Ungkapan beda pemimpin beda pula kebijakan, mungkin lebih tepat dialamatkan kepada Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Bagaimana tidak, 17 polsek di wilayah hukum Polda Maluku ditarik kewenangannya melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pidana.

Itu artinya, masyarakat tak bisa  melaporkan kasus tindak pidana yang membutuhkan proses penyidikan panjang pada 17 Polsek ini. Untuk melaporkan kasus-kasus yang membutuhkan penyidikan, masyarakat tak perlu khawatir, cukup melapor ke  jajaran kepolisian yang lebih tinggi yakni polresta, polres maupun polda.

17 polsek yang dimaksud yakni, Polsek Leihitu Barat, Polsek Kota Masohi, Polsek Piru, Polsek Kairatu, Polsek Waisarisa, Polsek Bula, Polsek Tutuktolu, Polsek Waisala, Polsek Waplau, Polsek Benjina, Polsek Jarol, Polsek Marlasi, Polsek Kei Kecil Timur, Polsek Kei Kecil Barat, Polsek Kormomolin, Polsek Nirtun Mas dan Polsek Moa Lakor.

Dari sisi efisiensi penanganan kasus, masyarakat tidak mendapatkan pelayanan optimal, sebab rentang kendali menjadi kendala melaporkan suatu peristiwa tindak pidana ke markas komando yang lebih tinggi.

Bayangkan, polsek yang tadinya gampang dijangkau, masyarakat harus membutuhkan waktu yang panjang untuk menuju polresta, polres dan polda. Tak hanya masyarakat yang kena dampak dari kebijakan ini, tetapi personel di polresta, polres dan polda juga merasakan dampaknya.

Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) di tingkat polresta, polres dan polda mesti tingkatkan kualitas personel penyidik. Jika selama ini penanganan suatu kasus lambat dengan alasan minim tenaga atau personel penyidik, maka kebijakan Kapolri ini harus dibarengi dengan penyediaan aparatur sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni di bidang reserse.

Tentu, dalam kondisi seperti ini mau tidak mau polisi diperhadapkan dengan tantangan tugas yang semakin berat. Bidang reserse akan menghadapi tantangan yang tidak hanya  berasal  dari luar saja, tetapi juga dari dalam tubuh polisi itu sendiri.

Pelayanan bidang reserse pastinya akan terbagi karena tindak pidana saat ini makin meluas, tidak hanya pidana umum, tapi juga pidana khusus yang menguras tenaga. Kebijakan baru yang dikeluarkan Kapolri ini  kepada 1.062 polsek di seluruh Indonesia.  Tugas polsek-polsek ini akan lebih difokuskan hanya untuk pemeliharaan Kamtibmas pada daerah tertentu dan tidak lagi melakukan penyidikan.

Dalam keputusan itu, Kapolri memperhatikan soal program prioritas commander wish pada 28 Januari 2021 lalu serta program prioritas di bidang transformasi, program penataan kelembagaan, kegiatan penguatan polsek dan polres sebagai lini terdepan pelayanan Polri, dengan rencana aksi mengubah kewenangan polsek hanya untuk pemeliharaan Kamtibmas pada daerah tertentu dan tidak melakukan penyidikan.

Polsek yang tidak melakukan penyidikan dalam hal kewenangan dan pelaksanaan tugasnya mempedomani Surat Kapolri Nomor: B/1092/II/REN.1.3./2021 tanggal 17 Februari 2021 perihal direktif Kapolri tentang kewenangan polsek tertentu.

Keputusan yang dikeluarkan tersebut, mengacu  pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kita berharap kebijakan baru Kapolri ini tidak menyengsarakan masyarakat Maluku dalam hal pelayanan di bidang hukum. Sebab letak geografis Maluku yang terdiri dari pulau-pulau sulit menjangkau markas komando di tingkat polres dan polda.

Semangat pengayom, pelindung dan pelayan menjadi motivasi bagi  personel polisi dimanapun berada dalam memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat Maluku. (**)