JAKARTA, Siwalimanews Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, sebanyak 24 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia akan dijabat oleh aparatur sipil negara (ASN) sebagai penjabat gubernur

Kepala daerah dari ASN akan berstatus penjabat gubernur ini harus berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya atau setara eselon I. untuk itu dari 24 provinsi yang akan dijabat oleh penjabat gubernur yang dipilih Presiden Joko Widodo.

Hal itu merujuk aturan peralihan kepemimpinan jelang Pilkada Serentak 2024 yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Ada 24 gubernur dari 34 provinsi yang akan dijabat ASN. Siapa yang mengusulkan? Mendagri sebagai pembantu presiden dibidang pemerintahan dalam negeri,” ucap a Djohermansyah seperti dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (22/9).

Prosesnya, mendagri akan menyiapkan tiga nama pejabat pimpinan tinggi madya. Biasanya, ucap Djohermansyah, nama-nama itu diambil dari para pejabat setingkat direktur jenderal dan inspektur jenderal di Kemendagri.

Baca Juga: Dekranasda Jadi Garda Terdepan Industri Kerajinan

Kemudian, nama-nama itu dikirim ke presiden untuk dipilih. Presiden lalu menunjuk salah satu dari tiga calon itu sebagai penjabat gubernur.

Berdasarkan penjelasan pasal 201 UU Pilkada, masa jabatan penjabat kepala daerah adalah satu tahun. Jika masa jabatan telah habis, bisa diperpanjang untuk satu tahun berikutnya.

Daerah yang akan dijabat ASN pada 2022 ada 7 provinsi antara lain Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

Pada 2023, ada 17 provinsi yang bakal dijabat ASN antara lain Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua.

Mekanisme serupa berlaku di tingkat kabupaten/kota. Sebanyak 247 kabupaten/kota akan dijabat oleh ASN yang dipilih Mendagri.

Djohermansyah mengatakan, nama-nama kandidat penjabat bupati/walikota diusulkan oleh gubernur. Calon penjabat walikota/bupati berasal dari pejabat pimpinan tinggi pratama atau setara eselon II.

“Diusulkan tiga nama kepada Mendagri oleh gubernur. Mendagri mempelajari dan berkonsultasi dengan gubernur. Kemudian, ditetapkan satu nama dari usulan gubernur tadi,” ucap Djohermansyah.

Masa jabatan untuk penjabat bupati/wali kota juga satu tahun. Masa jabatan itu bisa diperpanjang untuk satu tahun berikutnya.

Proses peralihan ini terjadi karena upaya penyerentakan pilkada di tahun 2024. Selama ini, ada tiga gelombang pilkada serentak, yaitu 2015, 2017, dan 2018.

Kepala daerah hasil Pilkada 2015 telah diregenerasi lewat Pilkada 2020. Sementara itu, kepala daerah hasil Pilkada 2017 dan Pilkada 2018 akan menyudahi masa jabatan pada 2022 dan 2023.

“Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024,” bunyi pasal 201 ayat (9). (S-50)