AMBON, Siwalimanews – Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, marathon menyelidiki kasus dugaan penyalahgunaan dana Covid 19, di Kabupaten Maluku Tenggara.

Tercatat sedikitnya 13 pimpinan Or­ganisasi Perangkat Daerah di lingkup Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara telah dimintai keterangan.

Ditreskrimsus Polda Maluku, Kom­bes Harold Huwae mengatakan, su­dah 13 pimpinan OPD yang dimintai keterangan.

Menurut mantan Kapolres Ambon ini, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil 33 OPD lagi untuk dimintai keterangan.

“Masih kurang 33 OPD lagi, pang­gilan akan dilayangkan,” ungkap Hu­wae kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Selasa (31/10).

Baca Juga: Kejari Ambon Bidik Dugaan Korupsi ADD-DD Negeri Tuhaha

Ditanyakan soal pemerksaan 13 saksi itu apakah ada temuan yang menjurus kepada perbuatan melawan hukum, Huwae menolak berkomentar dengan alasan masih penyelidikan. “Masih lidik,” ujarnya singkat.

70 M Bermasalah

Sementara itu informasi yang diperoleh Siwalima terindikasi ang­garan dana Covid Malra berpotensi korupsi.

Hal ini karena anggaran tersebut mengalami perubahan, dan peruba­han tersebut juga tidak diketahui pimpinan-pimpinan OPD.

Kepada Siwalima, Selasa (31/10) sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini menyebutkan, dalam laporan pertanggungjawaban dana covid anggaran yang awalnya terte­ra sebesar Rp36 miliar di tahun 2020.

Selanjutnya anggaran tersebut direvisi menjadi Rp40 miliar.

“Anggaran total awalnya 36 miliar, kemudian direvisi menjadi 40 milar, dalam dokumen pertanggung­jawaban keuangan pada BPKAD ternyata jumlahnya bukan lagi 40 miliar tetapi naik 96 miliar, berbeda lagi pada laporan pertanggung­ja­waban bagian Inspektorat anggaran menjadi 110 miliar,” ujar sumber itu.

Sumber ini kemudian memper­tanyakan APBD ditetapkan tahun 2020 lalu datanya bisa berubah-ubah. Dimana tidak ada data tetap refocusing dan alokasi dana Covid tahun 2020 di Kabupaten Malra.

Selain itu dari jumlah anggaran tersebut, lanjut sumber, terindikasi ada selisih 70 miliar yang diduga di­korupsi namun ada dalam dokumen pertanggungjawaban bagian keua­ngan Pemkab Malra.

Mirisnya lagi, kata sumber itu, rata-rata pimpinan-pimpinan OPD di lingkup Pemkab Malra sama sekali tidak mengetahui anggaran refocusing dan alokasi dana Covid tersebut.

“Contohnya di Dinas Pendidikan yang tidak ada refocusing namun dalam laporan pertanggungjawaban keuangan ternyata ada, sebesar Rp13 miliar. Sehingga mengindikasi bahwa dokumen ini tidak pernah ada di pimpinan OPD. Dan diduga hanya dipegang oleh bagian keuangan dan bupati saja. Karena kalau dokumen-dokumen itu ada, maka tentunya pimpinan OPD mengetahui,” ujar sumber itu lagi.

Dia menyebutkan bahwa seba­nyak 20 OPD dari 42 OPD di lingkup Pemkab Malra yang refocusing anggaran dana Covid tersebut.

Selain itu, banyak kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan Co­vid dimana kegiatan tersebut murni menggunakan dana APBD Malra, tetapi dalam laporan pertanggung­jawaban justru menggunakan dana covid.

Sekda Digarap

Sebelumnya Sekretaris Daerah Kabupaten Maluku Tenggara, Ah­mad Yani Rahawarin, diperiksa tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, Rabu (11/10).

Orang nomor tiga di Kabupaten Malra ini diperiksa oleh Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Maluku selama delapan jam, sejak pukul 08.00 hingga 16.15 WIT.

Dia diperiksa terkait dugaan pe­nyalahgunaan anggaran Covid-19 di Kabupaten bertajuk Larvul Ngabal tersebut.

Tak Bisa Dipertanggung Jawabkan

Seperti diberitakan sebelumnya, penggunaan dana Covid-19 tahun 2020 di Kabupaten Maluku Teng­gara, kuat dugaan tak bisa diper­tanggungjawabkan.

Adapun penggunaan dan peman­faatan anggaran yang berasal dari refocusing anggaran dan realisasi kegiatan pada APBD dan APBD perubahan tahun anggaran 2020 yang digunakan untuk penanganan dan penanggulangan Covid 2019 di Kabupaten Kepulauan Aru berbau korupsi.

Dana Rp52 miliar seharusnya digunakan untuk penanggulangan Cobid-19, dialihkan Bupati Malra untuk membiayai proyek infra­struktur, yang tidak merupakan skala prioritas sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realisasi anggaran, dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Berdasarkan daftar usulan refocusing dan relokasi anggaran untuk program dan kegiatan penanganan Covid-19 Tahun 2020 kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebesar Rp52 miliar.

Padahal, berdasarkan Laporan Pertanggung Jawaban Bupati Malra tahun 2020, dana refocusing dan realokasi untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 hanya sebesar Rp36 miliar, sehingga terdapat selisih yang sangat mencolok yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh Pemkab Malra sebesar Rp16 miliar.

Anggaran Rp52 miliar itu ber­sumber dari APBD induk senilai Rp3,833.000.000 pada post peralatan kesehatan sama sekali tidak dapat dirincikan secara pasti jenis barang yang dibelanjakan, jumlah/volume barang dan nilai belanja barang per peralatan, sehingga patut diduga terjadi korupsi.

Selain itu, pada pos belanja tak terduga, pada DPA Dinas Keseha­tan TA 2020 senilai Rp5,796.029. 278,51 yang digunakan untuk belanja bahan habis pakai berupa masker kain (scuba) dan masker kain (kaos) sebesar Rp2,6 miliar, sehingga sisa dana pos tak terdua sebesar Rp3. 196.029.278,51, sisa dana ini tidak terdapat rincian penggunaannya sehingga patut diduga terjadi ko­rupsi yang mengakibatkan kerugian Negara senilai Rp3.196.029. 278,51.

Sesuai dengan laporan hasil pe­meriksaan BPK Perwakilan Maluku atas laporan keuangan Kabupaten Malra TA 2020 menyatakan bahwa, belanja masker kain pada Dinas Kesehatan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Sejumlah kejanggalan yang dite­mukan yaitu, pencairan SP2D dari kas daerah dilakukan sebelum barang diterima seluruhnya. Hal ini merupakan bentuk kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran dan/atau perbuatan melawan hukum.

Selanjutnya, pencatatan jumlah barang masuk pada kartu stok tidak sesuai dengan berita acara serah terima. Kesalahan ini tentu meru­pakan bukti otentik adanya sebuah konspirasi melawan hukum yang dilakukan pelaksana pengadaan barang dan pengguna.

Berikutnya tidak dilakukan pe­meriksaan barang secara detail dan menyeluruh. Hal ini merupakan bentuk kesalahan dan bukan kela­laian karena adanya kesengajaan akibat kolusi yang dapat dikate­gorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan keru­gian negara, sehingga patut diduga adanya korupsi tersembunyi yang dimainkan oleh pihak pengadaan barang dan pengguna barang.

Dengan demikian, diduga terjadi korupsi yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp9. 629.029.278,51 yang berasal dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malra TA 2020 pada mata anggaran (1) belanja peralatan kesehatan senilai Rp3.833.000.000.000. (2) belanja tak terduga untuk belanja masker kain scuba dan kai koas senilai Rp2.600. 000.000 dan sisa dana BTT yang tidak dapat diper­tang­gung jawabkan senilai Rp.3.196. 029.278,51.

Tindakan ini dinilai melanggar keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan No. 119/2813/SJ No:177/KMK 07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam rangka penanganan Covid serta penga­manan daya beli masyarakat dan per­ekonomian nasional serta Instruksi Menteri Dalam Negeri No: 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyeba­ran dan Percepatan Penanganan Co­vid di lingkungan Pemerintah Daerah.

Selain itu, bupati diduga secara sengaja melakukan perbuatan mela­wan hukum dengan mengabaikan dan/atau tidak mengindahkan kepu­tusan bersama menteri.(S-05)