TANTANGAN terbesar dunia pendidikan ialah bagaimana menyiapkan bekal bagi para siswanya untuk hidup dalam dunia yang terus bergerak dinamis nan cepat, penuh ketidakpastian, penuh kompleksitas, dan sulit diprediksi (VUCA). Sekolah kita umumnya masih menganut paham bahwa capaian kognitif yang diukur dengan nilai yang diperoleh melalui serangkaian ujian ialah ukuran keberhasilan sekolah dan siswa. Tentu saja itu tidak sepenuhnya salah, jika dilihat dalam konteks kekinian. Namun, jika dilihat dalam konteks masa depan, siswa akan hidup dan sebagai pengendali kehidupan, lalu bagaimana siswa menghadapi tantangan hidupnya di masa depan?   Sekolah Astra Nova Hingga saat ini Elon Musk masih kukuh menjadi orang terkaya di dunia dengan valuasi harta mencapai Rp4.000 triliun lebih, hampir setara 3 kali lipat APBN RI 2021 yang bernilai Rp1.560,8 triliun (pajakonline.com, 27/9/2021).

Selain terus mendominasi gurita bisnis teknologi melalui Tesla dan SpaceX, belakangan Musk sedang mengembangkan sebuah sekolah yang dinamai Astra Nova, yang berarti bintang baru dalam bahasa Latin. Astra Nova berbeda dengan sekolah yang sebelumnya juga telah dikembangkan oleh Musk, yaitu Ad Astra School, yang secara eksklusif hanya memberikan pendidikan kepada anak-anak Musk dan karyawan SpaceX demi menyiapkan mereka menghadapi masa depan yang terus berubah cepat. Sementara itu, Astra Nova merupakan sekolah inklusif yang menerima siswa usia 9-14 tahun dari seluruh dunia.

Sekolah fisiknya berbasis di Los Angeles, AS, sedangkan bagi anak-anak yang bertempat tinggal di berbagai belahan dunia dapat menjadi bagian dari Astra Nova dengan mendaftar pada Astra Nova Online Learning (ANOL). Astra Nova membuat perbedaan jarak usia, lokasi geografis, hingga latar belakang budaya menjadi tampak usang karena anak-anak usia 9 tahun hingga 14 tahun dapat bekerja sama (kolaborasi) dalam proyek yang serupa dengan keterampilan yang saling melengkapi antarmereka. Sekolah ini dibangun atas dasar lingkungan multikultural dan global, anak-anak dapat belajar soft skill secara alami (interestingengi­nee­ring.com, 9/9/2020).

Model sekolah ini diprediksi mampu menggugat sekolah dengan sistem konvensional. Sistem sekolah/belajar yang tidak dirancang khusus (tailor made) dengan memukul rata kemampuan semua anak— menguji mereka dengan seperangkat tes atau ujian untuk kebutuhan nilai di atas kertas— pada titik tertentu akan tergilas zaman dengan sendirinya karena kultur sekolah konvensional dengan model tersebut tidak sedang menyiapkan bekal apa-apa bagi para siswanya untuk hidup dalam dunia yang terus bergerak dinamis nan cepat, sulit diprediksi, serta penuh kompleksitas (VUCA). Itulah mengapa Musk menginisiasi Astra Nova demi menyiapkan model pendidikan masa depan dengan perubahan visi yang radikal guna memajukan dan mengembangkan keterampilan anak-anak hari ini ke dalam karier transformatif dan tenaga kerja di masa mendatang. Musk memprediksi bahwa pada 2030-an banyak sekali pekerjaan yang akan sangat berbeda dengan yang ada saat ini. Selain itu, banyak dari model pekerjaan itu belum ada, bahkan beberapa di antaranya belum terbayangkan hari ini.

Pendidikan di Indonesia Sebenarnya konsep Merdeka Belajar yang dipelopori Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim, merupakan angin segar bagi transformasi dunia pendidikan di Indonesia. Karena mulai tingkat satuan pendidikan, kepala sekolah, guru, hingga murid memiliki ‘kemerdekaan’ atau lebih tepat keleluasaan/kemandirian untuk mengelola model pendidikan atau pembelajaran yang sesuai dengan konteks kebutuhan warga sekolahnya. Bahkan, di tingkat kampus, para mahasiswa memiliki kemerdekaan untuk bisa menentukan pendidikannya sendiri yang bukan hanya berasal dari dalam kampus tempat para mahasiswa belajar, tetapi dapat berkolaborasi dengan dunia industri, mengerjakan proyek wirausaha, mengabdi di desa-desa dengan membangun projek, dan lain-lain (Kompas.com, 27/8/2020).

Baca Juga: Jadi Kebutuhan, Panduan Tes Covid-19 Mandiri Diperlukan

Secara prinsip, konsep kolaborasi dalam Merdeka Belajar yang diprakarsai Menteri Nadiem tidak jauh berbeda dengan Astra Nova. Nadiem berupaya menyiapkan generasi Indonesia untuk menghadapi dunia yang dipenuhi disrupsi di masa depan. Jika saja setiap satuan pendidikan di Indonesia memahami betul konsep Merdeka Belajar tersebut, sekolah-sekolah di negeri ini tidak akan jauh berbeda praktiknya dengan Astra Nova. Namun, lagi-lagi, yang menjadi tantangan terbesar ialah pada tataran praktik di lapangan karena banyak pihak ditengarai belum benar-benar memahami esensi dari konsep Merdeka Belajar tersebut sehingga proses dan eksekusinya masih sama seperti model konvensional. Keengganan keluar dari zona nyaman sistem belajar konvensional dan kualitas guru yang masih rendah, kemungkinan kuat menjadi dua penyebab utama transformasi dunia pendidikan Indonesia.   Pengajaran kolaboratif Sebagai guru, saya merasa beruntung menjadi pengajar di Sekolah Sukma Bangsa (SSB) karena seluruh warga sekolah selalu dituntut dan didorong menjadi pembelajar seumur hidup, termasuk kami para guru sehingga tantangan-tantangan paradigmatik dengan perubahan zaman dan teknologi dapat diimbangi dengan baik oleh seluruh warga sekolah. Kuncinya ialah terus belajar dengan pola pikir yang bertumbuh dan kritis. Jika hari ini Astra Nova dianggap sebagai salah satu prototipe sekolah masa depan yang mengusung konsep-konsep kolaboratif, SSB juga telah menganut dan menjalankan prinsip kolaboratif sejak awal sekolah ini didirikan pada 2006. Jauh sebelum pandemi menyadarkan kita semua betapa nilai kolaborasi ini begitu penting.

Guru Tamu dan Proyek Kelas merupakan model pembelajaran dengan skema kolaboratif yang terus dikembangkan di SBB. Para siswa dikenalkan sejak dini bagaimana dunia kerja dan pekerjaan yang tersedia di abad ini terus berubah. Bukan hanya pekerjaan arus utama seperti dokter, pengacara, pejabat, dan orang kantoran. Melalui skema Guru Tamu, para guru turut menghadirkan youtuber, content writer, para pekerja seni yang digandrungi di abad ke-21 dan lainnya ke hadapan siswa agar mereka dapat memilih minat mereka masing-masing. Melalui Proyek Kelas, para guru di SSB ‘dipaksa’ untuk saling berkolaborasi membidangi sebuah projek yang sama dalam lintas mata pelajaran yang berbeda. Selain demi mencapai substansi dari tujuan pembelajaran melalui skema Proyek Kelas tersebut. Hal ini juga bertujuan untuk menumbuhkan sikap adaptabi­litas terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam berkolaborasi, inisiatif, hingga keterampilan memecahkan masalah yang merupakan keterampilan-keterampilan inti untuk hidup pada abad ini. Wallahu a’lam bi al-shawab.( Riazul Iqbal, Guru Bahasa Inggris Sekolah Sukma Bangsa Pidie)