Satgas Saber Pungli (Satuan Tugas Sapu bersih pungutan liar) dibentuk pada tanggal 20 Oktober 2016 yang terdiri dari gabungan Kementerian dan beberapa lembaga di Indonesia.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 Pasal 2, tugas Satgas Saber Pungli bertugas untuk memberantas pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan kemanfaatan personil satuan kerja dan sarana prasarana baik dalam ke­menterian/lembaga maupun pemerintah daerah.

Satuan tugas sapu bersih pungutan liar yang disebut Satgas Saber Pungli yang berkedudukan langsung di bawah tanggung jawab Presiden.

Berdasarkan Peraturan Presiden tersebut selan­jutnya dibentuk pada setiap daerah berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hu­kum dan Keamanan RI, maka diseluruh jajaran Kementerian, TNI, Kepolisian, Kejaksaan, Lembaga Pe­merintah Non Kementerian(LPNK), Kesekretaria­tan Lembaga Negara Nonstruktural (LNS), Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia dibentuk kelompok kerja dan sekretariatan satuan tugas sapu bersih pungutan liar (SSP) yang selanjutnya disebut Unit Pemberantasan Pungutan Liar (UPP).

Praktek pungutan liar yang terjadi di Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Praktek ini sangat merugikan masyarakat, bahkan dalam skala besar dapat mengganggu perekonomian Negara. Dalam Undang-undang nomor 51 Tahun 1999 junto Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberan­tasan tindak pidana korupsi disebutkan Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas.

Baca Juga: Ayo Kita Berlomba Politik Gagasan

Upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan saja, namun juga yang lebih penting adalah mem­bangun mental orang-orang yang dapat memberan­tas korupsi itu sendiri. Tanpa membangun sumber daya manusia yang baik dan berintegritas mustahil pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan maksimal.

Pungli (Pemerasan) adalah tindakan yang dilaku­kan oleh pegawai negeri atau penyelenggara Negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgu­nakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu membayar dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Tindakan pidana ini harus diwaspadai oleh ASN, karena ancaman hukumannya cukup berat. Tidak sedikit pejabat atau pegawai pemerintahan yang belum memahami dengan baik, definisi pungli dila­pangan seharusnya pegawai pemerintah baik itu Kementerian/Lembaga/Badan usaha Milik Negara (Dae­rah)/Pemerintah Daerah/TNI/POLRI me­ngurangi aktivitas pertemuan, mengurangi aktivitas pertemuan dalam pelayanan publik yang dinilai dapat menjadi cara meminimalkan terjadinya gratifikasi.

Oleh karena itu di era digitalisasi ini, pemanfaatan teknologi informasi sudah mendesak untuk dite­rapkan, segala macam transaksi pembayaran bisa dilakukan secara online, hal inilah yang dapat memi­nimalisir interaksi antara petugas pelayanan dengan masyarakat yang dilayani, sehingga terjaga proses dan prosedur pelayanan yang baik dan benar, pasalnya pungli berpotensi terjadi pada kegiatan yang melibatkan pegawai pemerintahan dalam proses pelayanan. Pemahaman yang memadai mengenai pemberian tidak resmi tersebut, dinilai dapat mengantisipasi kebiasaan menerima yang biasa terjadi antara pelayan publik dan masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Punggutan Liar menimbang bahwa praktek punggutan liar telah merusak sendi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu upaya pemberan­tasan secara tegas terpadu, efektif, efisien dan mampu menimbulkan efek jera serta dalam upaya pembe­rantasan pungutan liar. Dengan terbentuknya

Satgas Saber Pungli sejak 20 Oktober 2016 hingga saat ini, yang artinya telah berumur 5 tahun, maka diharapkan 1. Pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pe­manfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasa­rana yang berada di lingkungan pemerintah daerah.

  1. Terbangunnya mindset aparatur Negara dalam pelayanan dengan prinsip zero pungli namun tetap mengutamakan pelayanan prima.
  2. Terbangun dan terciptanya sikap tegas dan kesadaran masyarakat menolak segala bentuk pungli dan memenuhi aturan yang berlaku. Melihat hal tersebut dapat disimpulkan tugas Tugas tim saber pungli antara lain merumuskan rencana aksi dalam mencegah (preventif) melakukan penindakan dan meningkatkan pemahaman aparatur sehingga tercipta budaya anti pungli di instansi Pemerintah dan Pelayanan publik.

Sosialisasi perlu dilaksanakan tidak hanya kepada aparatur, tetapi juga kepada masyarakat betul-betul mengerti dan memahami aturan dengan jelas serta harus ada penanaman kejujuran dan integritas yang tinggi sebagai salah satu komitmen aparatur atau pegawai pemerintah.

Harusnya sesuai peraturan aparatur dalam proses pelayanan publik tidak meminta atau menerima pemberian dalam bentuk apapun, jangan sampai aparatur membiarkan budaya member dan menerima disalah artikan sehingga berpotensi menjadi tindakan menyimpang.

Tolak ukur keberhasilan Satgas Saber Pungli janganlah ditentukan berdasarkan kuantitas/jumlah perkara yang ditangani, akan tetapi untuk menilai keberhasilan  Satgas Saber Pungli, maka Menkopol­hukam harus kembali melihat wewenang/tujuan dibentuknya Satgas Saber Pungli, sebagaimana  salah satu fungsi satgas Saber Pungli yaitu mem­bentuk “system pencegahan”, maka harus lebih me­ne­kan untuk bobot menilai kinerja satgas Saber Pungli, sebenarnya terletak pada keberhasilannya da­lam melaksanakan tugasnya (dari sisi pencegahan),  sehingga dinilai/diukur dari seberapa banyak sistem pencegahan yang pernah diciptakan oleh satgas Saber Pungli/UPP tersebut atau minimal berapa  ba­nyak sistem pencegahan yang pernah direko­men­dasikan oleh Satgas Saber Pungli /UPP kepada pemangku kebijakan terkait.

Satgas Saber Pungli/UPP jangan terpakau berapa jumlah OTT yang berhasil dilakukan, justru pola pikir tersebut diubah dengan “berapa sistem pencegahan korupsi yang telah diciptakan di daerah”, yang men­dasari pemikiran bahwa terkait tolak ukur efektifitas pemberatasan korupsi adalah merujuk pada salah satu fungsi satgas Saber Pungli yaitu pencegahan.

Jika dilihat ketentuan dalam pasal 4 huruf a Perpres No.87 Tahun 2016 disebutkan bahwa dalam melak­sa­nakan tugas dan fungsinya Saber Pungli mempu­nyai wewenang “membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar”, artinya peme­rintah berkeinginan baik untuk mem­bangun sistem atau melakukan tindakan dan upaya pencegahan ko­rupsi, dari tatanan membangun sistem pencegahan pungli, kalau berbicara tentang tatanan kebijakan sehingga seharusnya tugas berat ini lebih banyak ditekankan pada pemangku ke­bijakan untuk dapat mengambil kebijakan, memper­baiki dan menutup celah-celah korupsi.

Satgas Saber Pungli harus mampu menciptakan serta merekomendasikan sebuah sistem pence­gahan korupsi kepada pemangku kebijakan. Contoh sederhana tentang pengelolaan parker pada pasar tradisional, jika selama ini retribusi parkir kendaraan yang masuk pasar dilakukan secara manual, tentu kemungkinan besar terjadi pungli di sana, bisa saja kendaraan masuk pasar membayar retribusi parkir, namun oleh petugas parkir tidak diberikan karcis parkirnya, sehingga uang yang masuk tersebut bisa saja digelapkan oleh petugas parkir, lalu sistem apa yang dapat direkomendasikan Satgas Saber Pungli /UPP dalam pertemuan tentang sistem pencegahan pungli parkir tersebut, sehingga hasilnya Satgas Saber Pungli dapat merekomendasi kepada kepala Pasar agar menerapkan sistem parkir dengan mengunakan alat penghitung otomatis, maka antara jumlah kendaraan yang masuk dengan uang retribusi yang terkumpul dapat dipertanggung jawabkan, begitu pula untuk kasus-kasus pungutan liar lainnya.

Seperti arahan Menkopolhukam Mahfud MD dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa “Meski Satgas Saber Pungli merupakan bagian dari upaya membangun pemerintahan yang bersih dari Korupsi namun saber pungli bukan lembaga hukum pembe­rantasan korupsi, Saber Pungli merupakan lembaga yang menitikberatkan pada upaya pembersihan institusi-institusi Pemerintah dari Kebiasaan lang­sung melakukan pungutan liar di birokrasi, adapun penegakan hukumnya tetap disalurkan kepada kepada lembaga-lembaga hukum fungsional yaitu kepolisian, kejaksaan dan KPK RI. Oleh : WELLEM RIRIHATUELA, SE. MM Pengawas Pemerintahan (PPUPD) Inspektorat Provinsi Maluku. (*)