AMBON, Siwalimanews – Akademisi Hukum Unpatti, Remon Supusepa mengatakan dalam pengadaan barang dan jasa terdapat istilah disclaimer yang artinya, proyek itu tidak selesai dikerjakan maka indi­kasi korupsi telah nyata.

“Sebanarnya aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian harus melakukan pengusutan terhadap perso­a­lan karena indikasi sudah nya­ta,” ungkap Supusepa saat di­wawancarai Siwalima, Selasa (6/7).

Dijelaskan, berdasarkan per­soalan yang ada maka unsur melawan hukum dalam Un­dang-Undang 31 Tahun 1999 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khusus pasal 2 dan pasal 3 berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.

“Jadi kalau melanggar pera­turan tentang pengadaan ba­rang dan jasa maka telah ter­bukti dan kerugian keuangan ne­gara pasti nyata,” ujar Supu­sepa.

Karena itu, lanjut Supusepa, aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian mestinya me­na­ngani perkara itu tanpa me­nunggu laporan dari masyarakat, sebab unsur melawan hukum dari perbu­atan ini telah terbukti yakni mela­nggar peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa.

Baca Juga: BPKP: Saya Hitung Kerugian Negara Berdasarkan Keterangan Ahli Unpatti

Penegak hukum, kata Supusepa mestinya lebih proaktif untuk me­lihat kasus yang tengah sehingga tidak menimbulkan tendensi hu­kum dari masyarakat kepada pe­negak hukum sendiri walaupun tendensi hukum tetap ada dari masyarakat.

Supusepa mengakui, jika me­mang untuk penanganan kasus-kasus korupsi anggaran yang di­sediakan cukup terbatas, sedang­kan kasus yang ada cukup banyak sehingga  penegak hukum me­mang mencari kasus yang benar-benar prioritas.

Namun, konteks kasus mang­krak­nya proyek air bersih di Pulau Haruku harus menjadi bagian yang perlu diprioritaskan, karena  ber­kaitan dengan kerugian keuangan negara yang cukup besar.

“Dalam kasus ini anggaran ne­gara cukup besar karena itu pene­gak hukum harus segera fokus terhadap kasus itu,” tegasnya.

Supusepa juga menyesalkan DPRD Provinsi Maluku yang tidak bisa memanggil pihak yang terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut, guna menanyakan penyebaran sehingga proyek tidak jalan atau adendum hingga dua kali, padahal DPRD merupakan lembaga pengawasan.

Olehnya, Supusepa mendorong aparat penegak hukum untuk dapat mengusut persolan ini agar dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang terlibat.

Praktisi hukum, Nelson Sian­ressy mengatakan, dalam dugaan kasus korupsi aparat penegak hukum tidak perlu menunggu aduan dari masyarakat.

“Intinya tidak perlu ada laporan masyarakat baru bergerak, ini bukan delik aduan,” ujar Sianressy.

Menurutnya, jika kepolisian atau kejaksaan telah mendengar bah­wa proyek tersebut bermasalah maka sudah seharusnya cepat dan proaktif untuk mengambil kasus ini.

Penegak hukum tidak boleh ber­main-main dengan persoalan-per­soalan hukum seperti ini ka­rena ini menjadi bagi dari kepen­tingan bangsa dan negara.

“Korupsi itu kan merugikan mas­ya­rakat apalagi air bersih meru­pa­kan kebutuhan primer masyara­kat yang mesti diperhatikan,” tegasnya.

Karena itu, Sianressy mendesak aparat kepolisian dan kejaksaan untuk dapat melakukan pengu­sutan terhadap persoalan ini, agar siapapun yang mencoba untuk me­ngambil keuntungan dari per­soalan ini dapat diproses dan di­pertanggungjawabkan kepadanya.

Sementara itu, aktivis Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Yan Sari­wating mengatakan seharusnya aparat penegak hukum baik Ke­jaksaan maupun Kepolisian tidak mesti menunggu adanya laporan dari masyarakat terkait dengan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan sarana dan pra­sarana air bersih di Pulau Haruku.

“Tidak usah menunggu, aparat pe­negak hukum seharusnya meng­usut kalau sudah diekspos oleh media konvensional maupun online sudah harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum,” ujar Sariwating.

Menurutnya, penegak hukum mestinya melakukan upaya men­jemput bola dalam semua kasus hukum, artinya ketika mende­ngar­kan informasi adanya tindak pi­dana maka segera diusut dan ditindaklanjuti.

Aparat penegak hukum, kata Sariwating harus berani meng­ambil alih setiap permasalahan hukum yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.

Sebab jika tidak maka masya­rakat akan mempertanyakan kiner­ja dalam penegakan hukum, apa­lagi masyarakat sekarang sudah pintar untuk melihat semua hal.

Selain itu, jika memang sampai saat ini DPRD Maluku juga belum bergerak apapun harus menjadi perhatian masyarakat.

Karena itu, Sariwating me­nantang kejaksaan dan kepolisian untuk berani melakukan peng­usutan terhadap dugaan korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih di Pulau Haruku. (S-50)