“…Tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita, Hari merdeka nusa dan bangsa, Hari lahirnya bangsa Indonesia Merdeka, Sekali merdeka tetap merdeka, selama hayat masih dikan­dung badan, Kita tetap setia tetap sedia Memper­tahankan Indonesia Kita tetap setia, tetap sedia membela Negara kita …….” Lagu 17 Agustus “Hari Mer­de­ka” erat dengan Hari Kemerdekaan RI atau HUT RI.

Lagu ini hampir selalu berkumandang dalam peringatan Ulang Tahun RI, lagu yang diciptakan oleh H. Mutahar ini, beliau lahir di Semarang pada 5 Agustus 1916 dan wafat pada 9 juni 2004. Selain sebagai Pencipta Lagu H. Mutahar juga merupakan tokoh kepanduan Indonesia di era 1945-1961 dan merancang berdirinya Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka).

Lagu “Hari Merdeka” tidak hanya memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia saja, tetapi menyimpan informasi sejarah sekaligus meneguhkan hari lahirnya bangsa ini, tetapi tentu saja dalam konteks penciptaannya lagi ini dibuat dalam proses panjang bahkan dalam situasi yang tidak mudah.

Terciptanya lagu “Hari Merdeka” berawal dari ketika H. Mutahar masih menjadi ajudan Presiden Sukarno. Pagi-pagi benar di tahun 1946, Sukarno memanggil Mutahar dan meminta dibuatkan aubade (nyanyian atau musik penghormatan pada pagi hari), menurut buku 100 konser musik Indonesia (2018:31) oleh Anas Syahrul Alimi dan Muhidin M. Dahlan, saat itu situasi Indonesia masih dalam fase genting perang Revolusi di Yogyakarta, atas perintah itu  Mutahar ke­mudian meminjam orkes keratin dan mengonduktori permain dengan semangat sembari naik ke atas meja reot saat lagu “Hari Merdeka” dimainkan pada upacara 17 Agustus, Sukarno pun merasa senang dan memuji kepiawaian Mutahar dalam menciptakan lagu “Hari Merdeka”, inilah sekelumit kisah lagu “Hari Merdeka” ciptaan H. Mutahar.

Indonesia berulang tahun 77 Tahun pada 17 Agustus 2022, “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”. Memang kenyataannya Indonesia sudah mer­deka secara politik, namun dari sisi yang lain, Indonesia belum terbebas dari tindak korupsi, karena tindakan Korupsi banyak terjadi dimana-mana sehingga kue Kemerdekaan be­lum dicicipi oleh sebagian besar bangsa Indonesia. Kemerdekaan menuju masyarakat yang sejah­tera, adil makmur serta kemer­dekaan untuk mencerdaskan dan melindungi bangsa masih ter­kendala dengan perilaku pejabat yang korup. Seharusnya mereka melayani masyarakat akan tetapi malah memupuk kekayaan untuk diri sendiri. Kemerdekaan itu semua bukan sebuah cita-cita akan tetapi sebuah janji kemerdekaan. “Cita-cita itu jika tidak tercapai itu tidak apa-apa, tetapi jika janji harus ditunaikan, dimana melindungi segenap bangsa mensejahterahkan bangsa”.

Baca Juga: Inspirasi Damai Aceh ke Ukraina

Untuk melindungi bangsa, mensejahterakan rakyat, maka pemimpin harus amanah sehingga mempunyai cukup biaya untuk mewujudkan itu semua, dan itu tantangan kita sebagai bangsa, apalagi dari sisi demokratisasi akibat yang pernah berkuasa saat itu, kita baru belajar demokrasi.

Sejumlah masalah structural Indonesia yang hi­ngga saat ini masih menghantui pembangunan. Sa­lah satunya, praktek Korupsi dalam birokrasi dan insti­tusi Negara. Indonesia masih memiliki masalah structural yang harus diatasi, yaitu kualitas sumber daya manusia, infrastruktur yang belum memadai, produktivitas yang rendah, serta birokrasi, institusi dan regulasi yang tidak efisien, rumit dan belum be­bas Korupsi.

Untuk menangani permasalahan ini beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah, untuk meni­ngkatkan kualitas SDM agar masyarakat perlu ber­jibaku dalam bidang teknologi, dengan kemampuan adopsi teknologi dan inovasi berpotensi mening­katkan pertumbuhan ekonomi.

Praktek Korupsi Indonesia sulit diberantas hingga usia ke 77 tahun ini, dari sinilah makna merdeka  bagi bangsa Indonesia yakni harus benar-benar bersih dan bebas dari segala bentuk korupsi, dan tahun ini 77 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2022 ini merupakan momen penting dan semua pihak dapat berkomitmen memberantas korupsi dengan semangat Kemerdekaan.

Dengan semangat Kemerdekaan ke 77 Republik Indonesia, mari kita semua, seluruh anak bangsa di negeri ini, harus terus berkomitmen untuk membe­ran­tas korupsi. Kalau kita berbicara tentang Pene­gakan Hukum, maka Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK sudah tentu tidak  dapat berjalan sendiri melakukan tugas dan kewajibannya sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di negeri ini.

Peran aktif serta dukungan seluruh komponen bangsa sangat diperlukan dalam perang melawan laten korupsi dan perilaku koruptif yang telah menjadi penyakit kronis di Republik ini.

Nilai-nilai Perjuangan para pejuang Kemerdekaan mereka adalah pelajaran berharga yang tak lekang oleh waktu apalagi tergerus perkembangan zaman sehingga selalu dapat dijadikan pelecut semangat bagi bangsa ini untuk menyelesaikan ragam per­soalan yang datang silih berganti serta permasalahan mendasar di Republik ini yaitu laten Korupsi dan Perilaku koruptif yang berurat akan disetiap sendi kehi­dupan bangsa, maka dari itu dengan andil se­genap anak bangsa yang memiliki integritas kuat dengan moral, etika serta nilai-nilai keagamaan, ketuhanan dan kejujuran menjadi karakter, ditambah tiga strategi pemberantasan Korupsi yaitu Pendekatan pendi­dikan masyarakat untuk membentuk mindset dan culture set baru anti Korupsi, pendekatan pencega­han yang tujuan utamanya menghilangkan kesem­patan dan peluang untuk korupsi dan pendekatan penindakan.

Korupsi telah menjatuhkan orde baru dan me­lahirkan era reformasi, tindakan korupsi selama orde baru telah menghancurkan cita-cita bangsa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.

Kekayaan Negara hanya dinikmati segelintir orang dekat dengan kekuasaan, kedekatan itu dipelihara melalui praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan nepo­tisme (KKN). Reformasi kemudian datang mena­warkan semangat untuk membangun bangsa yang bebas dari korupsi. Lalu setelah Orde Baru tumbang, sudahkah kita bebas dari Korupsi? Satu pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah mendapat jawaban.

Faktanya, Korupsi berjangkit dan menular seperti virus corona. Virus itu terus bermutasi dan memun­culkan varian-varian baru yang semakin mematikan. Belum ada tanda-tanda adanya obat atau vaksin yang betul-betul bisa menangkal supaya virus itu tidak terus menerus menular.

Lihat saja, bagaimana bantuan sosial yang diberikan oleh Negara dalam keadaan bencana pandemic Covid-19  pun menjadi lahan korupsi. Fakta tak terbantahkan bahwa perilaku korupsi tidak lagi menyisahkan lagi sedikit pun nilai-nilai kemanusiaan. Indeks persepsi korupsi pada tahun 2020 turun, membuat Indonesia melorot menjadi peringkat 102 dari 180 negara.

Pada tahun 2019 Indonesia masih  menempati peringkat 85 persepsi publik yang ditangkap oleh lembaga-lembaga survey pun mengatakan bahwa korupsi makin marak belakangan.

Potensi kekayaan alam dan budaya yang besar dapat menjadi modal Indonesia sebagai Negara yang besar dan berdaulat yang dapat menggunakan kekayaan yang tersedia untuk menjadi daya tarik bangsa-bangsa  dunia untuk datang berwisata dan potensi kekayaan lain dapat digunakan untuk diolah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan kemerdekaan yang kita miliki saat ini dan dengan potensi yang besar yang dimiliki oleh Indonesia dimulai dengan potensi wilayah dengan kekayaan yang terkandung didalamnya, potensi SDM  dan potensi sejarah Indonesia yang memiliki jiwa persatuan dan nasionalisme untuk berdaulat berdiri diatas kakinya sendiri, sudah seharusnya bangsa dan Negara ini lebih leluasa untuk mengelolah, mengurus dirinya  sendiri dan juga memanfaatkan kekayaan yang sangat besar untuk kemakmuran bangsa dan harapan Indonesia dapat sejajar berdiri dan bersaing dengan Negara-negara besar di dunia. Hal ini dapat terwujud bila sumber daya manusia yang besar ini ditanamkan rasa kejujuran dan tanggung jawab. Menghindari perbuatan-perbuatan yang merugikan dimulai dengan penanaman nilai-nilai anti korupsi dari sedini mungkin, dimulai dari keluarga. Keluarga memiliki peran yang besar membentuk anak-anak Indonesia sebagai pewaris masa depan bangsa, dalam membentuk nilai-nilai perilaku yang akan muncul ketika besar. Penyimpangan perbuatan sekecil apapun merupakan benih-benih korupsi yang secara hariah memiliki pengertian korupsi adalah sesuatu yang busuk. Maka pembiasaan untuk melakukan hal-hal kebaikan, menjadi benih yang tertanam dan tumbuh dengan baik kelak, dan berani menyatakan dan melakukan kebenaran disituasi apapun, Dirgahayu RI ke 77 “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat” Merdeka!!!. Oleh: WELLEM RIRIHATUELA,SE. MM Pengawas Pemerintahan pada Inspektorat Provinsi Maluku.