AMBON, Siwalimanews – Setelah sembilan tahun men­jadi buron, akhirnya Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejagung bersama Tim Tabur Kejati Daerah Istimewa Yogyakarta  dan Tim Tabur Kejari Sle­man, menangkap Muhammad Latuconsina alias John, Rabu (17/3).

Terpidana kasus korupsi dalam anggaran proyek pengadaan alat-alat laboratorium pengawetan di Politeknik Negeri Ambon pada 2009 itu dieksekusi pukul  12:40 WIB, di Jalan Merpati 86 E, Condong Catur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Terpidana diamankan di Jalan Merpati 86 E, Condong Catur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta setelah sebelumnya melarikan diri sejak tahun 2012 usai pihak Jaksa Eksekutor melakukan pemanggilan secara patut dan layak berdasarkan ketentuan, namun yang bersangkutan mela­rikan diri,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum, Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette dalam rilis yang diterima Siwalima, Rabu (17/3).

Simanjuntak menjelaskan, Direktur CV Pelory Karyatama ini telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain pada saat bertindak sebagai Kontraktor Pelak­sana Kegiatan Pengadaan Alat-Alat Laboratorium Pengawetan pada Po­liteknik Negeri Ambon Tahun Ang­garan 2009, yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 616.072.728,00 sesuai Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keua­ngan Negara dari BPKP Perwakilan Maluku tanggal 13 Agustus 2010.

“Berdasarkan Putusan Mahka­mah Agung R.I Nomor : 2122 K/PID.SUS/2011 tanggal 12 Februari 2012, terpidana dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun dan dihukum membayar denda sebesar Rp. 300.000.000. subsidiair enam bulan kurungan,” ujarnya.

Baca Juga: Polisi Rampungkan Berkas Anggota DPRD Maluku Terlibat Narkoba

Simanjuntak juga menghimbau kepada seluruh Daftar Pencarian Orang (DPO) kejaksaan untuk se­gera menyerahkan diri dan memper­tanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan.

Untuk diketahui, John Latucon­sina merupakan terpidana korupsi dalam anggaran proyek pengadaan alat-alat laboratorium pengawetan di Politeknik Negeri Ambon pada 2009 itu divonis empat tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).

Dia juga sudah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA melalui Pengadilan Negeri (PN) Ambon. Namun untuk pengajuan yang pertama kali itu ditolak oleh PN Ambon karena diajukan oleh penasehat hukumnya.

Berdasarkan Surat Edaran Mah­kamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012, disebutkan pengajuan PK harus dilakukan oleh terdakwa atau ahli warisnya. Sementara untuk PK yang kedua itu diajukan oleh anaknya tertanggal 19 Oktober 2012.

Selaku pemenang tender, John dalam kontrak kerja berdasarkan perjanjian kerja proyek itu harus dikerjakan dan selesai Desember 2009. Kontrak dibuat pada 12 Nopember 2009 untuk proyek senilai Rp 616 juta. Namun, hingga tutup tahun anggaran 2009 tidak kunjung selesai karena barang-barang itu harus dipesan dari Amerika Serikat.

Kemudian pada 27 November 2009 mengajukan perpanjangan kontrak waktu pelaksanaan proyek ke pihak Politeknik dan disetujui oleh Kuasa Pengguna Anggara (KPA) dalam hal ini Direktur Politeknik saat itu, Hendrik Dominggus Nikijuluw sehingga keluarlah addendum untuk perpanjangan waktu pelaksanaan hingga 31 Maret 2010.

Dan dalam tenggang waktu itu JPU menyeret terdakwa ke PB Ambon. Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat itu menuntut Latuconsina dengan hukuman 6 tahun penjara.

Namun oleh majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa memvonis bebas Latuconsina sehingga JPU mengajukan banding ke MA dan diputuskan 4 tahun penjara. (S-16)