AMBON, Siwalimanews – Sekretaris Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Pasar Waiheru Mansyur Mohammad menegaskan, pihaknya tidak pernah mengancam pedagang.

Apalagi ancaman yang dikeluarkan untuk para pedagang di Pasar Waiheru agar bergabung dalam APKLI, sebagaimana yang  dilaporkan Hasim Rohim ke DPRD Kota Ambon, malahan justru, pihaknya mempertanyakan kapasitas Rohim yang mengaku sebagai pedagang.

“Siapa itu Hasim Rohim, kapasitasnya apa? Hasim Rohim itu bukan pedagang didalam Pasar Waiheru, tetapi dia itu pedagang di luar pasar. Lalu kalau bilang kami mengancam pedagang untuk masuk APKLI kalau tidak maka tidak boleh berjualan di Pasar Waiheru, bisakah saudara Hasim Rohim menunjukan buktinya,” tandas Mansyur kepada Siwalima di Ambon, Rabu (29/9).

Justru, kata Mansyur, Rohimlah yang bersama dengan sejumlah pedagang melakukan intimidasi kepada para pedagang lain di Pasar Waiheru.

“Yang dilakukan Rohim bersama kroni-kroninya adalah mendatangi satu persatu pedagang, minta KTP, memungut biaya 5000 dan bertanya kepada para pedagang, mau ikut APKLI atau pemerintah. Lalu, dengan bukti apa, dia bisa menuding kami yang melakukan pengancaman?,” bebernya.

Baca Juga: PLN Siap Amankan Listrik STQ Nasional XXVI di Maluku Utara

Hal senada juga diungkapkan pengurus APKLI Pasar Waiheru lainnya Ilham yang menduga ada konspirasi yang sengaja dilakukan untuk menjatuhkan nama baik APKLI.

Pasalnya, beberapa waktu lalu telah melakukan upaya pencekalan terhadap kinerja oknum-oknum atau orang suruhan Disperindag Kota Ambon yang menagih retribusi tanpa karcis.

“Kami tahu bahwa ada oknum-oknum pedagang yang adalah orang suruhan Disperindag Kota Ambon, yang ingin mencemari nama baik APKLI, namun kami tidak akan mempedulikannya, karena semua itu hanya untuk pencitraan dari kinerja mereka yang borok,” cetusnya.

La Yano, salah satu pedagang di Pasar Waiheru juga mengaku, para pedagang  mendukung aturan yang ditetapkan oleh Disperindag Kota Ambon, terkait dengan penarikan retribusi.

“Selama ini, kami tidak permasalahkan penarikan retribusi yang dilakukan oleh pemerintah, namun langkah pencekalan yang kami lakukan itu karena besaran retribusi yang ditagih disetiap lapak itu bervariasi, tidak sesuai dengan Perda, bahkan tidak diberikan karcis. Ini kan aneh, kok bayar retribusi tapi tidak ada karcis. Praktek ini sudah terjadi selama dua tahun lebih. Yang lebih parahnya lagi, retribusi itu ditagih oleh oknum preman dan bukan pegawai Disperindag. Lalu apa yang salah dengan sikap kami,” tandas Yano, yang juga pengurus APKLI  Pasar Waiheru.

Ia juga membantah, jika APKLI yang ingin menagih retribusi dari pedagang di Pasar Waiheru.

“Itu tidak benar, yang kami inginkan adalah pegawai Disperindag sendiri yang harus turun ke Pasar Waiheru dan menagih retribusinya, bukan lagi menyuruh preman sebagaimana yang telah dilakukan Isack Molle sebelumnya,” ucap Yano.

Pedagang lainnya Sarihan mengaku, senang bergabung dengan APKLI, karena bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di Pasar Warheru.

“Selama ini, kami tidak tahu mau mengadu ke siapa, tetapi setelah kami bergabung dengan APKLI, ternyata keluhan dan persoalan yang kami hadapi di Pasar Waiheru dapat diatasi, karena memang APKLI itu adalah asosiasi atau wadah yang menghimpun para pedagang dan APKLI ini wadah resmi yang ada diseluruh Indonesia,” pungkasnya. (S-16)