanjut LIRA, tetapi tidak boleh mengesampingkan pro­ses hukum karena pihak Balai seharusnya memblack list kontraktor tetapi malah mempercayakan lagi.

“Kalau ada keselahan administrasi itu berarti tidak wajar, karena anggaran cair 100 persen, anggaran bisa cair 100 persen itu karena kon­sultan memberikan laporan peker­jaan sudah selesai dan kemudian disetujui oleh pihak PPK,” ujarnya

LIRA menegaskan, proyek seko­lah mangkrak tidak bisa dinilai se­bagai sebuah kesalahan admini­strasi tetapi terkesan ada tindakan yang melanggar aturan hukum dan harus dijerat, dimana pihak kejak­saan tidak boleh meloloskan.

Sementara itu, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang dikonfirmasi Siwalima mengaku belum mengetahui pang­gilan PPK.

“Besok saja ya baru saya cek, karena saya belum tahu,” ujarnya singkat kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (13/6).

Jangan Lolos

Kejati Maluku diminta tidak me­loloskan konsultan dan PPK proyek milik Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku.

Sejumlah kalangan meminta tim penyidik Kejati Maluu untuk tidak meloloskan konsultan, PPK maupun kontraktor dari jerat hukum. Mereka harus juga dimintai keterangan atau diperiksa, karena dinilai bertang­gungjawab atas mangkraknya 13 proyek pembangun sekolah yang merugikan negara miliar rupiah itu.

Praktisi Hukum Fileo Pistos Noija dan ktivis Laskar Anti Korupsi, Roni Aipassa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (13/6), mengungkapkan, konsultan, PPK dan kontraktor proyek pemba­ngunan 13 sekolah di Kabupaten SBB merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dengan adanya pencairan anggaran proyek yang mencapai 100 persen atau 24.5 miliar rupiah.

Dia mengatakan, jika anggaran yang diperuntukkan bagi pemba­ngunan 13 proyek sudah cair se­mua, tetapi proyek belum selesai maka proyek tersebut mangkrak.

Dikatakan, potensi dugaan ko­rupsi terhadap proyek 13 sekolah yang mangkrak itu harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum dalam ini kejaksaan untuk meminta pertanggungjawabkan hu­kum baik dari konsultan, PPK maupun kontraktor.

Menurutnya, Kejati Maluku sebagai instrumen negara harus mengusut kemana uang negara yang sudah dicairkan tersebut mengalir, sebab akibat dari perbuatan ini berdampak pada proyek gedung pendidikan tidak tuntas.

Lebih jauh kata Noija, Kejati Maluku harus serius untuk meng­usut kasus ini termasuk dengan memanggil kontraktor, Konsultan dan PPK sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas gagalnya proyek pembangunan itu.

Sebaliknya, jika Kejati tidak memanggil maka masyarakat akan menduga terjadi sesuatu dibalik lambannya penanganan kasus ini oleh Kejaksaan Tinggi Maluku.

Apalagi, sampai dengan saat ini tidak ada satu pun instrumen hukum yang melarang Kejaksaan Tinggi sebagai penegak hukum untuk memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam penggunaan uang negara.

Noija pun mengingatkan konsis­tensi Kejati Maluku dalam meng­ungkap dugaan korupsi termasuk tidak meloloskan pihak-pihak yang sebenarnya bertanggungjawab da­lam tindak pidana korupsi itu.

Segera Panggil

Terpisah, aktivis Laskar Anti Ko­rupsi, Roni Aipassa menyayangkan praktek dugaan korupsi yang dila­kukan oleh oknum tidak bertang­gung jawab dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan.

Pasalnya, sampai dengan saat ini Maluku masih membutuhkan pemba­ngunan terhadap ribuan gedung sekolah disemua pelosok negeri ini.

Menurutnya, Kejati Maluku tidak boleh meloloskan konsultan, PPK maupun kontraktor yang menangani pembangunan 13 gedung sekolah di SBB, sebab mangkraknya pekerjaan akibat dari tindakan mereka yang tidak profesional dalam mengawasi pekerjaan maupun mengerjakan proyek itu.

“Kalau sampai selesai kontrak belum tuntas pekerjaan maka ada kebocoran anggaran dan Kejati harus tanyakan langsung kepada mereka,” tegasnya.

Lanjutnya, proses pencairan ang­garan lazimnya dalam setiap peker­jaan proyek seharusnya mengikuti presentase pekerjaan, sebab tidak mungkin pekerjaan belum tuntas tapi dicairkan seluruh anggaran.

Jika kenyataannya anggaran telah dicairkan seratus persen, Aipassa pun mendorong Kejaksaan Tinggi Maluku untuk memeriksa, konsul­tan, PPK dan kontraktor sebab tidak mungkin anggaran cair tanpa sepengetahuan PPK dan tidak diawasi konsultan. (S-20/S-05)