AMBON, Siwalimanews – Aminadab Rahandra, eks Kepala Bank Maluku Malut Cabang Dobo, Kabupaten Aru melalui tim penasehat hukum­nya, Mourits Latumeten dan Jhoemicho Syaranamual meminta keringanan hukuman kepada majelis dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (11/9).

Tuntutan 8 tahun penjara oleh tim JPU Kejati Maluku, Rolly Manam­piring dan Y.E Oceng Almahdaly dinilai terlalu berat. Sebab, berda­sarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak menyebutkan, peran terdakwa di kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 3.110.548.000 ini.

“Jadi sebagian besar fakta yang terungkap di persidangan tidak me­nyebutkan peran klien kami. Ma­kanya lewat pembelaan ini kami memohon keringan hukuman kepada klien kami dari majelis hakim yang mengadili perkara ini,” kata Jhoe­micho Syaranamual saat memba­cakan nota pembelaan terdakwa.

Selain itu, tim penasehat hukum terdakwa juga meminta majelis hakim dalam memutuskan kasus korupsi Bank Maluku Cabang Dobo meng­gunakan pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor.

Tim penasehat menilai, pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tipikor seba­gaimana telah dirubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) KUHP jo pasal 64  ayat (1) KUHP, yang dituntutkan oleh JPU tidak terbukti.

Baca Juga: Gubernur: Kita Paksa, Jika 5 Poin tak Dipenuhi

“Sebagian banyak bukti yang terungkap di persidangan tidak menyebutkan peran klien kami. Untuk itu kami juga meminta agar majelis hakim dalam memutuskan perkara ini harus menggunakan pasal 3, karena klien kami salah menggunakan kewenangannya, bukan pasal 2, karena dari ketera­ngan saksi klien kami tidak terbukti,” ujar Syaranamual.

Menanggapi pembelaan tim pe­nasehat hukum terdakwa, JPU Kejati Maluku menyatakan tetap pada tuntutan 8 tahun penjara. Menurut JPU, terdakwa terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No­mor 31 tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) KUHP jo pasal 64  ayat (1) KUHP.

Selain 8 tahun penjara, terdakwa juga dituntut membayar denda Rp 200  juta, subsider  tiga bulan kuru­ngan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 3.110.548.000.

Korupsi Terdakwa

Untuk diketahui, pada akhir tahun 2010, Elifas Leaua selaku bendahara Setda Kabupaten Kepulauan Aru mencairkan cek senilai Rp4 miiar lebih.

Dalam cek tersebut terdapat sisa APBD yang tidak diserap oleh setda sehingga akan disetor dalam kas daerah. Pada saat dilakukan penari­kan, uang tersebut tidak dapat diam­bil, sehingga dititipkan pada PT. BM-Malut Cabang Dobo.

Selanjutnya tanggal 20 April 2011, terdakwa selaku pimpinan kantor cabang meminta dana milik setda disetorkan ke dua rekening pribadi masing-masing nomor  0802069719 atas nama Johosua Futnarubun se­besar Rp500 juta.

Kemudian disetorkan lagi ke rekening nomor 0802057829 atas nama Petrosina R. Unawekla sebesar Rp500 juta, sementara sisa dana Rp3 miliar didepositokan lagi atas nama Yusuf Kalaipupin.

Kemudian pada 5 Juli 2011, Elifas Leaua menyetor ke kas umum daerah dengan rekening nomor 0801036465 sebesar Rp3,353 miliar yang meru­pakan penyetoran sisa APBD tahun anggaran 2010 dan uang Rp72,3 juta lebih yang merupakan penyetoran sisa dana tidak terduga tahun 2010. Lalu tanggal 6 Juli 2011 Elifas me­nyetor lagi Rp656 juta lebih yang merupakan uang setoran sisa APBD tahun anggaran 2010.

Pada saat Elifas melakukan pe­nyetoran ke kas umum daerah tang­gal 5 Juli 2011, terdakwa tidak mena­rik uang Rp500 juta yang dititipkan pada rekening Joshua Futnarubun, tetapi dibiarkan saja dan ditarik secara bertahap oleh terdakwa un­tuk keperluan pribadi.

Menurut JPU, penarikan secara bertahap oleh terdakwa ini diketahui berdasarkan foto copy rekening sak­si Joshua Futnarubun yang  dibe­rikan terdakwa pada saat pemerik­saan.

Selain itu, kata JPU, dana Rp3 miliar milik Setda Aru yang dideposi­tokan ke rekening milik Jusuf Ka­laipupin juga tidak pernah diketahui oleh yang bersangkutan dan bunga deposito dinikmati oleh terdakwa.

Terdakwa juga pernah memberi­kan panjar kepada beberapa peng­usaha dan SKPD lingkup Pemkab Kepulauan Aru tanpa melalui me­kanis dan SOP yang ada pada Bank Maluku Malut.

Setelah mendengar pembelaan terdakwa, majelis hakim menunda sidang hingga, Selasa (17/9) dengan agenda putusan. (S-49)