AMBON, Siwalimanews – Karcis  retribusi sampah milik PT Bumi Perkasa Timur yang bertuliskan, Berdasarkan perjanjian kerja sama antara Gubernur Maluku dengan PT. Bumi Perkasa Timur (Akta nomor 21 Tanggal 13 Juli 2022) dengan nomor seri 0000159.

Dengan demikian kuat dugaan perusahaan tersebut selama ini menagih retribusi sampah dari para pedagang sebesar Rp5 ribu. Sementara diketahui, seperti yang sudah sering ditegaskan Penjabat Walikota Ambon, bahwa pemkot selama ini, belum memberlakukan penagihan retribusi sampah di kawasan pasar maupun Terminal Mardika.

Meskipun diketahui, bahwa selama ini yang membersihkan/mengangkut sampah di kawasan tersebut, adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon. Bahkan, Pemerintah Kota Ambon seringkali dikata-kataii ketika sampah pada kawasan tersebut tidak dibersihkan.

Untuk itu, jika ternyata selama ini soal sampah telah menjadi tanggungjawab pihak perusahaan, lalu apa inkam bagi Kota Ambon.

Terkait hal itu, Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena kepada Siwalimanews usai membuka kegiatan GAMKI di Kantor Sinode GPM, Sabtu (25/2) menjelaskan, penagihan diluar yang dilakukan pemkot adalah illegal.

Baca Juga: Pangdam Pattimura Olahraga Bersama dengan Forkopimda Maluku

“Saya sudah bilang berkali-kali katakan, bahwa yang sah itu yang dikeluarkan oleh pemerintah kota. Diluar itu ya silakan diterjemahkan sendiri. Senin besok ini kan kita ada rapat koordinasi bersama di DPRD Kota untuk bicara semua hal terkait Terminal Mardika, disitu akan diketahui dimana batas-batas kewenangan kita,” jelas walikota.

Nanti dari hasil rapat koordinasi itu, selanjutnya akan ada kepastian bagi semuanya. Ini perlu disadari sungguh, bahwa saat ini, semua orang bertanya-tanya terkait persoalan Termina Mardika.

“Saya audah sampaikan, bahwa betul, tanah itu milik provinsi, dan kota tidak bisa menginterfensi aset pemprov, tetapi kalau itu koordinasi antar pemerintah, itu yang akan dilakukan,” ujarnya.

Walikota berharap, ada hal yang disepakati, terutama soal pengelolaannya, baik itu terminal, pasar, ruko dan sebagainya, termasuk soal retribusi, itu kewenangan siapa. Kalau semua itu sudah ditetapkan dengan baik, maka masing-masing akan beroperasi di wilayah kewenangannya, tidak saling tumpang tindih, sehingga membingungkan masyarakat, terutama pedagang dan sopir angkot.

“Ini yang kita hindari, tanggapan bahwa apakah ada dualisme atau dua tuan. Artinya pemerintah tidak boleh berbentur, kita adalah penyelenggara pemerintahan, tujuannya sama, mensejahterakan masyarakat, itu yang kita hindari, karena itu saya minta stop aktivitas pembangunan dalam terminal, tungguh kita bicarakan ini. Kalau ini kewengan provinsi, maka kota tidak bisa buat apa-apa, sebaliknya demikian,” tegasnya.(S-25)